Teringat masa kecil, saat ibu memasak di tungku bata dengan kayu sebagai bahan bakarnya. Asap mengepul menjadi pemandangan sehari-hari di dapur. Terkadang bambu kecil ditiup untuk membantu menghidupkan api.
Waktu itu, rumah saya sudah berlangganan PLN. Namun Listrik masih dimanfaatkan untuk lampu penerangan dan TV.
Seiring berjalannya waktu, tungku bata sekarang ini tergantikan kompor gas dan rice cooker (termasuk di rumah Ibu saya). Namun tungku bata masih banyak digunakan orang untuk keperluan memasak dalam jumlah besar, misal untuk hajatan pernikahan.
Memasak menggunakan tungku bata dengan bahan bakar kayu ternyata dikategorikan cara memasak yang tidak bersih. Memasak bersih (clean cooking istilahnya) diartikan memasak menggunakan bahan bakar yang lebih bersih atau menggunakan kompor hemat energi.
Ide clean cooking muncul karena memasak tradisional menimbulkan polusi asap yang berbahaya bagi pengguna dan lingkungan. Menurut data dari Netherland Enterprise Agency, 4 juta kematian setiap tahunnya disebabkan oleh polusi udara rumah tangga.
Selain itu, clean cooking juga dikatakan bisa mengurangi deforestasi. Saya coba ingat kembali, dulu memang Bapak dan Ibu saya mencari kayu di kebun, namun tidak sampai menebang sembarang pohon di hutan.
Kayu yang dicari pun dari dahan dan ranting pohon yang kering. Adapun kayu besar biasa didapat dari pohon yang tumbang atau ditebang karena suatu alasan. Selain itu dedaunan kering juga digunakan sebagai bahan bakar tungku tradisional di rumah saya.
Berbagi rice cooker ala Kementerian ESDM
Menariknya, Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) melirik juga ide clean cooking. Hal ini direalisasikan melalui program berbagi rice cooker ke masyarakat. Rice cooker dianggap dapat mendukung penggunaan teknologi memasak yang lebih bersih.
Program ini tertuang dalam peraturan Mentri ESDM No 11 tahun 2023 tentang penyediaan alat memasak berbasis listrik bagi rumah tangga. Usut punya usut, program ini bertujuan untuk mengurangi impor Liquefied Petroleum Gas (LPG) sekaligus meningkatkan konsumsi listrik perkapita.
Sebagai informasi, impor LPG Indonesia mencapai 6,7 juta ton per tahun. Sedangkan kebutuhan pertahun LPG Indonesia 8 juta ton. LPG tabung berukuran 3 kg mendapat subsidi dari pemerintah, sedangkan LPG non subsidi adalah tabung 5,5 kg dan 12 kg.
Sedangkan konsumsi listrik perkapita Indonesia mencapai 1.173 kWh per kapita pada tahun 2022. Hal ini masih cukup jauh dengan produksi listrik yang dihasilkan dari PLTU yaitu 33.092 MW pada 2021. Belum dari sumber lainnya yang memang persentasenya kecil.
Bisa dikatakan melimpah sekali produksi listrik Indonesia, tapi penggunaannya tidak seberapa. Sayangnya yang melimpah tersebut hasil PLTU yang bahan bakar utamanya adalah batu bara. Dalam hati, "Lah, g jadi clean energy donk"
Meski tidak clean energy eh ternyata laba PLN pada tahun 2022 mencapai 14,4 triliun. Menggiurkan juga ya. Apa iya karena masih membawa untung banyak maka konversi energi terbarukan jadi diperlambat? Entahlah. Sebagai informasi, hingga akhir tahun 2022 ada sekitar 318 ribu rumah tangga yang belum mendapatkan akses listrik di Indonesia.
Back to bagi-bagi rice cooker. Lalu, siapa saja nih yang bisa dapat rice cooker gratis? Pertama harus pelanggan PLN (baik yang 450V, 900V dan 1300V), kedua tidak memiliki Alat Memasak berbasis Listrik (AML), ketiga terdata oleh pihak kelurahan.
Pada tahap awal, rice cooker ini akan dibagikan ke 53.161 rumah tangga di 26 provinsi. Berdasarkan ketentuan di peraturan tersebut, rice cooker yang dibagikan akan bertuliskan, "Hibah Kementerian ESDM dan Tidak untuk Diperjualbelikan". Infonya, produsen rice cooker yang beruntung diantaranya Cosmos, Maspion, Miyako, Sanken, dan Sekai.
Menurut informasi Direktur Eksekutif Energy Watch Daymas Arangga yang dikutip dari Kompas.id (13 Desember 2023), program ini tidak efektif dalam mengurangi impor gas LPG. Hal ini karena masyarakat tetap menggunakan gas elpiji untuk memasak lauk pauk sedangkan rice cooker dipakai untuk memasak nasi.
Beralih ke clean cooking akan mengubah kehidupan. Hal ini meningkatkan kesehatan, melindungi iklim dan lingkungan, serta membantu menghemat waktu dan uang. Ada banyak cara yang bisa diupayakan.
Listrik termasuk bahan bakar memasak yang bersih saat digunakan. Namun, menghasilkan listrik dapat mempengaruhi lingkungan dan iklim tergantung pada sumbernya. Jika listrik dihasilkan dari sumber terbarukan seperti matahari, angin dan air, maka listrik tersebut bersih.
Jika rice cooker dioperasikan menggunakan listrik yang sumbernya dari PLTU dengan bahan bakar batu bara, masih tepatkah program ini kita katakan untuk clean cooking?
Sekian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H