Pernyataan tersebut sempat disampaikan oleh mantan Menteri Kesehatan Indonesia 2004-2009. Faktanya, nyamuk Wolbachia yang diproduksi oleh Fakultas Kedokteran UGM bukan lah hasil dari rekayasa genetika. Telur nyamuk jenis Aedes aegypti diinjeksi secara langsung dengan bakteri Wolbcahia tanpa melalui rekaya genetika.
Telur nyamuk tersebut kemudian disiapkan untuk dilepas ke daerah yang ditentukan. Setelah menetas, nyamuk Wolbachia akan menurunkan populasi nyamuk Aedes aegypti dan dapat menghambat penularan virus dangue penyebab demam berdarah.
Jadi sama sekali tidak ada proses rekayasa genetika dari nyamuk yang digunakan dalam pilot project Kemenkes ini.
Nyamuk rekayasa genetika sebenarnya sudah ada di Amerika Serikat. Sebuah Perusahaan biotek bernama Oxitec berhasil memproduksinya. Oxitec merekayasa nyamuk jantan Aedes aegypti kemudian dilepas untuk menurunkan populasi Aedes aegypti penyebab demam berdarah.
Meski sama-sama menurunkan populasi Aedes aegypti penyebab demam berdarah, nyamuk Wolbachia dari FK UGM bukan hasil rekayasa genetika seperti nyamuk produksi Oxitec di Amerika Serikat.
Misinformasi 2: Nyamuk Wolbachia adalah eksperimen yang dapat menyebabkan Encephalitis.
Kali ini yang menyampaikan informasi adalah professor Richard Claport dalam unggahan akun Youtube Dunia Harus Melihat. Informasi tersebut juga diamplifikasi oleh penulis di kompasiana dengan judul "Wolbachia dan Marahnya Profesor Indonesia".
Nyamuk penyebab Encephalitis adalah jenis Culex tritaeniorhynchus sedangkan nyamuk Wolbachia adalah jenis Aedes aegypti. Berarti tidak benar jika pemerintah mencoba membuat eksperimen untuk menyebarkan nyamuk yang membawa virus Japanese Ensefalitis penyebab radang otak.
Penelitian nyamuk Wolbachia dilakukan oleh Prof. Adi utarini dari UGM bersama timnya menjadi bukti kalau tidak mungkin program tersebut bertujuan menyebarkan penyakit seperti enchepalitis ke masyarakat luas. Hal ini juga diperkuat, dengan adanya penelitian penilaian risiko atas pelepasan nyamuk Wolbachia di Yogyakarta.
Penelitian tersebut dilakukan oleh Prof. Damayanti Buchori dari IPB bersama tim independen yang terdiri dari berbagai latar belakang ahli. Hasil secara keseluruhan menunjukkan bahwa nyamuk Wolbachia memiliki risiko rendah terhadap manusia, komunitas dan lingkungan.
Misinformasi 3: Nyamuk Wolbachia bisa menyebabkan Filariasis.