Pendidikan menghadapi tantangan serius di era saat ini: gelar, kelulusan, dan akreditasi formal semakin tidak cukup untuk menjamin kompetensi, kesiapan kerja, atau mutu lulusan. Banyak penelitian dan pendapat pakar yang mendukung perlunya perubahan mendasar dalam pendekatan pendidikan, agar lulusan benar-benar memiliki keterampilan dan karakter yang relevan dalam dunia nyata.
1. Tantangan Era Modern: Mengapa Gelar, Kelulusan, dan Akreditasi Tidak Menjamin Kompetensi?
Menurut laporan dari World Economic Forum (WEF), hanya sekitar 42% dari lulusan perguruan tinggi di dunia yang dianggap siap untuk bekerja dalam bidang yang relevan dengan jurusan mereka. Hal ini mengindikasikan adanya kesenjangan antara pendidikan formal dan tuntutan kompetensi di lapanganat ini juga didukung oleh Tony Wagner, seorang pakar pendidikan dari Harvard University, yang menyatakan bahwa banyak institusi pendidikan cenderung berfokus pada hafalan dan pengulangan informasi daripada pengembangan keterampilan kritis yang dibutuhkan di dunia kerja. Menurut Wagner, institusi pendidikan perlu berfokus pada pengembangan 21st-century skills yang mencakup pemikiran kritis, kolaborasi, dan kreativitas .
Data onal Center for Education Statistics (NCES)* di Amerika Serikat menunjukkan bahwa lebih dari 50% dari lulusan perguruan tinggi membutuhkan pelatihan tambahan untuk memenuhi standar kompetensi di bidang pekerjaan mereka . Hal ini menandasistem pendidikan global, termasuk di Indonesia, perlu memperbarui pendekatannya.
2. Deep Learning sebagai Jawaban untuk Pendidikan yang Lebih Relevan
Deep learning berfokus pada pembelajaran mendalam dan bermakna, di mana siswa diajarkan untuk memahami konsep secara mendalam, mengaitkan materi dengan pengalaman nyata, dan terlibat secara aktif. Ini berbeda dengan pembelajaran dangkal (surface learning) yang hanya menekankan hafalan atau pengulangan informasi.
Menurut Benjamin Bloom, pakar pendidikan yang mengembangkan Bloom’s Taxonomy, pembelajaran yang efektif terjadi ketika siswa tidak hanya menghafal tetapi juga memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta berdasarkan materi yang mereka pelajari . Dengan pendekatan ini, dng melibatkan siswa dalam proses yang lebih bermakna dan memotivasi mereka untuk berpikir kritis dan reflektif.
Beberapa komponen utama dari deep learning yang dapat membantu meningkatkan kualitas pendidikan meliputi:
Mindful Learning (Pembelajaran dengan Kesadaran Penuh)
Mindful learning mengajarkan siswa untuk tetap fokus dan sadar dalam proses belajar. Menurut Ellen Langer, seorang psikolog dari Harvard University yang memperkenalkan konsep mindfulness dalam pendidikan, siswa yang lebih mindful akan lebih termotivasi untuk belajar dan lebih mampu mengaitkan pembelajaran dengan kehidupan nyata mereka . Mindful learning dapat diterapkanproject-based learning*, di mana siswa terlibat dalam proyek nyata yang menantang mereka untuk menyelesaikan masalah di lingkungan sekitar, seperti isu lingkungan atau kesehatan.Meaningful Learning (Pembelajaran yang Bermakna)
Meaningful learning menekankan pentingnya relevansi materi pelajaran dengan kehidupan nyata. Ausubel, seorang psikolog pendidikan yang mengembangkan teori pembelajaran bermakna, mengatakan bahwa siswa lebih mungkin untuk mengingat dan menerapkan materi yang mereka anggap relevan . Misalnya, melalui proyek eco enzyme atau tioteknologi sederhana, siswa belajar bahwa pengetahuan yang mereka miliki memiliki dampak positif langsung pada lingkungan.Joyful Learning (Pembelajaran yang Menyenangkan)
Joyful learning memfokuskan pada penciptaan suasana belajar yang menyenangkan. Menurut Fredrickson dan Losada, suasana positif dapat meningkatkan motivasi dan keterlibatan siswa dalam proses belajar . Game-based learning atau kuis interaktif adalah conoyful learning yang mampu memberikan pengalaman belajar yang menyenangkan sekaligus menggugah pemikiran mendalam siswa terhadap materi yang dipelajari.
3. Pembinaan Karakter sebagai Pondasi Penting dalam Pendidikan
Pendidikan yang hanya berfokus pada kompetensi tanpa pembinaan karakter akan menghasilkan lulusan yang mungkin kompeten secara teknis namun tidak memiliki integritas dan etika yang baik. Dalam hal ini, pendidikan karakter sangat penting untuk membentuk individu yang berperilaku baik, bertanggung jawab, dan berempati terhadap sesama.
Menurut Thomas Lickona, seorang psikolog yang dikenal dengan Character Education, pendidikan karakter sangat penting dalam menumbuhkan siswa yang tidak hanya cerdas tetapi juga berintegritas tinggi . Lickona menekankan bahwa karakter yang kuat adalah fondasi bensi yang berkelanjutan. Di Indonesia, hal ini selaras dengan Profil Pelajar Pancasila yang memuat nilai-nilai karakter seperti ketuhanan, kebinekaan, gotong royong, dan kemandirian, yang perlu dikembangkan dalam setiap pembelajaran.
Mengintegrasikan Deep Learning dan Pembinaan Karakter untuk Menghadapi Tantangan Era Modern
Untuk menghasilkan lulusan yang kompeten dan berkarakter, berikut adalah langkah-langkah yang dapat diambil dalam pendidikan:
- Menerapkan Pembelajaran Mendalam dan Bermakna - Siswa perlu diberikan tantangan nyata yang memungkinkan mereka untuk memahami konsep secara mendalam dan relevan, seperti proyek berkelanjutan dalam bidang lingkungan atau kesehatan masyarakat.
- Mendorong Pembinaan Karakter dalam Setiap Aspek Pembelajaran - Misalnya, siswa dilibatkan dalam kegiatan sosial dan kolaboratif untuk mengasah keterampilan empati, kerja sama, dan tanggung jawab.
- Menggunakan Pendekatan Joyful Learning - Menciptakan suasana belajar yang menyenangkan melalui metode interaktif dan kolaboratif agar siswa lebih terlibat dalam proses belajar.
Kesimpulan
Deep learning dan pembinaan karakter adalah dua elemen yang sangat penting dalam pendidikan modern. Melalui mindful, meaningful, dan joyful learning, serta pendidikan karakter yang kuat, siswa akan berkembang menjadi individu yang tidak hanya kompeten tetapi juga memiliki integritas, siap menghadapi tantangan global, dan mampu berkontribusi positif di masyarakat. Dengan demikian, pendidikan tidak lagi hanya sekadar mencetak lulusan, tetapi membentuk generasi yang siap berdaya dan berkontribusi.
Referensi
- World Economic Forum (WEF), Global Skills Report 2022
- Wagner, T. (2008). The Global Achievement Gap
- National Center for Education Statistics (NCES)
- Bloom, B.S. (1956). Taxonomy of Educational Objectives: The Classification of Educational Goals
- Langer, E.J. (1989). Mindfulness
- Ausubel, D.P. (1963). The Psychology of Meaningful Verbal Learning
- Fredrickson, B.L., & Losada, M.F. (2005). Positive Affect and the Complex Dynamics of Human Flourishing
- Lickona, T. (1991). Educating for Character: How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H