Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sering di jumpai, terutama di kalangan remaja putri. Kondisi ini muncul akibat rendahnya kadar hemoglobin atau jumlah sel darah merah dalam tubuh, yang berujung pada gangguan transportasi oksigen ke jaringan. Remaja putri menjadi kelompok rentan karena perubahan fisiologis, menstruasi, dan pola makan yang tidak seimbang. Artikel ini mengkaji etiologi, patofisiologi, dampak klinis, serta strategi pencegahan dan penanganan anemia pada remaja putri. Pendekatan holistik melalui intervensi gizi, suplemen, dan peningkatan kesadaran masyarakat menjadi langkah utama dalam menangani masalah ini.
Anemia terjadi ketika kadar hemoglobin dalam darah lebih rendah dari batas normal. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), anemia menyerang sekitar 42% wanita hamil dan 30% remaja putri di dunia, dengan angka lebih tinggi di negara berkembang, termasuk Indonesia. Data dari Riskesdas 2018 menunjukkan prevalensi anemia pada remaja putri Indonesia mencapai 32%, di mana sebagian besar kasus disebabkan oleh anemia defisiensi besi (ADB).
Masa remaja merupakan periode kritis dalam siklus kehidupan, ditandai oleh pertumbuhan fisik yang pesat, perubahan hormonal, dan peningkatan kebutuhan gizi. Pada remaja putri, menstruasi menjadi faktor tambahan yang meningkatkan risiko anemia. Fungsi artikel ini untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai penyebab, mekanisme, dampak, dan strategi pengelolaan anemia pada remaja putri.
Etiologi Anemia pada Remaja Putri
1. Anemia Defisiensi Besi (ADB)
Menstruasi: Kehilangan darah selama menstruasi meningkatkan kebutuhan zat besi. Pada kasus menstruasi berat (menorrhagia), risiko ADB meningkat signifikan.
Asupan Gizi yang Tidak Cukup: Pola makan remaja sering kali rendah kandungan zat besi, terutama dari sumber hewani. Diet vegetarian yang tidak seimbang juga dapat meningkatkan risiko.
Gangguan Penyerapan: Penyakit seperti gastritis, celiac disease, atau infeksi parasit (cacingan) dapat mengurangi penyerapan zat besi.
2. Anemia Megaloblastik
Kekurangan vitamin B12 dan asam folat menyebabkan gangguan pembentukan sel darah merah yang besar dan tidak matang (megaloblastik). Pola makan yang minim konsumsi produk hewani atau sayuran hijau menjadi penyebab utamanya.
3. Infeksi Kronis dan Parasit