Mohon tunggu...
akhdy badari
akhdy badari Mohon Tunggu... profesional -

Easy & Simple

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Medan, Kota Tua yang Masih Memikat

10 Juli 2013   15:06 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:45 523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Senang hati melihat pelangi, bersama kami siap melayani".

Pantun pramugari Citilink membuka perjalanan pagi kami yang cerah menuju Medan ibukota Propinsi Sumatra Utara. Dari Terminal 1C, bandara Internasional Soekarno-Hatta, penerbangan menuju Polonia Medan ditempuh selama kurang lebih 2 jam. Bagi penggemar Bika Ambon Medan maupun pancake Durian, tentunya familiar dengan kota yang satu ini. Berbekal info dari rekan yang pernah mengunjungi Medan sebelumnya; catatan ringan sejarah Kota Medan, spot yang akan saya kunjungi nanti, tak lupa info kuliner khas Medan yang patut dicoba sudah saya persiapkan sebaik mungkin. Cuaca nan cerah selama perjalanan ditambah Pemandangan Danau Toba menambah daya tarik perjalanan kali ini. Banyak penumpang tertidur pulas, menikmati perjalanan dan sejenak melupakan macetnya Jakarta. Akhirnya,pantun penutup perjalanan kami kembali dilantunkan pramugari. "Kepasar hendak membeli manggis, melinda paling manis siap menanti anda kembali". Petualangan di Medan pun dimulai.Tujuan pertama saya adalah JW Marriot di jalan Putri Hijau Medan. Jaraknya tidak terlalu jauh dari bandara Polonia. Selama perjalanan tidak tampak kemacetan yang saya takutkan seperti di Jakarta. Suasana jalanan diramaikan oleh kehadiran Bentor yang banyak beroperasi di Kota Medan dan sekitarnya. Namun, bentor dengan motor BSA yang saya cari tidak melintas satupun. Hanya bentor dengan rangka kayu yang digandeng sepeda motor pabrikan Jepang yang lalu lalang.

Masjid Raya Medan

Tidak perlu berpikir panjang, tawaran abang bentor menuju Masjid Raya Medan langsung saya terima. Mungkin tidak jauh beda dengan naik becak, itu yang melintas benak saya. Seru juga, hanya sesekali perlu mengingatkan si abang bentor untuk tidak terlalu ngebut, apalagi ditikungan. Setelah 15 menit perjalanan dengan bentor, tibalah juga didepan halaman Masjid Raya Medan. Tips: sebaiknya tawar-menawar harga terlebih dahulu sebelum naik bentor.

Masjid Raya Al Mashun Masjid Raya Medan atau Masjid Raya Al Mashun merupakan sebuah masjid yang terletak di Medan, Indonesia. Masjid ini dibangun pada tahun 1906 dan selesai pada tahun 1909. Pada awal pendiriannya, masjid ini menyatu dengan kompleks istana. Gaya arsitekturnya khas Timur Tengah, India dan Spanyol. Masjid ini berbentuk segi delapan dan memiliki sayap di bagian selatan, timur, utara dan barat. (Sumber: Wikipedia)

Masjid Raya Al Mashun Menara Air Tirtanadi Setelah menunaikan Sholat Maghrib di Masjid Raya Al Mashun, saya coba rehat sejenak mencoba kuliner di Amaliun Foodcourt, lokasinya tidak terlalu jauh dari Masjid. Aneka pilihan makanan disajikan disini, setelah mondar mandir, pilihan pun jatuh pada Konro Bakar dan Pisang Ijo khas Makassar, nah lho!.

Setelah menunggu sekitar 40 menit, akhirnya taxi yang ditunggu datang juga. Hotspot selanjutnya adalah Menara Air Tirtanadi yang juga merupakan ikon Kota Medan. Bangunan ini didirikan pada tahun 1908 oleh Pemerintah Belanda sebagai tempat penampungan air bagi masyarakat Kota Medan. (Sumber: Wikipedia).

Bagi penggemar kuliner terutama dimalam hari, banyak pilihan yang letaknya tentu saja tidak jauh dari Menara Air Tirtanadi. Kali ini saya mencoba nasi goreng Smalam Suntuk, ada campuran daging didalamnya sehingga memberi kesan tersendiri.

[caption id="attachment_274063" align="alignleft" width="210" caption="Menara Air Tirtanadi"]

1373447939779400055
1373447939779400055
[/caption]

Nasi Goreng Smalam Suntuk Ucok Durian
Ucok Durian Jl. K.H Wahid Hasyim

Setelah menyantap sate padang di jalan Surabaya, saya pun menerobos malam demi Ucok Durian yang terkenal itu. Perjalanan dengan taxi menuju jalan K.H Wahid Hasyim/Sei Wampu dari jalan Surabaya tidak terlalu jauh. Saya pun tidak sempat mengingat rute jalan yang dilewati ketika taxi memarkirkan kendaraannya tepat disamping tumpukan durian yang begitu banyak dan aromanya tentu saja sangat menyengat. Pesta durian pun dimulai.

Tentu saja, masih banyak spot yang tidak saya kunjungi selama di Medan. Selain kesibukan, beberapa hari Kota Medan di guyur hujan sehingga mengurungkan niat untuk menjelajah lebih lanjut. Bangunan-bangunan tua khas Kota Medan tentu saja sangat menarik perhatian saya untuk di abadikan, mungkin dikesempatan berikutnya. Beberapa perjalanan saya sebelumnya, seperti ke Surabaya dan Makasar, juga dijumpai bangunan-bangunan tua bersejarah dan tidak jauh berbeda dengan di Kota Medan. HORAS.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun