Sastra merupakan imajinasi yang disampaikan dalam bentuk lisan maupun tulisan oleh sastrawan, kemudian terbentuklah sebuah karya yang dinamakan karya sastra. Ada beberapa hasil karya sastra yaitu novel, puisi, cerpen, dsb. Hasil karya sastra memunculkan beberapa tokoh penulis dan pengarang. Novel Senja di Jakarta merupakan hasil karya sastra Mochtar Lubis. Ia lahir di Padang, 7 Maret 1922, ia juga merupakan sastrawan dan juga jurnalis pada masa itu. Karena keahlian dan kemahirannya itulah yang membuat ia menjadi pemimpin majalah Masa Indonesia pada tahun 1947, majalah Mutiara, dan harian Indonesia Raya (1951-1974). Jurnalistik dan sastra menempatkan dirinya sebagai pemimpin umum dan pemimpin perusahaan majalah Horison. Tulisan-tulisan nya pernah dicekal, karena di anggap membahayakan pemerintahan. Karena terlalu membahayakan ia di penjara pada tahun 1956-1966. Sebagai sastrawan dia telah mengeluarakan beberapa karya nya seperti, Tak Ada Esok (novel, 1951), Si Jamal dan Cerita-Cerita Lain (kumpulan cerita pendek, 1951), Tanah Gersang (novel, 1966), Senja di Jakarta (novel, 1970), Kuli Kontrak (kumpulan cerita pendek, 1982), dan Bromocorah (kumpulan cerita pendek, 1983).
Novel Senja di Jakarta menggambarkan keadaan soial yang begitu sulit dan kejam. Gambaran di rangkai menjadi beberapa cerita pada setiap tokohnya. Betapa sulit menghadapi hidup di bawah tekanan dan keinganan yang tinggi, menaruh dalam-dalam harapan. Saimun adalah orang desa yang pergi ke kota bekerja untuk menyambung hidup. Ia bekerja menjadi tukang sampah, hari-harinya penuh dengan lamunan. Ketika sedang mengangkat sampah dia menyenggol seorang wanita. Saimun melamunkan wanita itu, betapa cantik raut wajah nya dan rasa ingin tau siapa dia. Lamunan nya seakan menjadi-jadi membuat dirinya yang berada di tepi jalan tersungkur dan jatuh terkena mobil yang lewat. Itam datang menghampiri Saimun, awalnya mereka berdua kesal dan seakan kesal itu tiada lagi. Mereka bermimpi orang desa yang hidupnya bahagia dengan segala kekayaan melihat mobil tersebut. Itam sama dengan Saimun dari desa dan mereka berteman. Itam adalah sosok yang pasrah terhadap apapun, karena apa yang sudah ditakdirkan oleh tuhan menurutnya. Saimun sendiri memiliki tekad yang begitu luar biasa nya. Ia ingin berusaha, pada akhirnya usaha ia terhenti melihat dirinya yang tak pantas berada di sekitar orang-orang sukses.
Jok dan Tony sedang berjalan di malam hari yang dingin menuju tempat makan. Sesampainya di tempat makan mereka memesan. Lalu, mereka duduk menuggu pesanan nya tiba. Pelayan datang membawakan makan dan minum, habislah makanan itu. Ada sekumpulan supir taksi yang ingin makan dan duduk dekat mereka. Jok dan Tony mendengar percakapan supir taksi, supir taksi mengatakan "Hari ini dapat berapa?" Teman nya menjawab "100 Rupiah". Jok dan Tony hanya mendengarkan sekilas, lalu ia berdua lekas membayar dan pergi. Jok melihat seorang kaya sedang berjalan kaki. Ia memberitahu tony berkata "Mangsa kita ton", lalu mereka beraksi mencopet. Lihai sekali mereka, namun usahanya gagal. Ternyata orang tersebut dengan cepat mengamankan dompet. Jok dan Tony kesal, karena usahanya gagal tidak membuahkan hasil. Mereka berjalan seakan melupakan semua dan Tony memberhentikan taksi. Supir taksi barusan rupanya, Jok dan Tony masuk duduk seiring bertatapan mereka kalau sudah mempunyai niat jahat, ingat supir taksi tersebut memiliki uang. Mobil berjalan semakin jauh dari kota. Tiba-tiba Tony dengan nada tinggi berkata "Berhenti!!", supir taksi memiliki perasaan tidak enak, tetap tancap gas dan tidak peduli. Jok kesal mengambil besi yang ada di bagasi belakang taksi berkata "Berhenti! Apa mau gua pukul?". Supir taksi mendengar perkataan tersebut takut dan tetap tancap gas. "Lu engga denger? Berhenti!" Tony semakin kesal "kalau engga mau berenti, ini besi di kepala lu!" Jok dengan amarah yang meluap. Tetap supir itu berjalan mencari keramaian, namun nasib supir terhenti di pukul besi itu ke kepalanya. Mobil terhempas dan jatuh kepala supir berdarah, Tony dan Jok lari keluar meninggalkan mobil. Mereka terdiam, Tony yang merasa gelisah dalam benaknya, Jok pun sama apa lagi di telah menjadi pembunuh.
 Ada seorang kusir tua bernama pak ijo. sedang mengendarai delman usang dan tua. Pak ijo yang sedang tertidur lelap dalam delman, ketika itu pula delmannya melaju dengan sendiri. Disaat itu delmannya terkejut dan berpaling, karena ada seekor anjing yang sedang mengejar kucing, lalu delman itu menabrak mobil yang sedang terparkir di pinggir. Pandangan orang tertuju pada seekor kuda menabrak mobil, lalu ada pandangan lain dari seorang yang sedang asyik makan itu berdiri menuju mobil berkata, "Hai bebal, mana matamu? Mobil saya sekarang rusak kamu bikin, mengaku salah apa tidak? Kamu ganti ini semua kerusakan!" Raden Kaslan marah. Pak ijo dengan badan lemas mencoba berbicara, akan tetapi bibirnya gemetar sudah mencoba ia berbicara sulit baginya. Lalu, Raden Kaslan berbicara "Saya panggil polisi bikin perkara, kamu ganti semuanya ini. Lihat ini!"  Ia berbicara lagi "engkau mesti ganti kerugian saya, paling sedikit seribu dua ribu rupiah!" Teriaknya menyiksa pak ijo, ketika mendengar perkataan itu pak ijo hampir pingsan. Akhirnya dia berbicara dengan suara sendu karena menangis berkata, "Saya mengaku salah tuan, tuan bunuh saja saya juga boleh, tapi saya tidak bisa ganti, saya orang miskin, saya baik dimatikan saja!" Raden Kaslan tidak berkata apa-apa, lalu menelfon polisi untuk datang. Raden Kaslan pun berbicara kepadanya "Kamu jangan lari, saya sudah panggil polisi" Pak ijo dalam hatinya sudah berprasangka buruk ketika mendengar suara letupan motor polisi yang hendak memarkir motornya. Raden Kaslan berkata kepada polisi "Dia salah sekali. Mobil saya sudah diparkir di pinggir jalan, malahan separuh naik trotoar, masih juga ditabraknya!" Inspektur polisi sudah berapa kali menangani hal seperti itu, dan baginya ini perkara biasa saja. "Saya minta ganti kerugian!" Kata Raden Kaslan.  Mendengar perkataan itu Pak Ijo tiba-tiba menjerit menangis, "Bikin mati saja saya tuan, saya orang miskin tidak punya uang sama sekali". "Bapak mengaku salah?" Tanya inspektur polisi. "Mengapa tuan, bikin mati saja saya, Tuan. Saya mengaku tidak bisa ganti kerugian. Saya orang miskin." "Mengapa kau tabrak mobil saya sudah diparkir di pinggir jalan!" Bentak Raden Kaslan. "Saya tertidur, tuan", jawab kusir tua itu dengan gemetar. "Ha, tertidur! Kusir apa kamu! Tertidur!" Marahnya tambah menjadi mendengar Pak Ijo. "Kalau kamu mau tidur, tidur di rumah, jangan di delman bikin celaka orang lain. Kenapa kamu tertidur? Bentaknya lagi. "Karena saya sakit, Tuan" jawab Pak Ijo dengan suara gemetar "Ha!" Serunya menggertak, "tertidur, sakit, kalau kamu sakit, kamu tidak boleh kerja! Mesti tinggal di rumah! Mesti berobat! Kalau begini begini kamu bikin celaka orang lain! Coba kalau kamu tabrak anak kecil sampai mati, bagaimana? Pak Ijo semakin gemetar dan berkata, "Tapi saya lapar, Tuan, dan anak saya, istri saya lapar tuan. Dari kemarin kami belum makan, Tuan". Raden Kaslan terdiam, tak percaya dan marah "Kamu bohong, sakit apa kamu?" Pak Ijo sambil menangis dan mengerang lalu membuka baju dan membukakan punggungnya. "Ini tuan, lihat!" menunjukkan dua buah bisul besar di punggungnya, merah dan gembung, kemudian ia mengangkat kain sarung dan memperlihatkan bisul besar di paha, amat mengerikan dan besar. Raden Kaslan berpaling pada inspektur polisi itu, dan berbicara seperti orang putus asa, "Bagaimana perkara ini, Tuan inspektur? Siapa yang mesti ganti kerugian saya? Siapa yang bertanggung jawab?". Pak Ijo menggigil dan ketakutan, semakin yakin bahwa ia sudah berada di akhir hidup. Akhirnya Raden Kaslan sadar, bahwa kusir tua miskin itu tidak mungkin mengganti kerusakan mobilnya. "Sudahlah," katanya pada inspektur polisi. Ia masuk kembali ke restoran, "persetan, mobil baru saja dibeli!"
Keadaan sosial tersebut kesengsaraan sekaligus penderitaan sehingga kemungkinan besar kejahatan terjadi. Saimun dan Itam orang yang miskin hidup susah, walaupun seperti itu mereka tiada niat melakukan kejahatan. Dengan pekerjaan yang serba apa ada nya, uang sedikit. Tetap berusaha untuk menyambung hidup di tengah tekanan semua. Jok dan Tony hidup mereka tidak begitu susah sebenarnya. Karena pengaruh judi Jok dan Tony rela melakukan apa saja. Kejahatan mereka buat semata untuk kesenangan berjudi. Lantas keadaan sosial seperti ini membuat pemuda seperti mereka rela melakukan apa saja demi kesenangan. Pak Ijo hidup susah dan miskin, bekerja untuk memenuhi kebetuhan keluarga. Begitu naif Pak Ijo, karena kecerobohan nya ia menghantam mobil. Orang kaya itu memarahi nya tanpa kenal kasian, karena kesalahan ia juga menjadi begitu.
Setiap tokoh memiliki cerita dan pelajaran nya masing-masing. Saimun dan Itam tidak mau berusaha lebih lagi dan bertahan dengan apa yang sudah di takdirkan. Jok dan Tony judi asyik baginya sehingga menghalalkan segala cara agar bisa berjudi. Pak Ijo pasrah dengan keadaan menerima perbuatan apa saja karena kesalahan nya. Pada akhirnya semua tidak ada salah, hanya sama. Berputus asa sebelum melakukan sesuatu dan berdiam diri saja menerima kenyataan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H