Indonesia termasuk kedalam negara dengan penghasil tembakau terbesar didunia setelah Brazil, Cina, India, USA dan Malawi. Daerah penghasil tembakau terbesar di Indonesia antara lain Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Jawa Tengah, Jawa Barat, Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, Lampung. Tembakau menjadi komoditas ekspor terbesar di Indonesia. Berdasarkan Badan Pusat Statistika (BPS) pada tahun 2021 setidaknya 7,65 juta ton tembakau diekspor ke Republik Dominika.Â
Laporan Statista mencatat setidaknya ada 121 juta perokok aktif pada tahun 2021, jumlah itu bisa meningkat 123 juta pada tahun 2030. Kementerian Kesehatan juga mencatat jumlah perokok dewasa naik 8,8 juta, pada 2011 terdapat 60,3 juta naik menjadi 69,1 juta pada 2021. Tingginya angka perokok menjadi sumber terbesar pendapatan negara. Pendapatan tersebut didapat dari cukai yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 192/PMK.010/2022 Tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Berupa Rokok Elektrik dan Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya.
Cukai rokok selalu mengalami kenaikan. Selama pemerintahan Presiden Jokowi, setidaknya terjadi 6 kali kenaikan cukai rokok. Kenaikan cukai rokok pada pemerintahan jokowi dihitung 2014 sampai 2021 mencapai 75,49. Dampak dari kenaikan cukai membuat para perokok mencari alternatif lain salah satunya rokok ilegal. Rokok ilegal adalah rokok yang diedarkan tanpa cukai. Rokok ini biasanya diselundupkan baik dari luar maupun didalam negeri. Rokok ilegal pada saat ini sangat marak dipasaran akibat dari kenaikan cukai rokok. Harganya yang sangat murah menjadi daya tarik tersendiri bagi perokok, namun banyak dampak negatifnya. Dampak bagi yang menggunakan rokok ilegal adalah zat yang terkandung didalamnya tidak diketauhi.
Dampak dari akibat rokok ilegal tidak lain adalah kerugian bagi negara. Indonesia sebagai negara yang pendapatan terbesar dari cukai rokok mengalami kerugian besar. Setidaknya potensi kerugian negara pada 2023 mencapai 40 trilyun akibat dari peredaran rokok ilegal. Petani tembakau juga dirugikan dampak dari peredaran rokok ilegal. Â
Pemerintah melakukan tindakan tegas terhadap pengedar rokok ilegal. Tindakan pemerintah dalam pemberantasan rokok ilegal dimulai dari sanksi bagi pengedarnya. Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, yang berbunyi sebagai berikut:Â
a. Pasal 54 berbunyi: "Setiap orang yang menawarkan, menyerahkan, menjual, atau menyediakan untuk dijual barang kena cukai yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau tidak dilekati pita cukai atau tidak dibubuhi tanda pelunasan cukai lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.Â
b. Pasal 56 berbunyi: "Setiap orang yang menimbun, menyimpan, memiliki, menjual, menukar, memperoleh, atau memberikan barang kena cukai yang diketahuinya atau patut harus diduganya berasal dari tindak pidana berdasarkan undang-undang ini dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
Lembaga bea cukai juga melakukan sosialisasi yang rutin demi pencegahan peredaran rokok ilegal. Secara garis ada empat ciri rokok ilegal, yaitu rokok tanpa pita cukai, rokok dengan pita cukai bekas, rokok dengan pita cukai palsu, dan rokok dengan pita cukai salah peruntukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!