Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang kaya akan SDA, dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah, komoditas sumber daya alam mentah Indonesia menjadi daya tarik tersendiri bagi negara-negara maju untuk meraup keuntungan dari sumber daya alam Indonesia yang melimpah.Â
Penjajahan yang dilakukan Belanda dan VOC menjadi salah satu bukti, betapa kaya negara kita akan sumber daya alam. Namun kita sadari bersama, hingga saat ini negara kita masih dijajah secara tidak langsung.Â
Aturan-aturan yang ditetapkan WTO (World Trade Organization) atau yang biasa dikenal Organisasi Perdagangan Dunia, hingga saat ini masih menjadi polemik dengan aturan-aturan ekspor yang justru lebih menguntungkan negara maju.Â
WTO menjadi alat bagi negara-negara maju, untuk mengeruk kekayaan alam negara berkembang, kemudian menjadikan barang jadi dengan nilai jual yang lebih tinggi kepada negara pengekspor sumber daya alam tersebut.
Pada tahun 2020, Presiden Jokowi mengambil langkah berani dengan menghentikan ekspor bijih nikel mentah. Hal tersebut menjadi suatu gerakan yang baik untuk mulai menghentingkan pengeksporan sumber daya alam mentah. Bentuk penjajahan negara maju dapat terlihat dari langkah yang diambil Indonesia saat itu, Uni Eropa menggugat Indonesia terkait penghentian ekspor bijih nikel kepada WTO, namun seperti pada dasarnya WTO menjadi alat sebagai negara-negara maju untuk mendapatkan keuntungan. Indonesia dinyatakan kalah dalam gugatan yang diajukan Uni Eropa kepada WTO untuk Indonesia, dalam polemik penghentian ekspor bijih nikel.
Bahkan, hingga saat ini polemik tersebut masih berlanjut sebagai bentuk perlawanan Indonesia untuk mengajukan banding pada WTO. Langkah-langkah untuk berani menjadikan Indonesia menjadi negara maju adalah dengan menghentikan ekspor sumber daya alam mentah secara besar-besaran, dan berani untuk melawan negara-negara maju terkait gugatan mereka yang mungkin saja akan terus berlangsung.
Gugatan Uni Eropa kepada WTO terkait penghentian ekspor bijih nikel, sebenarnya menjadi gambaran tersendiri bagi Indonesia. Sumber daya alam mentah yang diekspor Indonesia selama ini menjadi incaran negara-negara maju untuk mendapatkan bahan mentah murah, dengan harga yang sudah ditetapkan WTO.Â
Bayangkan saja jika suatu negara mendapatkan bahan mentah dengan harga murah, kemudian mereka mengolahnya menjadi barang siap pakai dengan harga yang lebih mahal. Maka, kesenjangan antara negara-negara maju dengan negara berkembang akan terus berjarak. Pemberhentian sumber daya alam mentah harus menjadi perhatian khusus, untuk meningkatkan nilai ekonomi Indonesia menuju Indonesia Emas 2045.
Pemberhentian ekspor sumber daya alam mentah harus terus digaungkan oleh pemerintah terhadap sumber daya alam lainnya seperti minyak bumi, bauksit, batu bara, hingga timah. Pemberhentian ekspor sumber daya alam mentah ini juga harus didukung dengan SDM (Sumber Daya Manusia) sekaligus alat yang memadai untuk mengolah sumber daya alam yang ada. Selama ini negara kita mengekspor sumber daya alam tersebut, sebab ketidaktahuan pemerintah untuk mengolahnya.Â
Nilai ekspor yang meningkat tentunya akan memberikan pendapatan devisa yang lebih besar bagi negara kita. Namun, apabila kita mengekspor barang seperti bijih nikel mentah kepada negara lain misalnya negara Jepang, kemudian negara tersebut menjual barang jadi seperti sendok, wajan, atau garpu dengan harga akumulasi yang lebih tinggi dan mengekspor kembali kepada negara kita. Hal tersebut tentunya memberikan kerugian yang besar bagi negara kita.Â
Oleh karena itu, jika Indonesia ingin menuju sebagai negara maju, maka pemerintah harus berani untuk mengambil langkah dalam menghentikan ekspor sumber daya alam mentah untuk dapat diolah di negara sendiri. Langkah tersebut nantinya akan memberikan dampak positif dengan membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat, sekaligus meningkatkan nilai ekspor barang siap pakai untuk dapat diimpor kepada negara luar.
Sumber daya alam Indonesia harus menjadi tuan rumah di negaranya sendiri, dengan mengolah dan memanfaatkannya menjadi barang siap pakai, maka dengan begitu akan meningkatkan nilai ekonomi negara. Kita ketahui bersama, dengan adanya bonus demografi yang akan dihadapi Indonesia, harus mampu dimaksimalkan oleh pemerintah untuk membentuk sumber daya manusia yang unggul, agar nantinya kekayaan alam di Indonesia dapat dimanfaatkan dan diolah dengan baik. Selain itu, didukung pula dengan alat produksi yang memadai untuk mengolah kekayaan alam di Indonesia.
 Peningkatan nilai produksi sumber daya alam mentah di Indonesia, untuk diproduksi menjadi barang siap pakai, nantinya akan meningkatkan nilai ekonomi yang berkelanjutan bagi Indonesia. Selain itu, angka pengangguran di dalam negara juga akan menurun, karena terciptanya lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat untuk dapat bekerja mengolah dan memproduksi sumber daya alam mentah yang berasal dari negara kita sendiri. Peningkatan pendapatan per-kapita akan meningkat apabila lingkup perekonomian dapat memanfaatkan sendiri sumber daya alam mentah menjadi barang siap pakai, dengan begitu peningkatkan produksi dalam negeri dan nilai jual dalam negeri maupun luar negeri (impor) juga dapat meningkat.Â
Menyedihkan apabila kita melihat suatu barang "Made by China", "Made by Europe", padahal kebutuhan pokok dalam pembuatan suatu barang tersebut berasal dari negara kita. Misalnya saja pembuatan sendok, garpu, atau alat makan lain, masih sering kita menemukan pembuatan barang tersebut berasal dari negara lain, yang kemudian dijual kembali ke negara kita dengan harga jual yang lebih tinggi. Sedangkan, bijih nikel yang menjadi kebutuhan pokok pembuatannya berasal dari negara kita. Kita ketahui, Indonesia sebenarnya sudah mampu untuk mengolah dan memproduksi sumber daya alamnya sendiri.Â
Hal ini terbukti, dari keberanian pemerintah untuk menghentikan ekspor bijih nikel pada tahun 2020 yang membuat nilai produksi pengolahan nikel meningkat dan membuat negara-negara pengimpor bijih nikel dari Indonesia, menuntut Indonesia untuk mengekspor kembali bijih timah melalui WTO (World Trade Oganization).
Pemberhentian ekspor sumber daya alam mentah, harus berani untuk terus dilakukan oleh Indonesia. Walaupun, tantangan berat untuk menghentikan eskpor tersebut cukup berat akibat tekanan-tekanan negara luar dan aturan-aturan perdagangan internasional yang lebih condong kepada negara maju. Selain itu, keberanian untuk menghentikan pengeksporan sumber daya alam mentah, juga harus diikuti dengan penyediaan alat-alat produksi yang memadai, untuk dapat dijadikan barang siap pakai dalam meningkatkan nilai perekonomian kita. Peningkatan nilai ekonomi inilah yang akan membawa dampak terhadap kemajuan bangsa. Surplus dari hasil produksi-produksi dalam negeri nantinya dapat dialokasikan tidak hanya untuk peningkatan ekonomi. Lebih dari itu, peningkatan pendidikan, sosial, budaya, hingga pariwisata.Â
Misalnya di bidang pendidikan, dengan adanya peningkatan alokasi yang berasal dari surplus produksi yang dihasilkan oleh sumber daya alam negara kita dapat meningkatkan mutu dan kualitas di bidang pendidikan, apalagi didukung dengan bonus demografi yang akan dialami Indonesia. Hal tersebut tentunya akan menciptakan bibit-bibit unggul untuk nantinya dapat menyongsong Indonesia Maju 2045. Begitu pula dengan sektor-sektor lainnya, dengan penghentian ekspor dan produksi sumber daya alam mentah Indonesia yang memadai, maka "Indonesia Maju 2045" bukan hanya sekadar mimpi belaka, melainkan menjadi sesuatu yang akan benar-benar terjadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H