Mohon tunggu...
Akhdan
Akhdan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya sangat senang bercerita, semoga kamu senang membacanya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Diam

3 Juli 2023   10:43 Diperbarui: 3 Juli 2023   10:43 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dari tempatku terdengar keras sekali wanita itu berteriak, aku hanya diam dan mendengar wanita itu. Namun, semakin kesini semakin kencang aku mendengar, lantangnya suara wanita itu berbicara. Menurutku wanita yang berani, tetapi kala itu aku lebih suka berdiam diri dan menyelesaikan pekerjaanku dengan cepat.

"Diam saja, fokus pada pakerjaanmu" ucap teman kerjaku

"Aku memang akan diam. Aku masih cukup dari tempat ini" jawabku kepada temanku

Waktu kerjaku usai, aku segera kembali pulang ke rumah. Wanita itu tetap berdiri di depan ruangan bersofa mahal dengan pendingin ruangan yang tidak ada di tempat kerja kami. Kutinggalkan dia dengan diam tanpa menghiraukannya.

"Hei kamu, mau sampai kapan kamu akan diam?" teriaknya secara tiba-tiba kepadaku

"Maaf, aku akan segera pulang, anak-anakku menunggu" jawabku kepadanya

Esok hari, di tengah keramaian orang di jalan menuju tempat kerjaku, aku kembali melihat wanita itu. Hancur seluruh tubuh nya, tak berbekas siapa pelakunya, dan tak kudengar lagi suara lantang dia berbicara. Mulutnya kini tertutup, dan kini aku melihat tatapan orang-orang yang terheran melihat tubuh tergeletak itu.

Ketika sampai di tempat kerjaku, kulihat mereka marah sekali karena hari itu wanita itu tergeletak dan tak bersuara kembali. Ada ibu yang membawa anaknya, ada seorang ayah dengan badannya yang lusuh, ada wanita dengan kepalanya yang sudah tak berambut. Aku benar-benar bingung dengan kejadian ini.

"Bersuara akan membuatmu diam" ucap teman kerjaku yang berada di sebelahku saat ini

"Suara wanita itu sekarang benar-benar tidak akan pernah kita dengar lagi" jawabku lesu

Pada hari itu, kini aku tertunduk dengan semua pekerjaanku kembali, upahku justru diturunkan oleh orang berdasi tersebut. Kini, aku mengerti wanita itu hanya ingin bersuara, dia tidak ingin diam, dia ingin hidup lebih baik. 30 tahun kemudian dengan kulit keriputku, aku masih menatap fotonya, suaranya masih terus terdengar, dia tidak pernah benar-benar diam. Hari ini jauh lebih baik, "terimakasih" ucapku, pada foto yang sedang kulihat. Ku tutup layar ponselku untuk melihat artikel "Menolak Lupa Marsinah".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun