Seminggu yang lalu mungkin menjadi hal yang paling menegangkan bagi para praktisi ekonomi, dimana perekonomian Indonesia dengan bukti nyata mengenai nilai tukar rupiah yang anjlok terhadap dolar. Nilai tukar rupiah terhadap dolar pun hampir menembus batas Rp.15.000,- yang dikhawatirkan akan terulangnya kejadian krisis moneter 1998. Jatuhnya rupiah terhadap dolar dikarenakan belum adanya keputusan bank sentral AS (The FED) dalam menetapkan suku bunga yang membuat para investor dolar enggan menaruhnya ke Indonesia. Penyebab lainnya, kurangnya investasi dolar ke dalam negeri yang membuat kelangkaan dolar sehingga nilai dolar meroket. Jatuhnya nilai mata uang bukan hanya terjadi di Indonesia, bahkan negara lain lebih parah keadaannya seperti Malaysia.
Jatuhnya nilai tukar rupiah langsung ditanggapi oleh pemerintahan Jokowi yang berupaya membuat rupiah tidak anjlok bahkan menguat seperti keadaan sebelumnya. Sejak awal September, pemerintah Jokowi sudah mengeluarkan paket kebijakan hingga tahap ketiga. Paket kebijakan pertama, pemerintah menyusunnya bersama Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Paket dimaksudkan untuk menciptakan kondisi ekonomi makro yang kondusif. Paket kebijakan kedua, pemerintah membuat peraturan yang memudah investor asing masuk. Paket kebijakan ketiga terdapat dua poin besar yaitu mengenai penurunan tarif atau harga dan penyerdeharnaan izin pertanahan, bidang pertanahan untuk kegiatan menanam modal.
Dengan adanya paket kebijakan ekonomi yang dibuat oleh pemerintah perekonomian Indonesia mengalami penguatan signifikan dibandingkan dengan negara lain. Semua paket kebijakan bertujuan memudahkan masuk investasi yang akan mendukung pembangunan dalam negeri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H