Mohon tunggu...
Akbar Rasyid
Akbar Rasyid Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berkaca dari Toleransi Lintas Agama di Bali

10 Maret 2019   15:19 Diperbarui: 10 Maret 2019   15:29 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : kompas.com

Beberapa kampung muslim hingga kini bisa ditemukan di Pulau Dewata. Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Kementerian Agama RI, tahun lalu mengisahkan perjalanan mereka ke kantong-kantong warga muslim di Bali. Misalnya Kampung Loloan, Jembrana. Kampung berjarak sekitar 90 kilometer dari Kota Denpasar ini, sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai pedagang dan nelayan. Tak heran, penduduk daerah ini bermula dari kedatangan sejumlah pasukan Bugis sekitar empat abad silam.

Kampung Loloan dikenal sebagai pemukiman umat Islam terbesar di Kabupaten Jembrana. Hubungan baik antara penganut Islam dan Hindu di Bali yang  telah terjalin sejak lama, menjadi penyebab penguasa Jembrana saat itu, I Gusti Arya Pancoran, mengizinkan kelompok Bugis-Melayu menempati daerah Loloan.

Kisah lain bisa ditemukan di Kampung Pegayaman, Buleleng. Kehidupan sehari-hari masyarakat muslim disini, tak ubahnya kehidupan di Bali pada umumnya. Hanya bentuk rumah ibadah yang jelas berbeda. Inilah keunikannya, simbol-simbol adat Bali seberti Subak, Seka atau Banjar, tetap hidup dengan baik di lingkungan kelompok muslim.

Kalau di Bali saja bisa seperti itu, kenapa di daerah lain tidak? Dari awal berdirinya, Indonesia sudah terdiri dari berbagai suku, adat, budaya, dan agama. Tak elok rasanya jika sekarang ada yang masih memaksakan bahwa hanya agamanyalah yang paling benar dan harus ditegakkan di bumi Indonesia. Agamaku agamaku, agamamu agamamu. Mari kita jaga kebhinekaan Indonesia sebagai warisan luhur para pendahulu kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun