Buku kumpulan puisi berjudul Ikan Adalah Pertapa karangan Ko Hyeong Ryeol. Ko Hyeong Ryeol, pria kelahiran Kota Sokcho, Provinsi Gangwon Korea pada tanggal 8 November 1954. Buku Ikan Adalah Pertapa ini merupakan buku dari hasil terjemahan dengan judul aslinya
" " Pada Saat Merenung Hal-Hal Kuno. Buku antologi Ikan Adalah Pertapa ini terbit pada 5 April 2023 yang diterbitkan oleh penerbit Kepustakaan Populer Gramedia
dengan tebal 282 halaman.
Buku antologi Ikan Adalah Pertapa adalah hasil terjemahan dan masuk dalam kategori buku antologi puisi dwi-bahasa yakni bahasa Indoenesia - Korea yang dilakukan oleh Kim Young Soo dan Nenden Lilis Aisyah. Kim Young Soo merupakan Profesor sekaligus tokoh penerjemah karya sastra Komunitas SISAN Korea Selatan dan SKSP Indonesia. Sementara itu, Nenden Lilis Aisyah merupakan penyair sekaligus dosen di Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra (FPBS), Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Keduanya tercatat pernah menerjemahkan antologi lain, salah satunya Orang Suci, Pohon Kelapa Kumpulan Sajak, Choi, Jun, 2019, Jakarta, KPG (Kepustakaan Populer Gramedia).
Â
Ko Hyeong Ryeol, pria kelahiran Kota Sokcho, Provinsi Gangwon Korea pada tanggal 8 November 1954. Pada tahun 1979 Ko Hyeong Ryeol memulai debutnya dalam dunia sastra melalui puisi Chuangtzu di majalah sastra Hyundaemoonhak.
Buku antologi puisi pertamanya berjudul Perkebunan Semangka Puncak Daechong yang terbit pada tahun 1985. Secara aktif kemudian ia menerbitkan buku-buku selanjutnya yang berjudul antara lain Bunga Embun Beku dan Buddha Salju. Kemudian buku antologi puisi dalam kategori ekologi atau yang berhubungan dengan alam seperti Bagaimana Kabarnya Kota Seoul, Aku tidak berada di Candi Erdene Zuu dan Pada Saat Merenung Hal-hal Kuno. Setelah itu Ko Hyeong juga menerbitkan buku antologi puisi Anak Kembar Samudera bersama penyair Mai Van Phan asal Vietnam.
Selain menerbitkan buku kumpulan puisi, Ko Hyeong juga merancang antologi sebelas penyair Asia yang berjudul Betapa Jelasnya Makhluk yang Kecil. Selain buku-buku antologi puisi tadi, Ko Hyeong juga menerbitkan sejumlah esai, yang pertama adalah esai Mercu Suar dan Tanduk yang dibuat dengan usaha untuk mencoba menyembuhkan dan merefleksikan diri sendiri yang terjebak dalam waktu. Bisa dilihat secara kasar bahwa baik esai maupun antologi puisi yang dibuat oleh Ko Hyeong ini berkutat dalam ranah perjuangan manusia, seputar humaniora atau nilai kemanusaiaan yang terkandung di dalamnya. Lihat bagaimana Ko Hyeong yang pernah membuat sebuah puisi yang panjang dengan judul "Little Boy" yang menggambarkan kehancuran dan kesengsaraan akibat jatuhnya bom di Hiroshima. Nilai perjuangan tersebut tidak berhenti sampai di situ, Ko Hyeong sampai pernah dibawa dan diselidiki secara paksa oleh markas besar kepolisian atas tuduhan ide puisinya yang berbau anti pemerintah.
Sinopsis umum buku antologi penerjemahan dalam bahasa Indonesia yang berjudul Ikan Adalah Pertapa memuat seleksi 60 buah puisi asli dari antologi dalam bahasa Korea yang berjudul Pada Saat Merenung Hal-hal yang Kuno (Pilihan Puisi 444, tahun 2020, @changbi).
"Membaca puisi-puisi penyair Ko Hyeong Ryeol, kita seperti berhadapan dengan kilatan-
kilatan gagasan yang hinggap di satu objek tertentu, lalu melompat ke entitas yang lain." ---Maman S. Mahayana (Penyair, Kritikus Sastra, Ketua Yayasan Hari Puisi)
"Puisi-puisi penyair Ko Hyeong Ryeol sebenarnya bagai satu lampu yang memancarkan
cahaya ke berbagai arah. Artinya, setiap satu puisi tidak selalu hanya memiliki satu maksud. Setiap tanda dalam puisi-puisi tersebut memiliki makna ke berbagai arah. Puisi-puisi itu, setiap dibaca, selalu menimbulkan makna baru. Betapa kayanya." ---Nenden Lilis Aisyah (Penyair, Dosen di Universitas Pendidikan Indonesia).
Hyeong Ryeol membagi buku antologi puisinya ke dalam empat bagian dengan masing- masing bagian berisi lima belas puisi. Dari banyaknya bagian dan puisi yang ditulis oleh Ko Hyeong, mari kita lihat satu puisi dari segi realitas serta kebahasaannya. Akan saya kutip puisi Ko Hyeong dengan judul "Di Dalam Dunia Korupsi". Ko Hyeong menggambarkan dalam puisinya bagaimana praktik korupsi tanpa menyebutkan nama di sebuah negara bekerja. Korupsi dianggap sebagai hal yang lumrah dengan penggunaan diksi "kemurnian". Sejatinya diksi "kemurnian" dianggap sebagai sebuah hal yang menunjukan makna positif, dalam hal ini Ko Hyeong menggunakannya untuk menggambarkan bagaimana praktik korpusi memang sudah menjadi hal biasa, ditambahkan pula dengan analogi kehidupan berjalan sejalan korupsi itu kian meningkat. Bahkan, setiap harinya korupsi itu berjalan bagai susu yang diantar bersama koran pagi tiap harinya. "Setiap pagi susu diantar bersama koran pagi" kalimat penutup bagaimana Ko Hyeong menggambarkan praktik korupsi.
Salah satu keutamaan puisi karya Ko Hyeong Ryeol lainnya terletak pada penggunaan bahasa yang indah dan padu. Puisi yang ditulis oleh Ko Hyeong mampu menggambarkan realitas perasaan dan pengalaman manusia yang benar-benar dalam dan mampu membuat para pembaca setidaknya saya diguncang atau disentuh relung emosi jiwanya. Dalam buku ini, penyair membuka dunia pemikiran metafisik, Ko Hyeong berusaha mencari hakikat, keberadaan dunia, realitas dari fenomena yang dialaminya atau dilihatnya yang disajikan secara puitis yang ringan namun serius serta mampu memunculkan imajinasi para pembaca yang membaca tiap bait puisi Ko Hyeong. Penyair dalam puisi-puisinya tersebut memperlihatkan bahwa Ko Hyeong memimpikan dunia yang ideal di luar realitas irasional yang penuh dengan kecemasan dan rasa sakit. Hal ini bisa dilihat dari kutipan puisi yang berjudul "Sebuah Puisi Yang Tak Dapat Ditulis"
Hari ini di Stasiun Oksu, aku pindah kereta dengan jalur lungang karena segan bertemu dengan mereka
Pemuda-pemudi yang berdiri sampai stasiun terakhir mengatakan: tunawisma
jalanan punya pendapatan luar biasa, jangan berikan apapun pada pengemis
karena mereka tidak bekerja
("Sebuah Puisi Yang Tak Dapat Ditulis", Ryeol, hlm. 60)
Berbagai macam interpretasi dan makna coba dicerna pembaca buku antologi Ikan Adalah Pertapa karya Ko Hyeong ini. Pun, saya sendiri sebagai mahasiswa bahasa yang memiliki interpretasi tersendiri dalam memaknai tiap bait dari puisi yang ditulis oleh Ko Hyeong ini. Namun, ada satu hal yang perlu amat diperhatikan bahwasanya tiap puisi, bahkan esai yang ditulis oleh Ko Hyeong ini mencakup permasalahan-permasalahan realitas yang ada di negaranya, yakni Korea Selatan. Ko Hyeong menggambarkan keadaan negaranya pun bahkan keadaan negara- negara yang pernah ia kunjungi dalam bentuk prosa/puisi. Dari situlah pembaca mesti memiliki pengetahuan di luar konteks puisi itu sendiri yaitu pengetahuan seputar keadaan sekitarnya, bahkan negaranya sendiri. Bukan hanya persoalan ilmu bahasa saja, membaca karya-karya Ko Hyeong yang mengangkat realitas secara nyata dalam puisi juga diperlukan mata analisis eksternalnya dalam sebuah karya sastra. Begitulah sekiranya yang saya tangkap dari sedikitnya puisi yang termaktub dalam karya Ko Hyeong Ryeol.
Kembali pada penilaian yang semestinya dilakukan, buku antologi puisi Ikan Adalah Pertapa memang sudah memiliki hasil buku terjemahannya yang berbahasa Indonesia, jadi akan mudah memahami nya jikalau ditinjau dari segi bahasanya. Namun, akan berbeda apabila dipahaminya melalui konteks estetika atau nilai keindahan dari sebuah puisi itu sendiri karena melihat dari analisis di paragraf di atas yang menyebutkan bahwa akan banyak sekali interpretasi yang muncul dari berbagai sudut pandang para pembaca masing-masing, namun tentu itulah nilai keindahan di mana sebuah puisi dapat merefleksikan suatu fenomena dengan sebuah kata-kata.
Oleh Akbar Ramdani Haerudin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H