Mohon tunggu...
Akbar Ramadhan
Akbar Ramadhan Mohon Tunggu... Penulis - Periset dan Content Writer Validnews.id

Akbar Ramadhan merupakan lulusan S1 Ekonomi Pembangunan, Universitas Airlangga. Saat ini, bekerja di Validnews.id sebagai Periset dan Content Writer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Napak Tilas Pergeseran Budaya Maritim ke Agraris di Indonesia

16 Januari 2024   10:00 Diperbarui: 16 Januari 2024   17:02 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mulai abad 13, Sriwijaya mulai kehilangan tajinya di pergulatan maritim dunia. Hingga pada 1377, kerajaan tersebut benar-benar runtuh, salah satunya disebabkan oleh persaingan dengan Majapahit.

Robohnya kejayaan dan hilangnya eksistensi Sriwijaya dari peta dunia, menjadi peluang Majapahit untuk menjadi suksesor Sriwijaya sebagai penguasa lautan Nusantara.

Sejak 1290-an, Majapahit berjaya menguasai jaringan perdagangan di Asia Tenggara, mulai dari Semenanjung Malaya hingga Kepulauan di Indonesia, seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Kepulauan Maluku.

Tak hanya Asia Tenggara, Majapahit juga mampu melebarkan sayapnya ke beberapa negara Asia dengan menjalin hubungan diplomatik dan perdagangan dengan kerajaan-kerajaan yang ada di Korea, Tiongkok, Sri Lanka, dan Jepang.

Kejayaan maritim Kerajaan Majapahit berlangsung hingga awal abad 14. Hingga akhirnya runtuh pada 1389 pada masa kepemimpinan Raja Hayam Wuruk.

Pasca runtuhnya Kerajaan Majapahit, tak ada satu pun kerajaan-kerajaan di Nusantara yang mampu menjadi kekuatan maritim dunia. Meski begitu, budaya maritim masih eksis di Nusantara setidaknya hingga abad ke-17. Lalu, mulai memudar ketika Belanda menancapkan kukunya di Nusantara.

Pudarnya Budaya Maritim

Sejak masuknya VOC ke Indonesia hingga kekuasaan kolonial Belanda, budaya maritim di Nusantara semakin memudar. Misalnya di Pulau Jawa, Perjanjian Giyanti antara Belanda dan Kesultanan Mataram mendorong terciptanya monopolisasi perdagangan oleh Belanda.

Monopolisasi tersebut menyebabkan kegiatan distribusi berupa pelayaran kargo sepenuhnya dikuasai Belanda. Bahkan, pelabuhan-pelabuhan besar di Nusantara juga turut dikuasai. Dengan demikian, kegiatan maritim dan ruang lingkup masyarakat Nusantara di laut kian terbatas dan lambat laun menurunkan semangat dan jiwa maritim Masyarakat.

Mengutip dari laman resmi Universitas Gadjah Mada (24/8/22), Laksamana Madya TNI, Harjo Susmoro dalam kuliah umum yang bertajuk "Strategi Keamanan Nasional Menuju Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia", Rabu, 24 Agustus 2022, mengatakan bahwa adanya ekspansi bisnis perkebunan yang digalakkan pemerintah kolonial Belanda, yang berbarengan dengan itu dijalankan sistem kerja rodi yang tidak berprikemanusian, semakin menghilangkan budaya maritim masyarakat Indonesia dan mengubah nilai budaya tersebut menjadi budaya agraris.

"Selama penjajahan  tidak hanya kekayaan alam kita yang dikuras tapi jiwa, semangat dan karakter rakyat yang sebagian besar bahari diubah menjadi agraris," ujar Harjo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun