Mohon tunggu...
akbar rabsanjani
akbar rabsanjani Mohon Tunggu... Atlet - mahasiswa

saya akbar rabsanjani nugraha yang lahir di bulan juni tanggal 12 pada tahun 2003. saya memiliki hobi berolahraga

Selanjutnya

Tutup

Financial

Fenomena Jatuhnya Bank Besar Amerika Serikat

16 Juni 2023   14:42 Diperbarui: 16 Juni 2023   15:13 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fenomena Jatuhnya Bank Besar Amerika Serikat, Serta Bagaimana Dampaknya Terhadap Indonesia ?

Silicon Valley Bank (SVB) dinyatakan bangkrut dan ditutup oleh Federal Deposit Insurance Corporation pada 3 Maret 2023 kemarin. Bank terbesar ke-16 di Amerika tersebut resmi bangkrut hanya 2 hari setelah berencana menghimpun dana untuk menambah modal. Serta disusul dengan 2 bank lainnya yaitu Silvergate Bank dan Signature Bank. 

SVB dan Signature memiliki kumpulan nasabah yang berbeda: SVB melayani sebagian besar perusahaan start-up, sementara Signature Bank adalah bank komersial yang berfokus pada nasabah korporat. Namun, Departemen Keuangan Federal Reserve dan Federal Insurance Deposit Corporation (FDIC) membuat nasabah tidak akan kehilangan uang mereka. Langkah tersebut diambil agar dapat meyakinkan masyarakat yang khawatir mengenai sistem perbankan saat ini. 

Sejak 2022 kemarin, Federal Reserve sangat agresif dalam menaikkan suku bunga untuk memperlambat laju inflasi di Amerika, hal tersebut yang menjadi penyebab utama kolapsnya beberapa bank di Amerika. Ketika bank mulai kesulitan mencari keuntungan bahkan beberapa mengalami kerugian, di waktu yang bersamaan masyarakat yang mengetahui hal tersebut menjadi panik dan berakibat pada krisis uang tunai pada bank.

Kejadian yang terjadi pada Silicon Valley Bank menjadi kebangkrutan bank terbesar di Amerika sejak krisis keuangan pada 2008. Federal Reserve pun tentu akan lebih berhati-hati terhadap menaikkan suku bunga untuk menghindari dampak yang berkelanjutan. 

Bagaimana Pengaruhnya Terhadap Indonesia?

 Kepala Ekonom BCA David Sumual menjelaskan, kebangkrutan SVB di AS, hanya sedikit pengaruhnya ke volatilitas pasar modal global, terutama Indonesia. Sebab respon otoritas kebijakan Amerika yang cepat turun tangan meminimalisir dampak negatif pada pasar keuangan global.

kolapsnya SVB tidak akan berdampak secara langsung ke perekonomian di Indonesia, karena SVB tidak mempunyai hubungan secara langsung dengan perusahaan perbankan, start up, dan lainnya di Indonesia. Namun, Kolapsnya SVB hanya akan menyebabkan investor cenderung lebih berhati-hati dan selektif untuk mendanai start up di kondisi perekonomian yang saat ini masih abu-abu. Akan terjadi potensi penurunan dari sisi nilai pendanaan perusahaan start up di Indonesia akibat sentimen negatif dari kejadian kebangkrutan SVB ini. 

Secara umum kinerja bank besar di Indonesia berbeda dengan SVB dikarenakan model perbankan di Indonesia terbilang tidak rumit bahkan bisa dibilang masih tradisional sehingga tidak terkorelasi dengan dunia internasional. Bank besar di Indonesia mayoritas memiliki likuiditas yang cukup kuat serta tidak bergantung pada satu jenis nasabah. Angka liquidity coverage ratio (LCR) bank-bank utama RI berada di atas 150%, di atas batas minimum 100%. OJK juga mencatat pemberian pinjaman atau kredit sektor perbankan sepanjang 2022 mengalami pertumbuhan. Pada sektor pembiayaan mengalami pertumbuhan sebesar 13,5%, sedangkan sektor perbankan juga tumbuh diatas 10%. Pertumbuhan kredit juga diperkirakan akan tetap tumbuh pada kisaran 10-12% pada 2023 dan 2024. 

Setelah terjadinya krisis keuangan pada tahun 1998, Indonesia telah bertransformasi melakukan berbagai langkah-langkah yang mendasar dalam rangka penguatan kelembagaan, infrastruktur hukum dan penguatan tata kelola serta perlindungan nasabah yang telah menciptakan sistem perbankan yang kuat, resilien dan stabil. 

Hal tersebut tercermin dari kinerja industri perbankan yang terjaga baik dan solid serta tetap tumbuh positif di tengah tekanan gejolak perekonomian domestik dan global yang selama ini berlangsung.  

Bank Indonesia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 tetap kuat pada kisaran 4,5-5,3% dan akan terus meningkat menjadi 4,7-5,5% pada 2024. Pertumbuhan tersebut didukung oleh adanya konsumsi swasta, investasi, dan tetap positifnya kinerja ekspor di tengah pertumbuhan ekonomi global yang melambat.

Kasus SVB dapat menjadi pelajaran penting terkait concentrated risk serta risiko dari kepemilikan obligasi di hatusektor perbankan, yang bila tidak dikelola dengan baik, berpotensi mendorong krisis likuiditas perbankan. Apa yang terjadi pada SVB setidaknya dapat menjadi studi kasus untuk para pengambil kebijakan moneter dan keuangan di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun