Hukum Perkawinan di Indonesia
Akbar Putra Pangestu Putra Pratama
UIN Raden Mas Said Surakarta
Akbarpangestu261@gmail.com
Pendahuluan
Buku yang akan saya review kali ini berjudul Hukum Perkawinan di Indonesia,di tulis oleh bpk. Umar Haris Sanjaya dan bpk. Aunur Rahim Faqih.buku ini memiliki halaman 205 halaman yang terdiri atas 5 bab pembahasan.sesuai dengan judul,buku ini membahas tentang hal-hal apa saja yang termasuk kedalam ruang lingkup hukum perkawinan.
Buku Hukum Perkawinan Islam Indonesia, buku seri ini disusun untuk mahasiswa Fakultas Hukum, Fakultas Sastra, mahasiswa fakultas lain yang sejenis, baik negeri maupun swasta. Isi dan penyuntingan buku ini dimaksudkan untuk membantu mahasiswa hukum dan masyarakat memahami hukum perkawinan, khususnya perkawinan, dari perspektif hukum Islam Indonesia. Buku ini juga dapat digunakan oleh para dosen perguruan tinggi agar dapat bekerja lebih efektif dalam sumber-sumber pelengkap.Â
Dengan membaca buku ini, pembaca akan mengetahui kompetensi apa yang disajikan penulis di setiap bab. Seperti pada Bab I, pembaca juga dapat memahami dan mengetahui kisah lahirnya hukum perkawinan. Pada Bab II pembaca akan memahami pengertian perkawinan, tujuan perkawinan, asas perkawinan, sebab-sebab perkawinan, undang-undang dan sumber-sumber perkawinan di Indonesia. Pada Bab III, penulis ingin menjelaskan tentang dasar-dasar perkawinan dan syarat-syarat akad nikah, harta perkawinan,
Sejarah singkat hukum perkawinan di Indonesia
Jika berbicara tentang hukum perkawinan Indonesia, maka pemeriksaan menurut Bab haruslah merupakan pemeriksaan perkawinan berdasarkan Hukum Indonesia . Di Indonesia sendiri, hukum perkawinan semula muncul sebagai pluralitas ketentuan perkawinan,1 bahkan setelah Indonesia merdeka . Ada 5 kategori dalam undang-undang yang secara khusus mengatur hal-hal yang berkaitan dengan perkawinan bagi warga negara Indonesia. Kategori ini didasarkan pada tiga kelompok penduduk seperti kelompok Eropa, kelompok Timur Asing, kelompok pribumi, yang kemudian dibagi menjadi:
- Hukum perkawinan bagi golongan eropa dan timur asing
- Hukum perkawinan bagi golongan pribumi dan timur asing yang memeluk agama Islam
- Hukum perkawinan bagi golongan pribumi yang memeluk agama kristen
- Hukum perkawinan bagi golongan bukan pemeluk agama Islam maupun kristen
- Hukum perkawinan bagi golongan yang melakukan perkawinan campuran.
 Perdebatan hukum perkawinan mengalami pasang surut dalam . kasus yang melibatkan nilai-nilai Islam dalam melakukan . perkawinan. Usulan pemerintah untuk RUU Perkawinan sebenarnya tetap mengutip KUH Perdata (burgelijk wetbook). Bahkan, ada beberapa artikel di mana diterjemahkan dengan jelas dari Burgelick Wetbook dan dari Huwelisk Ordonantie Christen Inlanders. Semua itu menimbulkan pertentangan dari kalangan sarjana dan masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam, bahwa RUU bertentangan dengan Pasal 29 (1) UUD yang mengatur tentang kebebasan beragama. Pertentangan tersebut didasarkan pada materi normatif RUU tentang Perkawinan. , yang jauh dari konsep Al-Quran. Sering dikutip perjanjian kebendaan dengan aturan perkawinan dan waris, perkawinan beda agama, pengaturan anak angkat, masa iddah perempuan, larangan poligami, dan larangan perkawinan saudara. Akhirnya pada tanggal 2 Januari 197 DPR RI Paripurna bersama Pemerintah Indonesia mengesahkan UU Perkawinan sebagai UU No. 1 Tahun 197 tentang perkawinan. Secara khusus, undang-undang perkawinan ini hanya dapat diterapkan jika peraturan pelaksanaannya sudah ada. Baru pada tahun 1975, UU No. 1 Tahun 197 tentang Perkawinan, yang mulai berlaku tahun , ketika Peraturan Pemerintah (PP) No. 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor . 1 Tahun 197 tentang Perkawinan, ada . Setelah adanya peraturan perundang-undangan ini, semua peraturan perkawinan yang berlaku sebelumnya tidak berlaku lagi sampai diatur tersendiri.
Tujuan perkawinan di Indonesia
Tujuan perkawinan dalam UU No. 1/197 adalah pembagian pertama dari, yaitu. terbentuknya keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan yang kekal berdasarkan keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dapat dipahami rumusan pasal 1 UU Perkawinan dijelaskan pada definisi perkawinan sebelumnya, pasal . Terkait dengan tujuan perkawinan pasal , tujuan perkawinan menurut ajaran Islam dilihat pada tahun 2010. Menurut hukum Islam, tujuan perkawinan tertuang dalam Pasal 3 KHI , yaitu kehidupan rumah tangga, yaitu sakinah, mawadda dan rahmah. Jika diperhatikan rumusan tujuan perkawinan , terdapat sedikit perbedaan antara UU Perkawinan dengan PPK, namun perbedaannya sebenarnya hanya terletak pada keinginan penyusun UU untuk memasukkan unsur tujuan perkawinan. Artinya, perbedaannya bukan pada tujuan perkawinan yang bertentangan, melainkan sebanyak mungkin unsur yang terkandung dalam tujuan perkawinan.
Pernikahan adalah perintah agama, setiap perintah agama adalah bagian dari Allah SWT ibadah setiap makhluk kepada penciptanya. Pada bab sebelumnya, penulis telah memaparkan perintah Allah SWT tentang pernikahan. Perintah Allah SWT kepada hambanya memang bukan sekedar perintah, tetapi memiliki tujuan yang mulia. Tujuan mulia pernikahan adalah mewujudkan keluarga bahagia. Keluarga bahagia adalah keluarga yang mencapai sakina, mawadda dan rahma. Tiga hal ini penting yang harus dicapai.
Allah SWT memerintahkan kepada hambanya tentu ada tujuan yang perlu dipahami oleh manusia tentang tujuan perkawinan. Tujuan dari sebuah perkawinan dapat diulas dari beberapa gambaran ayat Suci Al-Qur'an sepertiÂ
 Untuk membentuk keluarga sakinah dan keturunan
1. Melanjutkan keturunanÂ
merupakan tujuan umat manusia untuk dapat menjaga generasi umat Islam. Dalam Al-Qur'an menyebutkan bahwa konsep sakinah, mawaddah, dan rahmah telah disebutkan dalam Q.S. Ar-Ruum ayat 21
2. Untuk menjaga diri dari perbuatan maksiat
Bahwa dengan perkawinan maka seseorang dapat terhindar dari zina, atau minimal mampu menahan untuk melakukannya. Sebagaimana diketahui zina adalah perbuatan keji yang difirmankan Allah SWT.
3. Untuk menciptakan rasa kasih sayang
Tujuan perkawinan adalah membentuk suatu keluarga tentunya keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahma. Bahagia, sejahtera, damai jasmani dan rohani adalah dambaan bagi semua keluarga dalam sebuah perkawinan. Rasa kasih sayang dalam perkawinan direpresentasikan dengan mawaddhah yang memiliki arti saling mencinta satu sama lain dan rahmah yang memiliki arti saling mengasihi. Rasa saling mencintai dan mengasihi ini diimplementasikan dengan menggauli satu sama lain secara patut. Dalam kehidupan suka maupun duka harus dilakukan dengan rasa penuh kesabaran. Rasa mengasihi ini juga bagian dari rasa saling memiliki, saling membutuhkan ibarat sebuah tubuh yang membutuhkan pakaian untuk menu[1]tupi auratnya.
4. Untuk melaksanakan ibadah
Perkawinan adalah ibadah, yaitu dimana perkawinan merupakan sarana sebagai upaya untuk mengingat Allah SWT.
5. Untuk pemenuhan kebutuhan seksual
Tujuan perkawinan dalam islam yang selanjutnya adalah untuk memenuhi tuntutan hajat tabiat kemanusiaan atau lebih dikenal dengan pemenuhan kebutuhan seks. Hubungan seksual atau hubungan badan antara laki-laki dan perempuan adalah sebuah fitrah yang setiap manusia pasti memilikinya. Dalam memenuhi kebutuhan itu harus melalui mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah diatur oleh syariah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H