Menariknya, saya melihat bahwa tidak semua emiten yang menerbitkan efek/saham betul-betul syariah 100% itulah mengapa saya menyebutukan ada saham yang betul - betul syariah dan yang disyariahkan, mengapa bisa begitu?
Saham syariah berasal dari perusahaan/emiten yang memang sedari awal akta pendirian perusahaan tersebut memang betul-betul dilandaskan atas sistem syariah. Umumnya, perusahaan ini bergerak di bidang keuangan seperti BRI Syariah, BSI ( Bank Syariah Indonesia ) yang praktiknya dikontrol oleh Dewan Pengawas Syariah ( DPS ). Selanjutnya, untuk perusahaan yang "disyariahkan" tidak dituntut harus berbentuk perusahaan syariah sedari awal. Prinsipnya jika dua kriteria OJK ini mereka terpenuhi maka dalam jangka waktu tertentu mereka masih dikategorikan sebagai saham syariah.
Saat ini semua perusahaan/emiten baik yang syariah maupun yang "disyariahkan" terindeks dalam Jakarta Islamic Indesx ( JII ), dimana daftar perusahaan tersebut dapat berubah - ubah sepanjang waktu. Jadi, perusahaan yang periode ini masuk ke daftar perusahaan syariah, boleh jadi diperiode yang mendatang dikeluarkan ( delisting ) dari daftar tersebut. OJK secara berkala merilis 30 saham syariah setiap 6 bulan sekali. Kasus yang umum terjadi ialah ketika mereka tidak lulus di bagian kedua tentang rasio keuangan. Boleh jadi, perusahaan tersebut benar bergerak sesuai prinsip syariah, namun secara akumulatif mereka juga menerima pendapatan-pendapatan non-halal yang prosentasenya melebih dari batas nilai wajar darurat yang telah ditetapkan. Perlu diketahui, bahwa sejatinya motif sebuah perusahaan bisnis ialah mencari keuntungan ( Porfit oriented ) yang dalam hal ini berupaya untuk mencatatkan laba yang baik dalam laporan keungan. Namun, prinsip seperti itu tidak sepenuhnya ditolerir dalam prinsip Islam yang tentu harus ada pertimbangan dari sisi kesyariahannya.
SIKAP
Hal ini tentu akan menimbulkan efek dilematis tersendiri bagi Anda yang berpegang teguh pada prinsip syariah. Boleh jadi saat perusahaan tersebut masih terdaftar sebagai efek syariah kita bisa membeli dan menyimpannya. Bagaimana, saat efek tersebut dikeluarkan ( delisting ) dari daftar syariah? Tentu saja saham tersebut tidak dibenarkan sebagai saham syariah, walaupun diperiode yang akan datang bisa jadi perusahaan tersebut kembai masuk sebagai saham syariah. Namun dalam rentang itu, perusahaan dikeluarkan dari saham syariah, jika Anda berperilaku sebagai trader tentu saja Anda sedang memperjual belikan saham yang tidak syariah. Begitu juga Anda yang bermain sebagai investor, sama saja Anda memperoleh imbal bagi hasil dari perusahaan yang tidak menjalankan prinsip syariah.
Maka, sikap terbaik sebagai seorang Muslim adalah menerapkan prinsip kehati - hatian ( mutawarik ) dalam hal seperti ini. Jangan hanya berdalih prinsip untung, sisi - sisi kesyariahan di abaikan. Perhatikan sabda Rosulullah
لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لَا يُبَالِي الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ أَمِنْ حَلَالٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ
"Akan datang suatu masa pada umat manusia, mereka tidak lagi peduli dengan cara untuk mendapatkan harta, apakah melalui cara yang halal ataukah dengan cara yang haram."
HR. Bukhori no.2059
Jika ditanya, apakah dibolehkan melakukan investasi atau trading di instrumen saham? Maka sejauh kapasitas keilmuan saya, saya katakan boleh! Dengan catatan selagi instrumen saham yang dijalankan adalah dari perusahaan yang setidaknya terdaftar dalam indeks saham syariah. Jika pada suatu periode perusahaan yang Anda miliki dikeluarkan dari saham syariah, ya sebaiknya segera saja Anda jual jangan dipertahankan. Karena sejatinya jika terus dipertahankan itu sama saja Anda mempertahankan barang yang haram.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI