Pengantar
Pasca berakhirnya era sistem bretton woods di akhir dekade 70-an praktis negara yang ada di dunia ini tidak menggunakan emas sebagai patokan/anchor mata uangnya. Sebagai gantinya, negara-negara yang ada di dunia ini harus mengakui hegemoni dollar sebagai mata uang yang paling stabil dan kemudian menjadi acuan negara-negara lain yang ada di dunia.
Dampak tersebut menjadikan setiap negara yang ada harus berupaya bagaimana mata uangnya stabil dengan berpacu pada nilai dollar yang berlaku, sehingga sistem rezim nilai tukar diciptakan untuk mengakomodir kepentingan tersebut.
Terlebih saat dunia menerima konsep uang ala madzhab Neo-Klasik atau Keynesian dimana sifat uang tidak lagi hanya sekedar untuk alat tukar dan penyimpan nilai (money neutral) melainkan untuk berspekulasi. Hal inilah yang menjadikan uang kerap tercipta dari angin dengan kebijakan reserve system atau lebih dikenal kebijakan Giro Wajib Minimum.
Pada pengantar tulisan ini yang sarat akan konspiratif, nyatanya bukan poin itu yang akan kami giring. Melainkan sebuah sudut pandang alternatif dari dijadikan dollar sebagai mata uang dunia (dolarisasi) dan apa dampaknya bagi perekonomian, khususnya ekonomi Indonesia.
Jika kita melihat berita, pada hari ini nilai tukar dollar terhadap rupiah adalah
Dengan kata lain nilai Dollar menguat dan nilai rupiah melemah. Atau dengan kata lain, untuk membeli satu dollar dibutuhkan lebih banyak rupiah.
Apresiasi & Depresiasi
Dalam isitlah nilai tukar mata uang hal itu tersebut apresiasi dan depresiasi. Sederhananya dalam kasus tadi, dollar mengalami apresasi/kenaikan nilai tukar terhadap rupiah, sebaliknya rupiah mengalami depresiasi/penurunan nilai tukar terhadap dollar. Jika dalam kasus rupiah, apresiasi adalah kondisi saat nilai rupiah menguat pada mata uang tertentu (biasanya dollar).
Sedangkan depresiasi kondisi saat nilai tukar rupiah melemah terhadap mata uang tertentu (biasanya dollar). Hal tersebut terjadi berdasarkan mekanisme pasar (supply and demand) ketika mata uang rupiah banyak dibutuhkan negara-negara lain, maka akan banyak mata uang yang
ditukarkan ke rupiah sehingga mata uang rupiah menjadi kuat (terapresiasi). Sebaliknya ketika mata uang asing lebih dibutuhkan maka masyarakat berlomba-lomba melepas rupiahnya menjadi mata uang asing sehingga penawaran atas rupiah berlebih sehingga mata uang rupiah melemah (terdepresiasi).