Sebagai manusia yang dianugerahi akal dan pikiran, sudah sewajarnya apabila kita mengasah, dan melakukan berbagai usaha untuk mengembangkan kemampuan berpikir kita. Justru bukan dikatakan wajar lagi, melainkan karena akal yang kita milikilah kita dituntut untuk terus memperbarui segala pola pikir yang kita miliki. Tentu, diperbarui dengan maksud di-update agar terus berkembang ke arah yang lebih baik.
Cara untuk mengembangkan akan dan pikiran yang kita miliki tentu hanya dapat ditempuh dengan satu hal, yakni dengan cara belajar. Tak ada hal lain yang dapat dilakukan untuk mengembangkan pikiran kita selain dengan cara belajar.
Belajar tak hanya diartikan dengan membaca buku-buku tebal, mendengarkan guru atau dosen menyampaikan materi ajar, mengerjakan tugas, atau hanya sekadar menghafal kalimat dari buku untuk ujian. Belajar tak melulu seperti itu. Belajar jauh dari lebih itu.
Sepertinya pola pikir kita sudah terjebak dan terbiasa mengartikan belajar sebagai kegiatan yang hanya dilakukan di dunia akademik. Saya kira, itu salah besar. Penyempitan makna belajar yang kini seolah sudah tertanam di setiap kepala pelajar, tentu sangat berbahaya bila terus dibiarkan. Karena hidup ini bukan hanya soal belajar di sekolah atau kampus, hidup ini belajar tentang kehidupan, bung!
Ada kalanya setiap ilmu yang kira serap di bangku sekolah akan terpakai di kehidupan sehari-hari. Namun sayangnya kalimat yang saya gunakan adalah: ada kalanya, sehingga sebenarnya lebih banyak tidak terpakai dan tergunakan. Ada kalanya berarti bersifat kadang-kadang, sewaktu-waktu, tidak setiap saat dan selamanya.
Itu tentu pandangan saya, entah bagaimana pandangan Anda
Sebenarnya kita ini belajar setiap detik. Tak ada waktu yang lebih baik kita gunakan selain belajar. Karena bagi saya, belajar tidaklah terbatas pada hal-hal di dunia akademikyang telah disebutkansaja. Belajar itu tidak terbatas oleh ruang kelas, dan tidak terpaku pada pendidikan formal saja.
Bagi saya, menonton film itu belajar. Karena banyak sekali yang bisa kita dapakan dari film. Tentu dalam hal ini film yang berkualitas, yang mampu membuat penontonnya berpikir, merenung, dan mau berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Film yang mencerahkan, menggerakkan, menggugah. Bukan film-film yang aneh, yang bisa menjerumuskan penonton ke jurang kenistaan.
Bagi saya, mengobrol atau berbincang dengan orang itu belajar. Terkadang, ketika kita mengobrol, berbincang, atau bercengkrama dengan orang lain kita mendapatkan ilmu, pengetahuan, dan pandangan yang belum tentu kita dapatkan dari membaca buku. Bahkan sudah dipastikan, apabila kita mengobrol dengan seseorang, pasti saja ada hal baru yang kita dapatkan, yang biasanya tak dapat kita dapatkan dari tebalnya kertas buku.
Bagi saya, menulis itu belajar. Siapa yang masih ragu kalau menulis itu bukan belajar? Dengan menulis, kita bisa mengutarakan pendapat kita sekaligus menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terlintas di benak kita.Â
Dengan menulis, sebenarnya kita sedang mencoba untuk jujur pada diri sendiri, jujur mengenai suatu hal yang sedang kita tulis. Dengan menulis, tentu sebelum kita menulis sesuatu pasti ada bahan yang harus kita cerna dan konsumsi dahulu. Kita pasti membaca, research, dan mencari tahu informasi sebanyak mungkin tentang sesuatu yang akan kita tulis itu. Menulis membuat kita membuka mata dan pikiran untuk selalu belajar dan berkembang.
Bagi saya, travelling atau berjalan-jalan itu belajar. Dunia ini seperti buku yang amat tebal, yang jika kita tidak menginjak belahan dunia lain, kita tidak akan tahu ilmu apa yang terdapat di halaman lain.Â
Dari alam, kita bisa belajar banyak hal. Mulai dari ketenangan jiwa sampai menghargai orang lain. Dengan travelling, kita tentu akan bertemu orang yang mungkin tak satu daerah dengan kita, berbeda suku, berbeda bahasa, atau berbeda agama.Â
Interaksi dengan "orang yang berbeda" itulah yang membuat pikiran kita lebih kaya, lebih berpandangan luas.
Bagi saya, sekali pun kita diam, kita sedang belajar. Bukan berarti orang yang sedang diam itu tidak berpikir. Diam seringkali dipandang sesuatu hal yang buruk, tak produktif, tak mau bergerak. Padahal tak jarang gagasan-gagasan besar lahir dari sebuah keheningan dalam diam.
Bagi saya, tidur pun suatu ilmu dan dari tidur kita bisa belajar. Aktivitas tidur dalam keseharian bukan hanya untuk mengistirahatkan diri dari hiruk-pikuk kehidupan saja. Dari tidur pun kita bisa belajar.Â
Belajar bagaimana me-managediri untuk tidur tepat waktu, tak tidur terlalu lama, tidur dengan posisi tubuh yang benar, sebelum tidur melakukan aktivitas yang mendukung kualitas tidur menjadi lebih baik, dan lain sebagainya.
Bagi saya, semua yang saya lakukan dalam keseharian saya anggap sebuah pelajaran yang saya bisa petik hikmahnya. Tak ada satu pun aktivitas yang tak bernilai pelajaran di dalamnya.
Seorang pembelajar sejati bukanlah orang yang candu akan buku, haus akan buku-buku baru, tetapi tak mengamalkan ilmu dari buku-buku yang dibacanya.Â
Seorang pembelajar sejati bukanlah seorang organisator yang hidupnya dipenuhi dengan rapat dan diskusi, tapi amat minim memberikan kontribusi nyata kepada masyarakat. Seorang pembelajar sejati bukan pula seorang yang gila akan belajar ilmu perkuliahan atau ilmu akademik, tetapi enggan berinteraksi dengan masyarakat.
Seorang pembelajar sejati itu adalah seorang yang selalu belajar dimana pun ia berada, dan apa pun yang sedang dikerjakannya. Seorang pembelajar sejati ialah seorang yang mampu mengambil pelajaran dari hal-hal yang orang biasa anggap sebuah kesia-siaan.Â
Seorang pembelajar sejati ialah seorang yang memandang bahwa dalam dunia dan hidup ini terhampar ilmu yang begitu luas, banyak, dan tak mungkin ia dapat mendapatkan semuanya.Â
Kesadaran akan terlalu luasnya ilmu yang ada di dunialah yang menyebabkan dirinya hanyut dalam ilmu kehidupan, dan membuatnya selalu haus dan lapar akan ilmu. Kesadaran akan terlalu luasnya ilmu yang ada di dunialah yang menyebabkan dirinya selalu mencari-cari kesempatan menggali ilmu dan pelajaran dari setiap aktivitas yang dilakukannya.
Itulah seorang pembelajar sejati. Mari kita tengok diri, sudah sejauh mana diri ini mengabdi menggali ilmu. Mungkin langkah kita baru secuil, dan mungkin akan terus secuil. Yang harus kita lakukan adalah menyadari bahwa diri kita ini fakir ilmu, karena dengan itulah kita akan terus bergerak untuk mencari ilmu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H