Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Dikelola oleh Akbar Fauzan, S.Pd.I, Guru Milenial Lulusan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta | Mengulik Sisi Lain Dunia Pendidikan Indonesia | Ketua Bank Sampah Sekolah, Teknisi Asesmen Nasional ANBK, Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri Diterbitkan Bentang Pustaka

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Kecuali Market Day, Siswa Dilarang Jualan?

23 Januari 2025   12:22 Diperbarui: 23 Januari 2025   18:28 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siswa mengikuti Market Day sebagai bentuk praktik baik pembelajaran di P5 Kurikulum Merdeka. (DOK. TANOTO FOUNDATION via Kompas.com)

Kurikulum Merdeka menghadirkan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) di SD dengan salah satu tema yang diangkat adalah kewirausahaan. Sebuah konsep visioner yang bertujuan membekali siswa dengan pengalaman praktis dan mentalitas sejak dini. Melalui tema ini terdapat upaya menciptakan generasi muda yang mampu beradaptasi dengan perubahan zaman dan menjadi motor penggerak perekonomian bangsa di kemudian hari.

Salah satu kegiatan yang kerap menjadi puncak dari tema kewirausahaan ini adalah "Market Day".

Dalam acara ini siswa diberi kesempatan untuk mempraktikkan ilmu kewirausahaan yang telah dipelajari. Mereka belajar membuat produk, menentukan harga, mempromosikan barang dagangan, hingga berinteraksi langsung dengan pembeli. 

Market Day seringkali menjadi acara meriah karena melibatkan orangtua siswa untuk turut mendukung keberhasilan kegiatan.

Namun, ada sisi paradoks yang muncul dari penerapan tema kewirausahaan ini. Di satu sisi, siswa diajarkan untuk memiliki semangat berwirausaha melalui Market Day. Di sisi lain, sekolah kerap melarang siswa untuk berjualan di luar kegiatan tersebut. 

Larangan ini seringkali didasarkan pada alasan menjaga konsentrasi siswa agar tetap fokus pada pembelajaran akademik di kelas.

Fenomena siswa berjualan di sekolah sebenarnya bukan hal baru. Terkadang ada siswa yang menjual jajanan, alat tulis, hingga barang-barang "receh" lainnya. 

Aktivitas ini seringkali didorong oleh kondisi ekonomi keluarga. Tidak semua orangtua mampu dari segi finansial. sehingga anak-anak merasa perlu membantu meringankan beban keluarga.

Bagi siswa yang bersangkutan, keuntungan dari berjualan mungkin tidak seberapa. Namun, dibalik itu ada pelajaran hidup yang sangat berharga. Mereka belajar tentang tanggung jawab, manajemen waktu, dan nilai kerja keras. 

Lebih dari itu, aktivitas ini juga melatih kemampuan sosial mereka seperti berkomunikasi dengan teman maupun guru yang bertindak sebagai pembeli.

Nah, larangan yang diberlakukan oleh sekolah seringkali menjadi kontroversi. Ada kekhawatiran bahwa siswa akan lebih fokus berjualan daripada pelajaran di kelas. Sekolah beralasan bahwa siswa mungkin terlalu sibuk memikirkan cara agar barang dagangan mereka laku terjual sehingga mengabaikan tugas utama mereka sebagai pelajar.

Ada yang tidak mempermasalahkan bila ada siswa berjualan. Bahwa selama siswa tetap menunjukkan performa akademik yang baik maka semestinya tidak ada alasan kuat untuk melarang mereka berwirausaha kecil-kecilan. 

Bahkan, sekolah seharusnya melihat ini sebagai kesempatan untuk membimbing siswa mengembangkan keterampilan kewirausahaan secara komprehensif.

Dalam konteks ini, guru memegang peran penting sebagai pengamat sekaligus pembimbing. Guru harus bisa mengamati apakah siswa yang berjualan tetap mampu memusatkan perhatian saat belajar. Jika siswa tersebut menunjukkan tanggung jawab terhadap tugas dan aktivitas belajar di kelas maka larangan berjualan menjadi tidak relevan.

Sebaliknya, jika aktivitas berjualan memang terbukti mengganggu proses belajar-mengajar barulah pendekatan yang lebih mendidik bisa diterapkan. Misalnya, guru dapat memberikan pemahaman kepada siswa tentang pentingnya menjaga keseimbangan antara belajar dan berjualan. Tidak melulu dengan langsung melarang melainkan dengan mendampingi terlebih dahulu.

Melibatkan orangtua dalam diskusi ini juga sangat penting. Komunikasi yang baik serta kolaborasi guru dan orangtua akan membantu menemukan solusi terbaik bagi siswa. Supaya orangtua paham tentang bagaimana mendukung anak mereka tanpa mengorbankan pendidikan formal.

Market Day memang menjadi contoh sukses dari implementasi tema kewirausahaan dalam Kurikulum Merdeka. Namun, kegiatan ini seharusnya bukan satu-satunya momen siswa belajar berwirausaha. 

Penting bagi sekolah untuk memahami latar belakang ekonomi siswa. Tidak semua siswa berjualan hanya untuk iseng atau sekadar mendapatkan uang tambahan. Ada di antara mereka yang melakukannya karena kebutuhan atau faktor ekonomi keluarga. Mengabaikan aspek ini bisa menciptakan ketidakadilan sosial di lingkungan sekolah.

Maka langkah terbaik adalah menciptakan aturan yang seimbang. Misalnya, siswa diperbolehkan berjualan di waktu-waktu tertentu yang tidak mengganggu kegiatan belajar. Sekolah juga bisa menetapkan jenis barang dagangan yang sesuai dan tidak merugikan pihak lain.

Mungkin sudah saatnya kita mengubah paradigma tentang kegiatan berjualan di sekolah. Alih-alih memandangnya sebagai gangguan, kita bisa melihatnya sebagai peluang pendidikan. 

Kegiatan ini bisa menjadi media untuk mengajarkan nilai-nilai kewirausahaan yang berguna di masa sekolah serta juga di masa depan.

Keberhasilan P5 tema kewirausahaan dalam Kurikulum Merdeka tidak hanya ditentukan oleh kemeriahan Market Day. Lebih dari itu, keberhasilan ini tergantung pada bagaimana sekolah, guru, siswa, dan orangtua dapat bekerja sama menciptakan lingkungan yang mendukung pengembangan jiwa wirausaha secara berkelanjutan. 

Dengan pendekatan yang tepat bisa saja sekolah tidak hanya mencetak lulusan yang cerdas tetapi juga menjadi individu yang siap menghadapi tantangan dunia nyata.

Semoga ini bermanfaat..

*****
Salam berbagi dan menginspirasi.
== Akbar Pitopang ==

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun