Tentu saja ada, tetapi jumlahnya makin menyusut. Anak-anak perlu didorong untuk kembali jatuh cinta pada buku. salah satunya dengan mengurangi interaksi mereka dengan smartphone saat berada di perpustakaan.
Orangtua dan guru berperan penting dalam membentuk kebiasaan membaca pada anak. Sosok yang harus menjadi teladan yang menunjukkan bahwa membaca buku bukan hanya bermanfaat tetapi juga menyenangkan.
Salah satu solusi untuk mengurangi gangguan smartphone adalah menyusun aturan di perpustakaan. Misalnya mengatur zona bebas smartphone di area tertentu yang bisa diawasi petugas.
Mulai dari waktu di perpustakaan, anak-anak bisa diajak meninggalkan ponsel dan sepenuhnya menikmati buku. Ini juga melatih mereka untuk lebih fokus.
Perpustakaan padahal sudah bertransformasi menjadi ruang baca yang nyaman dan menarik. Disediakan sofa empuk, pencahayaan yang pas, hingga koleksi buku yang terus diperbarui. semestinya bisa menjadi magnet yang menarik bagi pelajar untuk betah membaca.
Rendahnya minat baca akibat zoning out smartphone akan berdampak serius pada kemampuan literasi bangsa. Anak-anak yang lebih banyak bermain smartphone dibanding membaca buku cenderung memiliki daya kritis yang lemah.
Buku adalah portal ke dunia lain. Dengan membaca maka anak-anak bisa melatih daya imajinasi. mereka menciptakan bayangan dalam kepala yang tidak mungkin mereka dapatkan hanya dengan menatap layar.
Tidak salah menggunakan smartphone tetapi penggunaannya harus bijak. Anak-anak perlu diajarkan untuk membatasi waktu bermain gadget terutama saat mereka sedang di perpustakaan.
Generasi literat adalah generasi yang tidak hanya mampu membaca tetapi juga memahami dan menganalisis informasi dengan kritis. Ini adalah tantangan besar di era yang penuh dengan informasi instan.
Sebenarnya buku dan smartphone bisa berdampingan. Anak-anak hanya perlu diajarkan cara menyeimbangkan keduanya. Jangan biarkan teknologi mematikan rasa cinta mereka pada buku dan fokus perhatian saat membaca buku.