Akan tetapi, sebelum membahas potensi besar itu sebaiknya langkah kecil harus benar-benar dioptimalkan. Sebuah kebiasaan tidak akan terbentuk jika hanya dilakukan sesekali.Â
Program gaya hidup berkelanjutan di sekolah harus dilanjutkan dengan keberlanjutan yang nyata. Libatkan lebih banyak pihak, termasuk orang tua.Â
Bukankah lebih baik jika panen hasil kerja siswa bisa dibagikan kepada keluarga mereka?Â
Hal ini tidak hanya meningkatkan kebanggaan siswa tetapi juga mempererat kolaborasi guru dan orangtua.
Tidak kalah penting, sekolah harus mengubah pola pikir siswa tentang kegiatan ini. Tanamkan bahwa gaya hidup berkelanjutan bukan sekadar tugas sekolah tetapi harus diamalkan menjadi bagian dari gaya hidup.Â
Hendaknya siswa bisa membawa kebiasaan ini ke rumah. Mulai dari menanam berbagai macam sayuran di pot hingga memanfaatkan sampah dapur untuk mengompos.
Jika dilakukan secara konsisten maka dampak kegiatan ini bisa sangat besar. Bayangkan jika satu sekolah mampu mempengaruhi ratusan siswa. Supaya siswa semangat membawa nilai-nilai keberlanjutan ini kepada keluarga mereka. Perlahan tapi pasti, sekolah mulai memberi dampak.
Bagaimana memastikan bahwa kegiatan ini tidak hanya menjadi proyek tahunan tanpa berkesinambungan?
Jawabannya ada pada komitmen bersama. Semua pihak harus melihat program ini sebagai proses jangka panjang yang bukan sekedar tugas jangka pendek.
Melalui kegiatan ini, siswa juga bisa belajar mengenal pentingnya kemandirian pangan. Di Indonesia yang subur, sangat ironis jika kita terus bergantung pada impor pangan.Â
Dengan mengajarkan siswa bercocok tanam maka mereka diajak untuk berpikir kritis tentang potensi besar negeri ini yang belum tergarap optimal.