Kemendikbudristek dipecah telah memicu spekulasi yang cukup menarik. Diantaranya terkait Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), yang dipimpin oleh Bapak Menteri, Prof Abdul Mu'ti. Dalam benak banyak orang, termasuk para guru, perubahan menteri seringkali dianggap sebagai pertanda perubahan kurikulum. Ini bukan tanpa alasan, mengingat perjalanan pendidikan Indonesia yang memperlihatkan kecenderungan tersebut. Namun, kali ini tampaknya Kemendikdasmen sedang menimbang dengan hati-hati, apakah harus mengganti kurikulum atau mempertahankan Kurikulum Merdeka yang baru beberapa tahun diimplementasikan.
Kurikulum Merdeka sendiri merupakan inovasi yang diperkenalkan pada masa Bapak Menteri Nadiem Makarim, dengan fokus diantaranya pada pembelajaran berbasis projek, Profil Pelajar Pancasila dan pendekatan yang lebih fleksibel.Â
Meskipun tergolong baru, banyak sekolah masih berada pada tahap adaptasi dan berusaha memahami prinsip-prinsipnya secara mendalam. Konsep-konsep seperti "Pembelajaran Berdiferensiasi" masih memerlukan waktu bagi sebagian guru untuk dikuasai dan diterapkan dengan efektif.Â
Di sisi lain, beberapa sekolah dan guru mulai menunjukkan kemajuan dalam mengadopsi kurikulum ini, meski belum sepenuhnya sempurna.
Belakangan, muncul perbincangan di media sosial mengenai pandangan Menteri Abdul Mu'ti tentang "deep learning", yang sempat menimbulkan spekulasi bahwa perubahan kurikulum mungkin akan dilakukan.Â
Meski demikian, belum ada keputusan resmi yang mengisyaratkan bahwa Kurikulum Merdeka akan diganti. Menteri Mu'ti sendiri menyatakan dalam beberapa kesempatan bahwa masih diperlukan kajian mendalam sebelum mengambil keputusan besar tersebut.Â
Hal ini menegaskan bahwa Kemendikdasmen lebih berhati-hati dalam menentukan arah pendidikan, mengingat dampak besar dari setiap perubahan kurikulum terhadap sistem pembelajaran.
Isu mengenai perubahan kurikulum ini tentu menjadi bahan perbincangan hangat di kalangan para pendidik dan masyarakat luas. Kurikulum yang selalu berganti dapat mengganggu stabilitas proses belajar mengajar, terutama bagi sekolah-sekolah yang sudah mulai beradaptasi dengan kurikulum sebelumnya. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa inovasi perlu terus dilakukan demi menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan kebutuhan generasi muda saat ini.Â
Pertanyaan mengenai apakah akan ada perubahan atau tidak, tak pelak memicu kekhawatiran dan harapan bagi berbagai pihak.
Dalam menanti keputusan resmi, penting bagi para pendidik untuk tetap fokus pada kualitas pembelajaran di kelas, terlepas dari apapun kurikulum yang digunakan.Â
Pendidikan sejatinya adalah proses yang dinamis, dan adaptasi adalah kunci bagi setiap guru dan siswa untuk tetap relevan dan berkembang.
Menerapkan "Deep Learning" dalam Kurikulum Merdeka?
Pendekatan deep learning yang sedang disuarakan oleh Menteri Abdul Mu'ti, membawa angin segar dalam dunia pendidikan Indonesia. Menurut beliau, deep learning yang menekankan pada pengalaman belajar yang bermakna dan menyenangkan. Konsep tersebut memiliki potensi besar untuk diterapkan di dalam Kurikulum Merdeka.Â
Di balik konsepnya yang terdengar sederhana, deep learning sesungguhnya adalah pendekatan mendalam yang bertujuan untuk membangun pemahaman jangka panjang bagi siswa.Â
Dengan tiga elemen utamanya, yakni Mindful Learning, Meaningful Learning, dan Joyful Learning. Pendekatan ini diharapkan mampu memberikan siswa pengalaman belajar yang relevan, menarik, dan lebih memuaskan.
Mindful Learning mengajarkan guru untuk lebih peka terhadap kondisi unik setiap murid. Setiap siswa hadir bersama latar belakang, minat, dan kemampuan yang berbeda-beda. Hal ini sejalan dengan semangat Kurikulum Merdeka, yang menempatkan keberagaman siswa sebagai pusat pembelajaran. Dengan Mindful Learning, guru diharapkan dapat lebih menghargai perbedaan siswa, sehingga bisa menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan beragam.
Selanjutnya, Meaningful Learning mengajak siswa untuk lebih aktif terlibat dalam proses belajar, bukan hanya sebagai penerima informasi yang bersifat pasif. Di sinilah pembelajaran berdiferensiasi dalam Kurikulum Merdeka berperan penting. Guru didorong untuk mendesain materi dan aktivitas yang tidak hanya menarik, tetapi juga mampu mengajak siswa berpikir kritis. Harapannya, Meaningful Learning akan mendorong siswa untuk memahami dan mengaplikasikan ilmu dalam kehidupan nyata. Ini adalah aspek yang sangat penting untuk mengatasi tantangan isu rendahnya literasi, numerasi, dan kemampuan berpikir kritis siswa.
Joyful Learning, elemen ketiga dari deep learning, menekankan pentingnya kebahagiaan dan kepuasan dalam proses belajar. Kurikulum Merdeka hadir untuk membebaskan siswa dari belenggu model pembelajaran lama yang cenderung kaku dan membosankan. Dengan pendekatan ini, belajar diharapkan bukan lagi menjadi beban, melainkan pengalaman menyenangkan yang merangsang minat belajar siswa. Ketika siswa merasa bahagia, mereka cenderung lebih mendalam untuk memahami dan bertahan lebih lama. Inilah yang disebut sebagai kebahagiaan dalam belajar.
Dalam praktiknya, pendekatan deep learning sangat relevan untuk mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi Kurikulum Merdeka. Meskipun kurikulum ini didesain untuk mendorong kemandirian siswa dalam belajar, terkadang kesan "terlalu longgar" muncul dan dikhawatirkan menghambat literasi dan numerasi.Â
Namun, melalui Meaningful Learning, siswa dapat diarahkan untuk lebih terlibat dalam kegiatan pembelajaran yang mendalam dan kritis. Pendekatan ini berpotensi menjadi solusi untuk menyeimbangkan kebebasan belajar siswa dengan kebutuhan kompetensi dasar yang mestinya dapat dikuasai setiap siswa.
Dengan integrasi konsep deep learning dalam Kurikulum Merdeka, diharapkan pendidikan Indonesia dapat semakin maju ke arah yang lebih dinamis dan relevan.Â
Nah, deep learning akan dapat menjadi sebuah pendekatan esensial yang memperkuat tujuan Kurikulum Merdeka. Yakni, mencetak generasi yang mampu berpikir kritis, berdaya saing, dan tetap bahagia dalam proses belajar mereka.
Ganti atau Lanjutkan Kurikulum Merdeka?
Setiap pergantian menteri di dunia pendidikan seringkali membawa harapan sekaligus kekhawatiran, terutama mengenai kemungkinan perubahan kurikulum. Hal ini seolah menjadi tradisi tersendiri di Indonesia, dimana setiap menteri baru dihadapkan pada pilihan untuk mempertahankan atau mengganti kurikulum yang ada.Â
Namun, apakah perubahan kurikulum selalu menjadi solusi terbaik?Â
Saat ini, Kurikulum Merdeka yang tergolong masih baru seolah berada di persimpangan jalan, menghadapi potensi digantikan begitu saja dengan kurikulum baru.
Sebagai kurikulum yang tergolong masih baru, Kurikulum Merdeka telah menjadi bagian dari sistem pendidikan Indonesia yang mulai dipahami dan diterima banyak pihak. Pergantian kurikulum di tengah proses adaptasi yang masih berlangsung berisiko menimbulkan kebingungan di kalangan guru, siswa, dan orang tua.Â
Bagi para guru, kurikulum adalah peta utama dalam mengajar. Dan perubahan yang terlalu sering dapat mengurangi konsistensi dalam metode pengajaran.Â
Bagi siswa dan orangtua, kurikulum yang kerap berubah-ubah bisa mempengaruhi kepercayaan terhadap arah pendidikan.
Sejatinya, perubahan kurikulum bukan hanya tentang konten atau metode, tetapi juga tentang identitas pendidikan itu sendiri. Dengan mempertahankan nama Kurikulum Merdeka misalnya, kita bisa menjaga identitas tersebut sekaligus menunjukkan konsistensi pada publik.Â
Jika diperlukan revisi atau penyesuaian dalam pelaksanaannya, perubahan tersebut bisa dilakukan tanpa harus mengubah nama yang sudah mulai akrab di masyarakat. Ini merupakan langkah bijak untuk menghindari polemik dan menjaga stabilitas pendidikan.
Kurikulum Merdeka pada dasarnya menawarkan ruang kebebasan dalam belajar yang cocok dengan konsep deep learning, namun tetap membutuhkan beberapa penyesuaian untuk mencapai hasil optimal.Â
Jika implementasinya dirasa perlu ditingkatkan, perubahan bisa dilakukan pada pendekatan atau prosedur teknis, tanpa mengubah nama kurikulum itu sendiri.Â
Artinya, penambahan elemen seperti deep learning dalam praktik Kurikulum Merdeka bisa memperkuat pengalaman belajar tanpa mengorbankan kurikulum yang sudah ada.
Ganti kurikulum yang terlalu sering justru akan memperkuat anggapan bahwa pendidikan kita labil dan belum ada arah yang jelas. Stabilitas sangat dibutuhkan oleh guru hingga siswa.
Kini, kita menantikan langkah dan inovasi dari Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Bapak Abdul Mu'ti, dalam membawa pendidikan dasar dan menengah di Indonesia ke arah yang jauh lebih baik.Â
Dengan kebijakan yang "bijak" dan berorientasi pada kualitas, semoga pendidikan di Indonesia bisa semakin maju dan tangguh dalam menghadapi tantangan zaman.
Literasi: satu, dua, tiga. Â
*****
Salam berbagi dan menginspirasi.
== Akbar Pitopang ==
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H