Dalam beberapa tahun terakhir, profesi guru tampaknya tidak hanya menghadapi tantangan di ruang kelas, tetapi juga di ranah hukum. Kasus Supriyani, seorang guru honorer yang dituduh menganiaya anak polisi, menggugah kembali perhatian publik akan peran dan posisi guru di masyarakat. Fenomena ini tentu saja mencederai martabat guru, yang sejatinya berperan sebagai garda terdepan dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan bagi generasi penerus bangsa.
Ironisnya, Supriyani bukanlah satu-satunya guru yang terlibat dalam masalah serupa. Beberapa waktu yang lalu, publik juga dikejutkan dengan kasus seorang guru yang mengalami cedera serius pada mata akibat tindakan kasar dari orang tua siswa. Kasus ini menunjukkan adanya ketegangan antara pihak orangtua dan guru yang apabila tidak diselesaikan dengan baik, dapat berdampak buruk bagi ekosistem pendidikan.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, mengapa guru harus dipolisikan?
Apakah tidak ada jalan lain untuk menyelesaikan masalah selain melalui proses hukum?Â
Masih banyak orang yang menganggap bahwa aksi menuntut guru ke pengadilan tampak berlebihan. Karena pada dasarnya, seorang pendidik sejati tidak akan pernah berniat menyakiti anak didiknya.
Masalah ini menunjukkan adanya ketidakharmonisan yang perlu dibicarakan dengan kepala dingin. Semua pihak yang terlibat ---guru, orangtua, bahkan siswa--- perlu duduk bersama, mendiskusikan masalah ini tanpa prasangka, dan mencari solusi terbaik untuk semua.
Di sisi lain, situasi ini bisa memicu kekhawatiran yang mendalam bagi para guru di seluruh negeri. Rasa was-was menyelimuti mereka, terutama ketika tindakan yang sebetulnya diniatkan untuk mendidik malah dapat disalahartikan dan berakhir dengan gugatan hukum.
Rasa cemas ini dapat mengurangi rasa tanggung jawab moral seorang guru dalam menjalankan tugasnya. Bagaimanapun, mendidik adalah seni yang tidak hanya mengandalkan pengetahuan akademis, tetapi juga melibatkan nilai-nilai kemanusiaan.Â
Dalam mengajar dan mendidik, guru tidak hanya menyampaikan materi, tetapi juga berusaha "memanusiakan manusia."
Sayangnya, kepekaan tersebut seringkali terhalang oleh prasangka orangtua atau pihak lain yang memandang setiap tindakan guru dengan kecurigaan. Akibatnya, banyak guru yang menjadi ragu untuk memberikan arahan atau teguran pada siswa, karena takut akan tindakan balasan dari pihak orangtua.
Tidak sedikit guru yang akhirnya memutuskan untuk "main aman". Daripada berusaha lebih dalam mendidik karakter siswa, mereka memilih hanya untuk mengajar semata.Â