Seperti pelita di tengah kegelapan, tulisan-tulisan Opa dan Oma memberikan sinar bagi kita yang mungkin sedang dirundung keresahan atau kekhawatiran.Â
Dalam setiap kata, tersimpan doa-doa yang tulus, harapan yang sederhana, namun mengena di hati.
Tulisan Opa dan Oma memang berbeda. Opa dan Oma tidak bicara dengan lantang, tidak pula dengan argumen yang berbelit. Namun, setiap kata yang mereka rangkai, bagai tetes embun di pagi hari yang menyejukkan.Â
Seolah kita duduk di teras rumahnya Opa dan Oma, menikmati sore sambil mendengarkan cerita penuh makna yang mengingatkan kita akan pentingnya bersyukur dan mencintai orang-orang di sekitar kita.
Mungkin itulah mengapa Opa Tjiptadinata Effendi dan Oma Roselina begitu dicintai oleh para Kompasianer. Mereka hadir bukan sekadar sebagai penulis, tetapi juga sebagai keluarga.Â
Kakek-nenek yang selalu hadir dengan cinta dan perhatian, yang mengingatkan kita pada nilai-nilai luhur yang kadang terlupakan di tengah kesibukan.
Mungkin satu hal yang boleh saya ceritakan terus adalah perihal Opa dan Oma yang memberikan kenang-kenangan berupa lukisan Cleopatra di atas kertas papirus asli dan dikirim langsung dari Australia.
Sebuah hadiah sederhana, namun memiliki makna mendalam. Itu bukan sekadar benda, melainkan simbol dari hubungan silaturahmi yang terjadi secara virtual tapi dengan kemurahan hari yang terbentang melintasi jarak dan waktu.
Saat ini, Opa Tjiptadinata Effendi dan Oma Roselina merayakan ulang tahun pernikahan ke-60.Â
Enam puluh tahun, bukan waktu yang singkat untuk sebuah ikatan pernikahan. Dalam jangka waktu itu, Opa dan Oma telah melalui berbagai suka dan duka, tawa dan air mata, namun tetap setia menjaga cinta mereka.
Enam puluh tahun adalah perjalanan panjang yang penuh dengan pelajaran hidup. Bagaimana mencintai dengan sabar, memahami tanpa harus banyak bicara, dan merangkul perbedaan sebagai bagian dari harmoni.Â