Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Akun ini dikelola Akbar Fauzan, S.Pd.I

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Kurikulum Merdeka VS Kebijakan Baru Setelah Kemendikbudristek Dipecah

24 Oktober 2024   01:16 Diperbarui: 24 Oktober 2024   19:10 1019
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemecahan Kemendikbudristek menjadi tiga kementerian baru-baru ini menimbulkan berbagai pertanyaan mengenai arah masa depan pendidikan Indonesia. Dengan hanya satu menteri sebelumnya, banyak polemik muncul terkait kebijakan dan perubahan yang diimplementasikan. Kini, dengan tiga kementerian yang masing-masing memiliki fokus tersendiri, tantangan yang dihadapi tentu lebih kompleks. Penyesuaian, perubahan, hingga penggantian program yang sudah berjalan tampaknya bakal menjadi sesuatu yang tidak terelakkan. Pertanyaannya, apakah ini akan membawa pendidikan Indonesia menuju kemajuan atau justru sebaliknya?

Perubahan kurikulum merupakan salah satu kekhawatiran terbesar para pendidik dan pengamat pendidikan setiap kali terjadi pergantian Menteri Pendidikan. Dalam sejarah pendidikan Indonesia, pergantian ini hampir selalu disertai dengan perombakan kurikulum. 

Setiap kurikulum baru seringkali membawa semangat perubahan, namun tak jarang justru menimbulkan kebingungan di kalangan guru dan siswa. Kini, dengan tiga kementerian yang memiliki kepentingan masing-masing, apakah hal ini berarti kurikulum akan kembali berubah?

Kurikulum yang saat ini sedang dijalankan, Kurikulum Merdeka, telah diperkenalkannya Merdeka Belajar dengan semangat memberikan kebebasan bagi sekolah dan guru dalam menentukan proses belajar yang sesuai dengan kebutuhan siswa. 

Di tengah situasi ini, muncul bayangan tentang kemungkinan munculnya "Kurikulum Merah Putih" yang mungkin akan menggeser Kurikulum Merdeka. 

Tak dapat dipungkiri, kebijakan pendidikan kerap kali dipandang sebagai representasi ideologi politik dan visi jangka panjang negara. Pembentukan tiga kementerian yang terpisah bisa jadi adalah upaya untuk membagi beban kerja yang lebih efektif, namun juga berpotensi memunculkan masalah koordinasi antar kementerian. 

Jika tidak ditangani dengan bijak, tumpang tindih kebijakan dan kekacauan dalam pelaksanaan di lapangan bisa terjadi, dan pada akhirnya justru merugikan siswa.

Di sisi lain, pembagian ini bisa saja membawa inovasi baru dalam dunia pendidikan. Fokus kementerian yang lebih spesifik memungkinkan kebijakan yang lebih terarah dan program-program yang lebih sesuai dengan kebutuhan masing-masing. 

Tentu, ini semua bergantung pada seberapa baik koordinasi antara ketiga kementerian tersebut dan bagaimana mereka menerjemahkan visi pendidikan Indonesia.

Apakah perubahan ini akan membawa Indonesia menuju "revolusi pendidikan" atau justru menambah panjang daftar masalah yang ada. Ini masih menjadi tanda tanya besar. 

Namun yang pasti, setiap kebijakan harus memprioritaskan kemajuan siswa dan kesejahteraan guru, karena mereka adalah kunci utama dalam menciptakan generasi Indonesia Emas 2045 dan di masa depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun