Kehadiran media sosial memperbesar ruang interaksi antara guru dan wali murid. Dalam situasi ini, penting bagi setiap pihak untuk menyadari bahwa interaksi digital sekalipun tetap harus mematuhi etika profesional.Â
Terkadang, lelucon yang dibuat di ruang chat atau grup media sosial bisa disalahartikan, dan ini dapat menjadi pintu masuk bagi hubungan yang melampaui batas. Semua pihak harus menjaga kehati-hatian, karena celah kecil bisa berakibat fatal.
Integritas adalah hal yang harus dijaga oleh setiap pendidik. Sebagai guru muda, penting untuk memiliki self-control yang kuat dalam menghadapi situasi yang mungkin "menggoda".Â
Wali murid pun harus menyadari bahwa meskipun keakraban bisa membangun hubungan yang baik, tetap ada batasan yang tidak boleh dilanggar.Â
Kedua belah pihak harus saling menghormati peran dan fungsinya masing-masing demi menciptakan lingkungan pendidikan yang sehat.
Anak Meniru Bagaimana Orangtua Berinteraksi
Menjaga jarak aman dalam interaksi antara guru dan wali murid bukan hanya soal profesionalisme, tetapi juga memberikan contoh yang baik bagi anak didik.Â
Anak-anak adalah peniru ulung. Yang mana mereka akan mengamati dan meniru bagaimana orangtua mereka berinteraksi dengan orang lain, termasuk guru.Â
Jika wali murid, khususnya emak-emak yang aktif di media sosial seperti TikTok, sering bercanda berlebihan atau genit kepada guru muda, ini bisa membentuk persepsi yang salah di benak anak.
Saat anak melihat orangtua mereka berinteraksi secara genit dengan guru, mereka bisa menganggap bahwa sikap tersebut wajar untuk ditiru. Hal ini dapat menimbulkan masalah di kemudian hari, karena anak-anak akan merasa sah-sah saja berperilaku serupa terhadap gurunya.Â
Akibatnya, batas-batas profesionalisme antara siswa dan guru bisa kabur, yang berpotensi menciptakan situasi yang diluar batas di lingkungan sekolah layaknya yang terjadi di Gorontalo.