Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Akun ini dikelola Akbar Fauzan, S.Pd.I

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Siswa Telat Calistung, Bagaimana Menyikapinya?

2 Oktober 2024   07:52 Diperbarui: 2 Oktober 2024   10:09 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para siswa SD tengah belajar literasi dan numerasi. (KOMPAS/MARKUS YUWONO)

Para siswa SD tengah belajar literasi dan numerasi. (KOMPAS/MARKUS YUWONO)
Para siswa SD tengah belajar literasi dan numerasi. (KOMPAS/MARKUS YUWONO)

Orangtua Menyikapi Dilema Calistung di Era Kurikulum Merdeka

Meskipun kebijakan transisi dari PAUD ke SD menyenangkan telah digulirkan untuk mengurangi beban akademis pada anak-anak, kenyataannya banyak Taman Kanak-Kanak (TK) yang tetap memiliki target agar siswanya mengenal kemampuan dasar membaca, menulis, dan berhitung (calistung). 

Beberapa anak memang berhasil menguasai calistung, tidak hanya karena dorongan sekolah, tetapi juga berkat peran orang tua yang aktif membimbing mereka di rumah. Hal ini seringkali membuat siswa lebih siap memasuki bangku SD.

Namun, tak semua anak memiliki kesempatan yang sama. Meskipun sekolah berusaha menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan dan ramah anak, tidak semua siswa bisa segera menguasai calistung. 

Apalagi dengan penerapan Kurikulum Merdeka yang menegaskan bahwa siswa tidak boleh tinggal kelas meskipun mereka mengalami keterlambatan dalam menguasai keterampilan dasar (literasi dan numerasi). 

Akibatnya, ada siswa yang naik kelas dengan kemampuan calistung yang masih rendah, sehingga tertinggal dari teman-temannya.

Kondisi ini menciptakan dilema tersendiri bagi guru dan orangtua. Di satu sisi, ada dorongan untuk tidak memberikan tekanan akademis berlebih pada anak. Namun di sisi lain, siswa yang terlambat menguasai calistung kerap mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran di kelas yang lebih tinggi. 

Ini juga memunculkan kesenjangan antara siswa yang sudah mahir dengan mereka yang masih kesulitan, menuntut perhatian lebih dari guru untuk menciptakan suasana pembelajaran yang inklusif dan kolaboratif.

Dalam situasi seperti ini, peran orangtua menjadi penting. Orangtua tidak hanya bisa menjadi pendukung dalam proses belajar anak di rumah, tetapi juga menjadi mitra bagi guru dalam membantu anak mencapai kemampuan yang diharapkan. 

Melalui bimbingan rutin di rumah, anak yang terlambat menguasai calistung dapat perlahan-lahan mengejar ketertinggalannya. 

Orangtua juga perlu memahami bahwa setiap anak memiliki ritme belajar yang berbeda, sehingga diperlukan kesabaran dan pendekatan yang positif dalam mendampingi anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun