Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Akun ini dikelola Akbar Fauzan, S.Pd.I

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Orangtua "Tone Deaf" Menjadi Penghambat Pendidikan dan Proses Belajar Siswa

9 September 2024   11:36 Diperbarui: 9 September 2024   15:02 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di tengah dinamika dunia pendidikan yang semakin kompleks, peran orangtua sangat krusial. Namun, satu hal yang sering tidak disadari adalah munculnya sikap tone deaf dari orangtua yang dapat mempengaruhi perjalanan pendidikan anak mereka. 

Tone deaf dalam konteks ini merujuk pada ketidakpekaan orangtua terhadap kondisi, kebutuhan, serta tantangan yang dihadapi anak di sekolah. Jika dibiarkan, bisa menghambat perkembangan anak secara akademis maupun emosional.

Salah satu bentuk tone deaf yang sering terjadi adalah ketika orangtua terlalu fokus pada ekspektasi tinggi terhadap prestasi akademik, tanpa memahami kondisi atau kemampuan anak. 

Seperti halnya menuntut nilai sempurna di setiap mata pelajaran tanpa mempertimbangkan minat, bakat, atau tekanan psikologis yang dirasakan oleh anak. orangtua yang tidak peka terhadap tekanan ini bisa membuat anak merasa terbebani, cemas, dan bahkan kehilangan semangat belajar.

Lebih lanjut, sikap tone deaf orangtua juga bisa muncul ketika mereka tidak menghargai peran guru dalam proses pendidikan. 

Ada kalanya orangtua terlalu cepat mengkritik metode pengajaran atau disiplin yang diterapkan di sekolah, tanpa mencari tahu lebih dulu alasan di baliknya. 

Sikap ini bisa menciptakan ketegangan antara orangtua dan guru, yang akhirnya merugikan anak karena komunikasi yang tidak efektif dan hilangnya rasa saling percaya.

Orangtua yang tone deaf juga sering kali tidak menyadari pentingnya dukungan emosional dalam proses belajar anak. Banyak yang hanya berfokus pada aspek akademis, sementara kebutuhan emosional anak sering terabaikan. 

Padahal, anak yang merasa didengar dan dihargai emosinya, cenderung lebih termotivasi untuk belajar dan lebih kuat dalam menghadapi tantangan di sekolah. Ketidakpekaan orangtua dalam hal ini bisa membuat anak merasa terisolasi atau kurang didukung secara emosional.

Tidak hanya dalam hubungan langsung dengan anak, sikap tone deaf juga bisa terlihat dalam interaksi orangtua dengan sekolah dan atau para guru. Beberapa orangtua mungkin tidak menyadari pentingnya partisipasi aktif dalam mendukung keberhasilan proses belajar anak di sekolah. Saya pernah menemukan kasus tone deaf dari orangtua yang terlalu sibuk dengan media sosialnya seperti TikTok. Sehingga menjadi cenderung tidak peduli dengan anaknya. Bahkan anak dibiarkan berjalan sepulang sekolah dalam kondisi cuaca panas terik. Saya pernah juga mendapati siswa berjualan dengan alasan disuruh nenek. Padahal bisa saja karena jajan yang diberikan orangtuanya tidak memadai.

Sikap tone deaf orangtua terhadap hubungannya dengan proses belajar dan atau perkembangan akademik dan akhlak anak-anaknya di sekolah memang akan sangat merepotkan.

Dengan bersikap pasif atau tidak terlibat, orangtua melewatkan kesempatan untuk benar-benar memahami perkembangan anaknya dan berkontribusi pada perbaikan sistem pendidikan di sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun