Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Dikelola oleh Akbar Fauzan, S.Pd.I, Guru Milenial Lulusan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta | Mengulik Sisi Lain Dunia Pendidikan Indonesia | Ketua Bank Sampah Sekolah, Teknisi Asesmen Nasional ANBK, Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri Diterbitkan Bentang Pustaka

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Orangtua "Tone Deaf" Menjadi Penghambat Pendidikan dan Proses Belajar Siswa

9 September 2024   11:36 Diperbarui: 9 September 2024   15:02 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Orangtua yang "Tone Deaf". (via id.theasianparent.com)

Di era yang semakin kompleks dan serba terbuka ini, salah satu perilaku yang kerap menjadi perhatian serius adalah sikap tone deaf. Secara sederhana, tone deaf mengacu pada ketidakpekaan terhadap situasi sosial, emosi, dan konteks di sekitarnya. Dalam dunia pendidikan, sikap ini bisa sangat merugikan, tidak hanya bagi siswa, tapi juga bagi seluruh ekosistem pendidikan, mulai dari guru, orangtua, hingga warga sekolah. Maka dari itu, penting bagi kita untuk memahami dampak negatif tone deaf dan menghindarinya demi menciptakan lingkungan pendidikan yang sehat dan inklusif.

Sikap tone deaf dalam dunia pendidikan dapat muncul dalam berbagai bentuk. Salah satunya adalah ketidakmampuan guru atau pendidik untuk memahami konteks sosial, emosional, dan budaya atau latar belakang dari para siswa. 

Misalnya, ketika seorang guru tidak menyadari atau tidak peduli dengan tantangan pribadi yang dihadapi seorang siswa, seperti kondisi keluarga yang sulit, hal ini bisa memunculkan rasa keterasingan pada siswa tersebut. 

Sikap seperti ini jelas memperlebar jurang antara pendidik dan peserta didik, menghambat proses pembelajaran yang seharusnya penuh dukungan dan empati.

Lain dari itu, bagaimana sekolah merespons isu-isu sosial yang sedang berkembang di masyarakat. Dalam konteks ini, institusi pendidikan harus mampu beradaptasi dan mendidik siswa tentang isu-isu penting seperti keadilan sosial, inklusi, dan keberagaman. 

Namun, bila sekolah atau guru menunjukkan sikap tone deaf terhadap isu-isu ini, mereka tidak hanya gagal memberikan pendidikan yang relevan, tapi juga kehilangan kesempatan untuk membangun generasi yang lebih peka sosial.

Maka dari itu, menghindari sikap tone deaf dalam dunia pendidikan berarti menciptakan lingkungan yang inklusif, penuh empati, dan sadar sosial. 

Ketika sekolah, guru, dan siswa sama-sama berusaha memahami dan menghargai satu sama lain, dunia pendidikan tidak hanya menjadi tempat untuk belajar secara akademis, tetapi juga menjadi wadah pembentukan karakter dan kepekaan sosial yang lebih baik.

Kita bisa menghindari sikap tone deaf dalam pendidikan dan memastikan bahwa setiap siswa, tanpa terkecuali, merasa didukung dan dihargai dalam perjalanan belajarnya.

Di masa kini ramai orangtua sibuk medsos, tone deaf terhadap anak, guru, dan sekolah. (via pixabay)
Di masa kini ramai orangtua sibuk medsos, tone deaf terhadap anak, guru, dan sekolah. (via pixabay)

Bagaimana Sikap "Tone Deaf" Orangtua terhadap Proses Pendidikan

Para orangtua/wali murid bisa saja terjebak dalam sikap tone deaf. Ketidakpekaan seperti ini juga bisa memperburuk pengalaman belajar siswa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun