Program Guru Penggerak (PGP) seakan menjadi upaya reformasi pendidikan khususnya pendidik di Indonesia. Dengan semakin banyaknya angkatan yang telah dilahirkan, kini program ini telah memasuki angkatan ke-12, melibatkan ribuan guru dari seluruh penjuru negeri. Namun, meski tampak mengagumkan, tidak semua pihak menyambut program ini dengan tangan terbuka. PPG masih menjadi bahan perdebatan, dimana ada guru yang begitu antusias, dan tak sedikit pula yang masih ragu atau bahkan enggan terlibat.
Pro dan kontra seputar PGP bukanlah tanpa alasan. Di satu sisi, program ini dipandang sebagai langkah strategis dalam meningkatkan kualitas dan kompetensi guru, dua indikator yang selama ini menjadi perhatian utama dalam dunia pendidikan kita.Â
Guru diharapkan tidak hanya menjadi pengajar, tetapi juga penggerak yang mampu memotivasi dan menginspirasi siswa. Peningkatan kualitas ini diyakini akan berdampak langsung pada mutu pendidikan secara keseluruhan.
Namun, di sisi lain kritik terhadap PGP juga cukup tajam. Beberapa pihak mempertanyakan efektivitas program ini dalam jangka panjang.Â
Ada yang berpendapat bahwa PGP lebih menekankan pada sisi formalitas daripada substansi. Meskipun model pelatihan guru yang diberikan cukup komprehensif, namun penerapannya di lapangan masih perlu diuji lebih jauh.Â
Apakah benar guru yang telah mengikuti PGP mampu mengimplementasikan perubahan yang signifikan di sekolah mereka, ataukah ini hanya menjadi beban administratif tambahan?
Daya tarik PGP memang tidak dapat dipungkiri. Banyak ilmu baru yang bisa digali, mulai dari pedagogi, inspirasi untuk berinovasi hingga strategi kepemimpinan guru yang efektif.Â
Dibalik itu ada juga insentif/honor yang menjadi magnet bagi banyak guru. Pun, keikutsertaan dalam PGP seringkali dikaitkan dengan peluang menjadi calon Kepala Sekolah atau Pengawas Sekolah. Hal ini tentu saja menjadi daya tarik tersendiri.
Fenomena ini juga menimbulkan pertanyaan penting, apakah para guru mengikuti PGP semata-mata demi ilmu dan pengembangan diri, ataukah lebih didorong oleh faktor materi dan jenjang karier?Â
Hal ini menjadi tantangan bagi penyelenggara PGP untuk memastikan bahwa program ini tetap fokus pada tujuan utamanya, yaitu meningkatkan kualitas pendidikan, bukan sekadar menjadi batu loncatan menuju posisi yang lebih tinggi.
Salah satu tantangan terbesar dalam PGP adalah mengatasi resistensi/penolakan dari sebagian guru yang merasa program ini terlalu memberatkan.Â
Perubahan, bagaimanapun, memang tidak selalu mudah diterima. Dibutuhkan pendekatan yang lebih inklusif dan adaptif untuk memastikan bahwa semua guru, terlepas dari latar belakang dan pengalaman mereka, merasa termotivasi untuk mengikuti program ini.
Program Guru Penggerak bagi Guru Agama, Untuk Apa?
Sejak dimulainya PGP, kini ribuan guru telah terlibat dalam gerakan ini guna membawa angin segar dalam dunia pendidikan.Â
Nah, para guru agama pun tidak tinggal diam. Mereka dengan penuh semangat mengikuti jejak rekan-rekan mereka, turut serta dalam PGP dan memberikan dampak positif yang signifikan.Â
Kehadiran guru agama sebagai bagian dari Guru Penggerak kini semakin dirasakan, baik oleh rekan sejawat, sekolah, maupun peserta didik.
Dengan berkembangnya PGP, guru-guru Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti (PAIBP) juga mulai mendapat dorongan kuat untuk ikut serta.Â
Hal ini menunjukkan bahwa peran guru PAI tidak bisa dipandang sebelah mata dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan.Â
Para guru PAI tidak hanya mengajarkan nilai-nilai agama, tetapi juga menggerakkan perubahan yang lebih luas di lingkungan sekolah.
Banyak guru PAI yang telah berhasil menyelesaikan PGP dengan membawa semangat baru di sekolah. Mereka bertekad menjadi agen perubahan yang mampu menyelaraskan ajaran agama dengan inovasi dalam pembelajaran.Â
Bukan hanya tentang mengajarkan ilmu, tetapi juga tentang menanamkan nilai-nilai moral yang kuat, yang menjadi fondasi penting dalam pembentukan karakter peserta didik.
Meskipun jumlah guru PAI yang mengikuti PGP mungkin belum sebanyak guru kelas, namun pengaruh mereka tidak bisa diabaikan. Mereka telah membuktikan bahwa pendidikan agama bisa berjalan beriringan dengan kemajuan teknologi dan metode pengajaran modern.Â
Dengan bekal dari PGP, guru PAI mampu merancang pembelajaran yang lebih relevan dan inspiratif, menjawab tantangan zaman tanpa meninggalkan nilai-nilai fundamental dalam poros ajaran agama.
Mendorong lebih banyak guru PAI untuk bergabung dalam PGP adalah langkah strategis yang perlu terus didukung. Keberhasilan mereka dalam program ini akan membawa perubahan signifikan tidak hanya dalam lingkungan sekolah, tetapi juga dalam masyarakat secara luas.Â
Dengan semakin banyaknya guru PAI yang terlibat dalam PGP, harapan untuk menciptakan generasi yang cerdas secara akademis juga kuat secara spiritual, menjadi lebih nyata.Â
Saran bagi Pemerintah: Penyetaraan dalam PGP dan PPG
Dorongan bagi guru agama untuk bergabung dalam Program Guru Penggerak (PGP) adalah langkah yang penuh niat baik. Tujuannya jelas, yaitu memperkuat kompetensi dan kapasitas para guru agama agar semakin hebat dalam mengemban tugasnya.Â
Di satu sisi, ada harapan agar pengetahuan dan keterampilan guru agama bisa sejajar dengan guru kelas. Namun, di sisi lain, muncul juga aspirasi dari guru agama untuk mendapatkan pengakuan yang setara dengan rekan-rekan mereka di bidang lain, termasuk dalam hal peluang mengikuti Program Profesi Guru (PPG).
Saat ini, guru kelas yang telah berhasil menjadi Guru Penggerak memiliki peluang besar untuk dipanggil mengikuti PPG, sebagaimana yang dapat dilihat di laman SIMPKB. Ini merupakan kesempatan emas yang memungkinkan mereka untuk lebih memantapkan profesionalisme dan meningkatkan kualitas pengajaran.Â
Sayangnya, hal yang sama belum dirasakan oleh para guru agama. Meski sudah lulus dari PGP, mereka masih harus menunggu panggilan PPG dari Kemenag, tanpa kepastian kapan kesempatan itu akan datang.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan yang penting, jika guru agama memang didorong untuk mengikuti PGP seperti halnya guru kelas, bukankah seharusnya mereka juga mendapatkan hak yang sama dalam hal kesempatan mengikuti PPG?Â
Kesetaraan dalam pengakuan dan peluang inilah yang menjadi harapan banyak guru agama. Mereka ingin diakui tidak hanya sebagai pendidik yang kompeten, tetapi juga sebagai profesional yang memiliki akses terhadap pengembangan karir yang setara.
Bagi Kementerian Agama (Kemenag) dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek), ini adalah masukan yang sangat penting.Â
Mereka perlu menemukan rumus yang tepat untuk menjalankan PGP dan PPG dengan memberikan keuntungan dan manfaat yang setara bagi semua guru, baik itu guru kelas maupun guru agama.Â
Tidak boleh ada diskriminasi dalam hal peluang pengembangan diri, terutama jika tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara keseluruhan.
Pengakuan yang setara akan memberikan motivasi lebih bagi guru agama untuk terus meningkatkan kompetensi mereka. Ini juga akan memperkuat sinergi antara guru agama dan guru kelas dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih inklusif dan holistik.Â
Dengan begitu, setiap siswa, terlepas dari latar belakang agama atau mata pelajaran yang mereka pelajari, akan mendapatkan kualitas pendidikan yang terbaik.
Selanjutnya, penyetaraan ini bukan hanya tentang keadilan bagi guru agama, tetapi juga tentang menciptakan sistem pendidikan yang lebih berimbang dan berkualitas.Â
Kemenag dan Kemdikbud harus bekerja sama untuk memastikan bahwa setiap guru, tanpa terkecuali, memiliki akses yang adil terhadap semua program pengembangan profesional.Â
Hanya dengan begitu, kita dapat mencapai visi pendidikan yang berorientasi pada peningkatan kompetensi dan kesejahteraan semua pendidik di Indonesia.
Jika kesetaraan ini terwujud, maka kita akan melihat generasi pendidik yang lebih siap menghadapi tantangan zaman. Serta lebih mampu mendidik generasi penerus yang cerdas, berkarakter, dan berakhlak mulia.Â
Inilah esensi dari pendidikan yang sebenarnya, yaitu mengembangkan potensi semua guru agar dapat memberikan yang terbaik bagi peserta didik dan masa depan bangsa.
Kedepannya, keberhasilan PGP akan sangat bergantung pada bagaimana program ini terus dievaluasi dan disesuaikan dengan kebutuhan nyata di lapangan.Â
Dengan demikian, PGP tidak hanya akan menjadi program yang "diikuti banyak orang" tetapi juga benar-benar membawa perubahan nyata dalam dunia pendidikan kita.Â
Misi untuk mencetak Guru Penggerak yang sesungguhnya, yang mampu menggerakkan pendidikan ke arah yang lebih baik, harus menjadi prioritas utama.
PGP, dengan segala dinamikanya, adalah cerminan dari upaya besar untuk memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia. Namun, seperti halnya dengan setiap perubahan besar, selalu ada jalan panjang yang harus dilalui.Â
Maka, sukses tidaknya program ini akan ditentukan oleh sejauh mana para guru mampu menginternalisasi nilai-nilai yang diajarkan dan mengaplikasikannya dalam kehidupan profesional mereka.
PPG maupun PPG, pada akhirnya, bukan hanya tentang meningkatkan kompetensi guru, tetapi juga tentang menyebarkan cahaya ilmu dan kebijaksanaan kepada seluruh guru di penjuru negeri. Aamiin.
*****
Salam berbagi dan menginspirasi.
== Akbar Fauzan ==
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H