Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Best Teacher 2022 dan Best In Specific Interest Nominee 2023 | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Ada "Jalan Ninja" untuk Pejalan Kaki

31 Agustus 2024   06:34 Diperbarui: 31 Agustus 2024   06:42 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi jalan kaki. (Schantalao/Freepik via Kompas)

Di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan mobilitas, kebiasaan jalan kaki seakan menjadi budaya yang semakin tergerus di Indonesia. Baik di kota besar maupun di desa-desa, kita sering melihat masyarakat lebih memilih kendaraan, terutama sepeda motor, sebagai alat transportasi utama. Padahal, jalan kaki bukan hanya sekedar aktivitas fisik yang menyehatkan, tetapi juga mencerminkan gaya hidup yang lebih sederhana dan ramah lingkungan. Namun, mengapa budaya jalan kaki seakan sulit berkembang di negeri ini?

Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh pejalan kaki di Indonesia adalah faktor cuaca. Dengan iklim tropis yang cenderung panas dan lembab, banyak orang merasa tidak nyaman jika harus berjalan kaki, terutama dalam jarak yang jauh. 

Kondisi ini diperburuk dengan minimnya fasilitas penunjang bagi pejalan kaki, seperti trotoar yang layak dan jalur khusus yang aman. Di banyak kota, trotoar justru seringkali dipenuhi oleh PKL, sehingga pejalan kaki terpaksa berbagi jalan dengan kendaraan bermotor.

Jarak antara lokasi yang harus dijangkau seringkali terlalu jauh untuk ditempuh dengan berjalan kaki. Di kota-kota besar, tata kota yang kurang memperhatikan jarak antar fasilitas publik membuat masyarakat lebih memilih kendaraan demi efisiensi waktu dan tenaga. 

Fenomena ini bukan hanya terjadi di perkotaan, tetapi juga di pedesaan, dimana aksesibilitas dan infrastruktur yang terbatas membuat penggunaan kendaraan menjadi kebutuhan yang tak terhindarkan.

Kondisi tersebut semakin diperparah dengan kurangnya edukasi dan kesadaran akan manfaat jalan kaki. Banyak orang belum menyadari bahwa jalan kaki tidak hanya baik untuk kesehatan fisik, tetapi juga dapat mengurangi polusi udara dan kebisingan, serta mengurangi ketergantungan terhadap BBM. 

Edukasi dan kampanye mengenai manfaat jalan kaki perlu digalakkan kembali agar masyarakat lebih memahami pentingnya budaya ini dalam kehidupan sehari-hari.

Warga berjalan kaki. (foto Akbar Pitopang)
Warga berjalan kaki. (foto Akbar Pitopang)

Jalan Kaki Versus Rutinitas Kerja Harian

Kehidupan kerja di Indonesia memang tidak bisa dipungkiri cukup padat dan berat. Dari pagi hingga petang bahkan ada pula yang terpaksa harus lembur hingga malam. Sehingga energi kita terkuras habis di ruang kerja. Hanya akan meninggalkan sedikit semangat untuk aktivitas fisik seperti jalan kaki. 

Alih-alih menambah kebugaran, banyak dari kita yang justru lebih memilih untuk bermalas-malasan setelah seharian bekerja keras. Memang itu cukup wajar. Namun, apakah ini alasan yang tepat untuk mengabaikan manfaat besar dari jalan kaki?

Rutinitas kerja yang padat, dari lima hingga enam hari dalam sepekan, memang benar-benar menguras tenaga. Mulai dari meeting, deadline, hingga tugas-tugas yang menumpuk, semuanya berkontribusi terhadap kelelahan fisik dan mental. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun