Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Best Teacher 2022 dan Best In Specific Interest Nominee 2023 | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka

Selanjutnya

Tutup

Love Artikel Utama

KDRT Bukan Aib, Jangan Biarkan Menjadi "Bom Waktu"

20 Agustus 2024   10:54 Diperbarui: 20 Agustus 2024   14:54 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kekerasan fisik dalam keluarga. (DOK KOMPAS/DIDIE SW)

Membuat perjanjian anti-KDRT, baik secara lisan maupun tertulis, bukan hanya sebagai tanda cinta dan komitmen, tapi juga sebagai bentuk tanggung jawab bersama. 

Kesepakatan ini harus dipegang teguh oleh kedua belah pihak, sebagai pengingat bahwa tidak ada masalah yang layak diselesaikan dengan kekerasan.

Konsekuensi dari KDRT sangatlah fatal, bukan hanya merusak hubungan, tapi juga meninggalkan luka mendalam yang sulit untuk sembuh. Setiap pasangan harus menyadari bahwa kekerasan, sekecil apapun, hanya akan memperburuk situasi dan mengancam masa depan pernikahan. 

Dengan kesadaran ini, diharapkan setiap pasangan lebih bijak dalam mengelola emosi dan menyelesaikan masalah tanpa harus merugikan satu sama lain.

Kesepakatan untuk menghindari KDRT ini seharusnya menjadi bagian dari komitmen awal sebelum melangkah ke jenjang pernikahan. Dengan begitu, kedua belah pihak akan lebih berhati-hati dalam bertindak dan berkomunikasi, serta lebih memahami pentingnya menjaga kedamaian dalam rumah tangga. 

Lebih baik mengatasi masalah dengan kepala dingin sejak awal daripada menyesal ketika segalanya sudah terlanjur hancur.

Ilustrasi kekerasan fisik dalam keluarga. (DOK KOMPAS/DIDIE SW)
Ilustrasi kekerasan fisik dalam keluarga. (DOK KOMPAS/DIDIE SW)

Prioritaskan Keselamatan Korban KDRT

Ketika sebuah hubungan pernikahan berubah menjadi "racun" dan sudah bercampur dengan kekerasan, korban kerap merasa terjebak tanpa jalan keluar. Terutama bagi para istri yang sering menjadi target KDRT, meninggalkan hubungan semacam itu bukanlah hal yang mudah. 

Bahkan ketika nyawa sudah terancam, banyak dari mereka yang memilih bertahan. Sebagian besar karena memikirkan anak-anak mereka. 

Namun, ini bukan alasan untuk membiarkan situasi ini terus berlanjut. Masyarakat, keluarga, dan teman harus lebih aktif memberikan bantuan yang diperlukan.

Korban KDRT seringkali merasa terisolasi dan mungkin merasa malu, takut, atau bingung tentang apa yang harus dilakukan. Di sinilah peran kita semua untuk tidak hanya menawarkan dukungan moral tetapi juga bantuan konkret. Seperti melaporkan ke lembaga yang dapat melindungi mereka atau menyediakan tempat aman untuk berlindung. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun