Desa wisata kini semakin marak diperbincangkan sebagai potensi besar untuk memajukan perekonomian lokal di Indonesia. Sudah mencapai ribuan desa wisata yang tersebar di seluruh Indonesia. Dalam konteks ini, keindahan dan kekayaan budaya desa-desa di Ranah Minang tak bisa diabaikan. Sayangnya, tantangan zaman telah mempengaruhi eksistensi Rumah Gadang, ikon arsitektur tradisional Minangkabau yang sarat dengan nilai-nilai kearifan lokal.
Rumah Gadang bukan sekadar bangunan, melainkan sebuah mahakarya arsitektur yang memadukan estetika dan fungsi dalam kehidupan sosial masyarakat Minangkabau.Â
Bentuknya yang unik dengan atap melengkung (baca: gonjong), serta ukiran-ukiran kayu yang sarat makna filosofis, menjadikan Rumah Gadang sebagai simbol kebanggaan masyarakat Minangkabau.Â
Keberadaan Rumah Gadang seharusnya menjadi daya tarik utama dalam pengembangan desa wisata di Sumatera Barat.
Namun, realita yang terjadi saat ini cukup memprihatinkan. Banyak Rumah Gadang yang terbengkalai, rusak, dan bahkan ditinggalkan oleh ahli warisnya.Â
Di masa kini, masyarakat cenderung membangun rumah permanen dengan atap berbentuk segitiga yang dianggap lebih praktis. Kondisi ini tak hanya mengancam keberlanjutan Rumah Gadang, tetapi juga menghilangkan jejak sejarah dan budaya yang begitu kaya.
Pelestarian Rumah Gadang harus menjadi prioritas, bukan hanya sebagai warisan budaya, tetapi juga sebagai potensi pariwisata.Â
Pemerintah, akademisi, dan masyarakat perlu bergandengan tangan untuk terus merestorasi dan merawat Rumah Gadang yang masih tersisa. Pendekatan kolaboratif ini dapat menciptakan sinergi dalam menjaga dan mengembangkan potensi pariwisata berkelanjutan.
Mengintegrasikan Rumah Gadang ke dalam konsep desa wisata adalah salah satu solusi efektif. Desa wisata yang menampilkan keunikan arsitektur tradisional seperti Rumah Gadang dapat menarik wisatawan domestik maupun mancanegara.Â