Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Best Teacher 2022 dan Best In Specific Interest Nominee 2023 | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mengurai Benang Kusut PPDB, Tantangan dan Solusi untuk Masa Depan Pendidikan

28 Juni 2024   09:50 Diperbarui: 29 Juni 2024   06:50 696
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi PPDB. (KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO).

Namun, meskipun akses terhadap teknologi ini merata, mitos tentang perbedaan kualitas sekolah masih tetap kuat. Ini menunjukkan bahwa perlu ada perubahan paradigma dalam cara kita memandang pendidikan.

Ketika orangtua terlalu fokus pada reputasi, seringkali terjadi praktik-praktik yang tidak sehat dalam proses PPDB, seperti pemalsuan data atau "titip KK". Ini tidak hanya merusak integritas sistem pendidikan, tetapi juga menciptakan ketidakadilan bagi peserta didik lain yang seharusnya mendapatkan kesempatan yang sama.

Dengan memahami bahwa kualitas pendidikan tidak semata-mata tergantung pada reputasi sekolah, kita bisa mengurangi tekanan yang berlebihan dalam proses PPDB.

Promosi sekolah memang penting, tetapi harus dilakukan dengan cara yang jujur dan transparan. Sekolah-sekolah perlu menunjukkan keunggulan mereka melalui prestasi nyata, bukan sekadar reputasi yang dibangun dari promosi. Orangtua pun perlu lebih bijak dalam menilai sekolah, dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain seperti lingkungan belajar yang kondusif dan kesempatan untuk pengembangan karakter anak.

Tujuan utama pendidikan adalah untuk mencetak generasi yang cerdas, berkarakter, dan siap menghadapi tantangan masa depan karena memiliki kesempatan yang sama untuk belajar dan berkembang.

Mengubah pandangan tentang reputasi sekolah adalah langkah penting untuk mewujudkan pendidikan yang lebih inklusif dan berkeadilan.

Tekanan Eksternal dan Praktik Kecurangan di Sekolah

Ilustrasi pelaksanaan PPDB. (KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA)
Ilustrasi pelaksanaan PPDB. (KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA)

Di balik sorotan pada masalah PPDB, tidak hanya orangtua yang terlibat dalam praktik-praktik kecurangan, tetapi juga pihak sekolah. Salah satu praktik yang sering terjadi adalah "beli kursi". Masalah ini timbul karena keterbatasan jumlah sekolah, khususnya pada jenjang SMP dan SMA. Reputasi dan persaingan antar sekolah menciptakan tekanan bagi sekolah untuk menerima lebih banyak siswa melebihi kuota yang ditetapkan.

Tekanan ini semakin diperburuk oleh campur tangan pihak-pihak berpengaruh yang siap memberikan uang untuk "membeli kursi". Akibatnya, sekolah seringkali merasa berada dalam dilema menerima siswa melebihi kapasitas yang seharusnya. 

Akan tetapi, semakin banyak siswa maka semakin besar anggaran Dana BOS yang diterima, yang sayangnya justru dimanfaatkan untuk memperkuat reputasi sekolah.

Tidak dapat dipungkiri, Kepala Sekolah dan guru yang menjadi panitia PPDB berada dalam posisi sulit. Meski sudah menjalankan prosedur penerimaan dengan jalur zonasi dan afirmasi secara benar, tekanan dari orang-orang berpengaruh membuat sekolah harus menyediakan kuota tambahan. Hal ini menciptakan dilema yang merusak integritas pendidikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun