Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Akun ini dikelola Akbar Fauzan, S.Pd.I

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Hadiah atau Hinaan? Dilema Pemberian Hadiah untuk Guru

24 Juni 2024   07:07 Diperbarui: 29 Juni 2024   02:58 966
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bingkisan hadiah. (Sumber: TongroInc via Kompas.com)

Tahun ajaran telah berakhir, dan momen pembagian rapor menjadi penanda pencapaian penting bagi siswa, guru, orangtua, dan sekolah. Setiap anak mendapatkan kesempatan untuk dinilai sejauh mana mereka telah berkembang selama satu semester penuh. Di sisi lain, bagi para orangtua, momen ini seringkali dijadikan waktu yang tepat untuk menunjukkan apresiasi mereka kepada para guru. Tradisi memberikan kado sebagai ungkapan terima kasih ini ternyata masih menjadi polemik.

Banyak yang berpendapat bahwa memberikan hadiah kepada guru adalah bentuk penghargaan yang wajar atas dedikasi. Guru tidak hanya mengajar, tetapi juga mendidik dengan hati, menjadi orangtua kedua bagi siswa-siswanya. 

Pemberian kado dianggap sebagai cara orangtua untuk mengapresiasi peran penting guru dalam perkembangan anak-anak. Sebuah ungkapan terima kasih yang tulus dan tak terucap.

Namun, tidak sedikit pula yang memandang tradisi ini dari perspektif yang berbeda. Beberapa pihak khawatir bahwa pemberian hadiah bisa memicu ketidakadilan atau kesenjangan di antara siswa. 

Ada kekhawatiran bahwa guru mungkin akan lebih memperhatikan siswa yang orangtuanya memberikan hadiah. Iini juga bisa menciptakan tekanan sosial di kalangan orangtua untuk ikut serta memberikan hadiah, meski mungkin tidak semua mampu melakukannya.

Menghadapi polemik ini, beberapa sekolah telah mengeluarkan kebijakan yang tegas terkait pemberian hadiah. Beberapa sekolah melarang keras segala bentuk hadiah. Hal ini dilakukan demi menjaga integritas dan profesionalisme guru, serta mencegah adanya prasangka atau kecemburuan sosial.

Sebagai alternatif, beberapa komunitas pendidikan merekomendasikan bentuk apresiasi yang kolektif dan sederhana. Misalnya, orangtua dan siswa dapat bekerja sama membuat kartu ucapan terima kasih atau kenang-kenangan yang mencerminkan kerjasama dan kekompakan kelas. 

Tidak dapat dipungkiri, apresiasi kepada guru tetaplah penting. Mereka adalah pilar pendidikan yang berperan besar dalam membentuk masa depan generasi. Namun, cara kita menunjukkan apresiasi haruslah bijak dan mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk etika dan keadilan. 

Sejatinya, lebih dari sekadar hadiah materi, dukungan dan apresiasi moral dari orangtua dan masyarakat adalah hal yang paling berharga bagi para guru. 

Sebuah senyuman, kata-kata penghargaan, dan sikap positif dari siswa serta orangtua adalah hadiah terindah yang bisa guru terima sepanjang waktu.

Fokus pada esensi pendidikan, hindari apresiasi yang mungkin salah kaprah

Ilustrasi bingkisan hadiah. (Sumber: TongroInc via Kompas.com)
Ilustrasi bingkisan hadiah. (Sumber: TongroInc via Kompas.com)

Sebagai seorang guru, saya dan rekan-rekan sejawat tidak pernah bermimpi mendapatkan kado atau hadiah dari wali murid. Bagi kami, kebahagiaan sejati adalah melihat siswa berkembang dan berprestasi. 

Bahkan, banyak dari kami yang dengan santun menginformasikan kepada orangtua untuk tidak repot-repot menyiapkan hadiah saat pembagian rapor. Meski begitu, tetap saja ada orangtua yang dengan tekad kuat dan ikhlas berbagi kebahagiaan sebagai tanda terima kasih atas dedikasi guru dalam mendidik semua siswa.

Namun, disinilah letak dilematisnya. Menolak hadiah dari orangtua yang tulus bisa terasa sangat tidak enak atau tidak pantas dan menimbulkan kekhawatiran akan menyinggung perasaan orangtua. 

Kami sangat menghargai niat baik ini, tetapi juga harus menjaga profesionalisme dan keadilan di dalam lingkungan sekolah. Oleh karena itu, sebagai guru, kami lebih memilih untuk menghentikan kebiasaan memberikan hadiah saat pembagian rapor. 

Percayalah, bahwa guru tidak akan merasa tidak dihargai tanpa hadiah tersebut.

Banyak yang belum menyadari bahwa apresiasi kepada guru tidak harus berupa barang atau materi. Dukungan moral, komunikasi yang baik, dan kolaborasi orangtua dan guru adalah bentuk apresiasi yang jauh lebih berarti. 

Sebuah ucapan terima kasih yang tulus atau penghargaan verbal seringkali lebih dari cukup untuk membuat guru merasa diapresiasi. Sebab, pada akhirnya, hubungan yang harmonis dan saling mendukung antara guru dan orangtua adalah kunci utama keberhasilan pendidikan anak.

Menghentikan tradisi pemberian hadiah tidak akan mengurangi rasa terima kasih atau apresiasi kepada guru. Justru, hal ini dapat menghilangkan tekanan sosial di antara orangtua dan menciptakan lingkungan yang lebih adil dan nyaman bagi semua pihak. 

Terima kasih kepada wali murid yang pernah berbagi atau memberi dengan ikhlas dan tulus. Guru sangat menghargai niat baik tersebut. 

Namun, sekali lagi, saya tegaskan bahwa pemberian hadiah saat pembagian rapor bukanlah keharusan. Jangan takut, semua akan baik-baik saja. Apresiasi apapun itu tetap dirasakan dan dihargai, meskipun tanpa hadiah materi.

Marilah kita bersama-sama menciptakan budaya pendidikan yang lebih sehat dan berfokus pada esensi dari pendidikan itu sendiri. Dengan menghentikan kebiasaan memberi hadiah, kita bisa membangun lingkungan yang lebih adil, profesional, dan fokus berorientasi pada perkembangan siswa. 

Panduan orangtua dalam mengapresiasi dan menjaga martabat guru

Contoh guru di Gunungkidul dengan gaji hanya Rp 175.000 per bulan. (KOMPAS/ANGGARA WIKAN PRASETYA)
Contoh guru di Gunungkidul dengan gaji hanya Rp 175.000 per bulan. (KOMPAS/ANGGARA WIKAN PRASETYA)

Memberikan sesuatu kepada guru seharusnya dilakukan dengan ikhlas dan tulus, tanpa sedikitpun rasa enggan atau berat hati. Jika ada perasaan ragu atau beban di hati orangtua, lebih baik tinggalkan niat tersebut. 

Tidak perlu overthinking, khawatir bahwa tidak memberikan hadiah akan mempengaruhi nilai atau mengurangi perhatian dan kepedulian guru terhadap anak. 

Tentu saja tidak! Sebab, itu sudah menjadi tugas mulia guru untuk mengajar dan mendidik siswa dengan sepenuh hati, terlepas dari ada atau tidaknya hadiah.

Guru mengemban tugas mulia sebagai pendidik, dan integritas mereka tidak akan tergoyahkan oleh hal-hal materi. Tugas utama mereka adalah memberikan pendidikan yang terbaik bagi setiap siswa, tanpa pandang bulu. 

Jadi, orangtua tidak perlu khawatir bahwa tidak memberikan hadiah akan mempengaruhi kualitas pendidikan yang diterima anak-anak mereka. Guru tetap akan memberikan perhatian dan kepedulian yang sama, sesuai dengan tanggung jawab tupoksi.

Meskipun kita menyadari bahwa kesejahteraan guru seringkali masih menjadi isu yang perlu diperhatikan oleh pemerintah, biarlah itu menjadi bagian dari perjuangan bersama antara guru dan pemerintah. 

Guru yang berdedikasi akan tetap melaksanakan tugasnya dengan baik, meski di tengah keterbatasan. 

Sebagai orangtua, yang paling penting adalah menghormati guru dan profesinya. Memberikan sesuatu dengan niat yang tidak tulus atau dengan harapan akan mendapatkan perlakuan khusus malah bisa dianggap sebagai penghinaan terhadap integritas mereka. 

Guru bukanlah pengemis yang mengharapkan hadiah dari orangtua murid. Mereka adalah sosok yang bekerja dengan dedikasi dan hati.

Jangan biarkan pemberian hadiah menjadi beban atau keharusan. Apresiasi tidak harus diwujudkan dalam bentuk materi, tetapi bisa dalam bentuk dukungan nyata dan penghargaan yang tulus. Mari kita bersama-sama menciptakan budaya pendidikan yang lebih baik dan adil.

Pada akhirnya, yang paling penting adalah bagaimana kita menghargai guru melalui tindakan dan sikap kita sehari-hari. Menghormati mereka, mendukung mereka dalam tugas mulia ini, dan memastikan bahwa anak-anak kita mendapatkan pendidikan dengan cara-cara terbaik. 

Jadi, marilah kita berhenti memikirkan hadiah materi dan mulai fokus mendukung hal-hal yang benar-benar penting dalam pendidikan. Dengan begitu, kita akan membantu menciptakan lingkungan yang lebih baik dan lebih mendukung bagi guru dan siswa. 

Semoga bermanfaat..

*****
Salam berbagi dan menginspirasi.
== Akbar Pitopang ==

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun