Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Best Teacher 2022 dan Best In Specific Interest Nominee 2023 | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

"Jangan Jadi Guru" dan "Jangan Jadi Dosen", Memangnya Kenapa?

14 Juni 2024   12:07 Diperbarui: 16 Juni 2024   14:50 708
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. (Sumber: KOMPAS/HERYUNANTO)

Beberapa waktu yang lalu, media sosial dihebohkan dengan trendingnya tagar #JanganJadiDosen. Fenomena ini membuat saya terbayang juga tentang sebuah sindiran yang tak jauh berbeda, jangan jadi guru. Kedua hal ini mencerminkan rasa keprihatinan dari publik terhadap kondisi para tenaga pendidik mengenai kompleksitas masalah yang dihadapi.

Tidak dapat dipungkiri, profesi guru dan dosen adalah pilar utama dalam membangun generasi penerus bangsa. Namun, seringkali mereka dihadapkan pada berbagai tantangan yang berat, mulai dari beban administrasi yang menumpuk, fasilitas yang kurang memadai, hingga gaji yang tidak sebanding dengan tanggung jawab yang diemban. 

Masalah kesejahteraan menjadi isu krusial. Gaji yang diterima oleh para guru dan dosen seringkali tidak sebanding dengan beban dan tanggung jawab yang harus dipikul. Banyak di antara guru maupun dosen yang harus mencari pekerjaan sampingan untuk memenuhi kebutuhan hidup. 

Kondisi ini tentu saja tidak ideal, karena seharusnya para pendidik bisa fokus sepenuhnya pada tugas mengajar tanpa harus memikirkan kesulitan finansial. Ini juga dapat berimbas pada banyaknya tenaga pendidik merasa kurang dihargai dan menjadi (agak) frustasi.

Ilustrasi. (Sumber: KOMPAS/HERYUNANTO)
Ilustrasi. (Sumber: KOMPAS/HERYUNANTO)

Tagar keprihatinan jadi pemicu perubahan

Pekerjaan sebagai guru dan dosen sering kali dianggap mulia dan penuh kebanggaan. Namun, dibalik itu semua, terdapat berbagai tantangan yang sering kali tidak terlihat oleh masyarakat umum. 

Mulai dari beban kerja yang sangat kompleks, minimnya penghargaan, hingga tekanan dari berbagai pihak. Ironisnya, upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan para tenaga pendidik masih belum maksimal.

Guru dan dosen harus menghadapi berbagai masalah, baik yang bersifat administratif maupun masalah lainnya. Beban administrasi yang semakin menumpuk sering kali mengalihkan fokus mereka dari tugas utama, yaitu mendidik dan membimbing siswa dan mahasiswa. Selain itu, tuntutan dari orang tua, tekanan dari atasan, serta harapan yang tinggi dari masyarakat juga menambah kompleksitas permasalahan yang dihadapi para pendidik.

Minimnya penghargaan dan dukungan finansial dirasakan banyak guru dan dosen yang merasa bahwa upah yang mereka terima tidak sebanding dengan usaha dan dedikasi yang diberikan. Padahal, mereka berperan penting dalam mencetak generasi penerus bangsa. 

Tidak hanya masalah finansial, dukungan psikologis dan moral juga seringkali minim. Banyak guru dan dosen yang merasa bekerja sendirian tanpa dukungan yang memadai dari pemerintah maupun institusi. Padahal, profesi ini membutuhkan komitmen dan semangat yang tinggi, yang tentunya perlu didukung dengan kondisi kerja yang kondusif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun