Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Best Teacher 2022 dan Best In Specific Interest Nominee 2023 | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Tren Hunian Pinggir Kota Mengubah Peta Zonasi PPDB

10 Juni 2024   10:58 Diperbarui: 27 Juni 2024   15:50 541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak sekolah dasar. (Kompasiana/Mustopa)

Penerapan jalur zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) telah menjadi topik hangat dalam beberapa tahun ini. Kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan pemerataan pendidikan dan mengurangi kesenjangan akses antara sekolah-sekolah favorit dan non-favorit, ternyata menimbulkan berbagai tantangan dan masalah. 

Salah satu masalah utama adalah kecurangan orangtua dalam penerimaan siswa, seperti fenomena titip Kartu Keluarga (KK) untuk mengincar sekolah-sekolah favorit. Meskipun tujuan kebijakan ini baik, pelaksanaannya belum sepenuhnya efektif dan adil.

Fenomena titip KK menjadi bukti bahwa beberapa orangtua masih bersikeras memasukkan anak-anak mereka ke sekolah favorit meskipun melanggar aturan zonasi. Mereka berusaha memanipulasi alamat tempat tinggal untuk mendapatkan akses ke sekolah-sekolah yang memiliki reputasi lebih baik. 

Hal ini tidak hanya merugikan siswa lain yang seharusnya lebih berhak secara zonasi, tetapi juga mengganggu prinsip keadilan dan pemerataan yang diusung oleh kebijakan ini.

Selain kecurangan, ada kekhawatiran bahwa sekolah-sekolah yang berada di tengah kota akan kekurangan siswa. Dengan adanya kebijakan zonasi PPDB, sekolah-sekolah di pusat kota mungkin akan memiliki jumlah penduduk usia sekolah yang lebih sedikit. 

Hal ini dapat menyebabkan persaingan yang ketat antar sekolah untuk mendapatkan siswa, dan pada gilirannya mempengaruhi kualitas pendidikan yang ditawarkan.

Persaingan mendapatkan siswa ini juga dapat memicu perubahan strategi di kalangan sekolah-sekolah tersebut. Sekolah mungkin akan meningkatkan promosi atau bahkan meningkatkan kualitas fasilitas dan program pendidikan untuk menarik minat siswa dari "jalur lain" yang masih bisa mendaftar misalnya melalui jalur prestasi atau afirmasi. 

Namun, tidak semua sekolah memiliki sumber daya yang cukup untuk melakukan ini, yang pada akhirnya dapat menambah kesenjangan antara sekolah yang "mampu dan yang kurang mampu".

Di sisi lain, sekolah-sekolah di pinggiran kota yang semakin padat penduduk mungkin mengalami kelebihan kapasitas siswa. Hal ini dapat menyebabkan masalah baru seperti kekurangan fasilitas, perbandingan jumlah siswa dan tenaga pengajar yang tidak seimbang, dan penurunan kualitas pendidikan. 

Siswa di daerah tersebut mungkin tidak mendapatkan pendidikan yang optimal karena sumber daya sekolah yang terbatas.

Disarankan kepada pemerintah perlu melakukan evaluasi terhadap kebijakan zonasi ini. Penegakan aturan perlu diperkuat. Selain itu, perlu ada peningkatan kualitas pendidikan secara merata di semua sekolah sehingga tidak ada lagi persepsi tentang sekolah favorit dan non-favorit. 

Dengan demikian, diharapkan kebijakan zonasi dapat benar-benar mencapai tujuannya untuk pemerataan pendidikan dan mengurangi kesenjangan di sektor pendidikan.

Tak sanggup membeli tanah di tengah kota, banyak warga kini memilih perumahan di pinggir kota. (Dok. PPDPP Kementerian PUPR via Kompas.com)
Tak sanggup membeli tanah di tengah kota, banyak warga kini memilih perumahan di pinggir kota. (Dok. PPDPP Kementerian PUPR via Kompas.com)

Dinamika persebaran siswa dampak pergeseran area pemukiman 

Penerapan jalur zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) telah membawa perubahan signifikan dalam dinamika persebaran siswa di perkotaan. Salah satu dampak yang mulai dirasakan adalah potensi kekurangan siswa di sekolah-sekolah yang berada di tengah kota. 

Fenomena ini bisa ditelusuri lebih dalam dengan memperhatikan perubahan pola hunian masyarakat, terutama pasangan muda yang membeli rumah KPR yang lokasinya cenderung di pinggir kota.

Saat ini, banyak pasangan muda lebih memilih untuk membeli rumah di pinggiran kota dibandingkan di pusat kota. Alasannya cukup jelas yakni harga tanah dan properti di tengah kota semakin mahal dan sulit dijangkau oleh masyarakat dengan pendapatan menengah ke bawah. 

Pinggiran kota menawarkan harga yang lebih terjangkau serta berbagai fasilitas yang mulai berkembang, menjadikannya pilihan menarik bagi keluarga muda.

Dengan sistem zonasi yang diberlakukan, siswa secara otomatis akan masuk ke sekolah yang berada di sekitar tempat tinggal mereka. Ini berarti, sekolah-sekolah di pinggiran kota cenderung akan menerima lebih banyak siswa karena peningkatan jumlah penduduk di kawasan tersebut. 

Sebaliknya, sekolah-sekolah di pusat kota yang jumlah penduduk usia sekolah semakin sedikit, berpotensi mengalami kekurangan siswa.

Untuk mengatasi ketimpangan ini, pemerintah perlu melakukan evaluasi dan penyesuaian terhadap kebijakan zonasi PPDB. Salah satu langkah yang bisa diambil adalah meningkatkan investasi dalam infrastruktur dan sumber daya pendidikan di sekolah-sekolah pinggiran kota, serta memberikan apresiasi bagi sekolah-sekolah di pusat kota untuk mengembangkan program-program unggulan yang dapat menarik siswa dari jalur yang masih relevan.

Ilustrasi anak sekolah dasar. (Kompasiana/Mustopa)
Ilustrasi anak sekolah dasar. (Kompasiana/Mustopa)

Risiko sekolah berada jauh dari zonasi tempat tinggal

Penerapan jalur zonasi dalam PPDB telah menciptakan dinamika baru dalam sistem pendidikan di perkotaan. Meskipun banyak pasangan muda atau masyarakat memilih untuk tinggal di perumahan di pinggiran kota, fenomena unik muncul di mana banyak anak dari keluarga ini tetap bersekolah di tengah kota. 

Hal ini biasanya terjadi karena anak didaftarkan ke dalam Kartu Keluarga (KK) neneknya yang masih tinggal di rumah utama di pusat kota. Dengan demikian, anak-anak ini dapat mengakses sekolah-sekolah yang lebih favorit atau bergengsi yang berada di tengah kota, meskipun rumah orangtua mereka berada di pinggir kota.

Namun, praktik ini tidak bebas dari risiko dan konsekuensi. Salah satu masalah yang sering muncul adalah keterlambatan siswa datang ke sekolah. 

Jarak yang jauh antara rumah di pinggiran kota dan sekolah di pusat kota menyebabkan siswa harus menempuh perjalanan yang lebih panjang setiap hari. Kondisi lalu lintas perkotaan yang seringkali macet memperparah situasi ini, sehingga siswa berisiko terlambat tiba di sekolah. 

Keterlambatan ini dapat berdampak negatif pada proses belajar mengajar, mengurangi waktu belajar efektif siswa tersebut, dan mempengaruhi disiplin serta prestasi akademik mereka.

Selain itu, perjalanan yang panjang dan melelahkan setiap hari juga dapat mempengaruhi kondisi fisik dan mental siswa. Mereka harus bangun lebih pagi dan pulang atau sampai dirumah lebih lama, yang berarti waktu istirahat mereka berkurang. 

Hal ini bisa berpengaruh pada tingkat konsentrasi dan energi siswa selama di sekolah, serta mengurangi waktu untuk belajar mandiri dan aktivitas lain di rumah. 

Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat menyebabkan kelelahan yang parah dan menurunkan kualitas hidup siswa.

Pemerintah dan masyarakat perlu bekerja sama untuk memastikan bahwa semua sekolah, baik di pusat kota maupun pinggiran kota, memiliki kualitas pendidikan yang setara.

Disamping itu, solusi transportasi yang lebih baik bagi siswa yang harus menempuh perjalanan jauh juga perlu dipertimbangkan. Dengan demikian, meskipun siswa harus bersekolah jauh dari rumah, perjalanan mereka bisa lebih nyaman dan tepat waktu.

Meski imbas dari sistem zonasi, tetap diharapkan masalah ketidakseimbangan distribusi siswa dan risiko keterlambatan dapat diminimalisir. Tujuannya untuk pemerataan pendidikan, tanpa mengorbankan kenyamanan dan kualitas hidup siswa.

Semoga bermanfaat..

*****
Salam berbagi dan menginspirasi.
== Akbar Pitopang ==

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun