Sudahkan anda menonton film "Budi Pekerti"? Film karya Wregas Bhanuteja ini merupakan suatu karya yang tidak hanya layak ditonton oleh masyarakat umum, tetapi juga menjadi suatu keharusan bagi para guru dan tenaga pendidik.Â
Melalui cerita yang disajikan dalam film ini, kita dihadapkan pada realitas yang menggugah hati tentang pentingnya memperlakukan sesama manusia dengan penuh kemanusiaan alias "memanusiakan manusia".Â
Dalam konteks pendidikan, film ini memberikan pelajaran yang sangat berharga tentang arti sebenarnya dari pendidikan yang humanis.Â
Guru, sebagai agen perubahan di ruang kelas, juga memiliki kelemahan dan kesalahan seperti manusia lainnya. Namun, yang terpenting adalah kemauan untuk belajar dan memperbaiki diri dari kesalahan tersebut.
Tidak jarang kita melihat fenomena di media sosial dimana guru menjadi sasaran empuk untuk dijadikan "konten" demi kepentingan pribadi atau sekadar menciptakan konten yang kontroversial.Â
Opini yang muncul seringkali hanya untuk menghakimi, tanpa memahami konteks dan niat baik dari guru.Â
Film ini memberikan sudut pandang yang berbeda, mengajak kita untuk lebih memahami dan memberikan ruang bagi guru untuk belajar dan "bertobat" atas kesalahan yang mungkin tidak disadarinya.
Melalui kisah yang disajikan dalam film "Budi Pekerti", kita diingatkan akan pentingnya sikap empati dan kesediaan untuk belajar dari kesalahan.Â
Semua manusia dan kita semua berhak untuk diperlakukan dengan hormat dan penuh keadilan.Â
Film ini merupakan salah satu sumber inspirasi dan refleksi bagi kita semua. Terutama bagi para pendidik, dalam menjalani peran dan tanggung jawab di dunia pendidikan.
Menurut saya, film ini juga untuk menjawab tantangan dunia modern serta untuk menjawab fenomena yang hingga saat ini kerap terjadi dalam ekosistem media sosial di negeri ini.Â
Bahwasanya sudah banyak yang hanya berprinsip "demi konten" sehingga dapat menciptakan malapetaka atau bumerang yang ternyata dampaknya sangat besar.
Guru juga manusia, tetap punya kesalahan
Di dalam dunia pendidikan, guru sering kali dianggap sebagai pilar utama yang harus selalu memberikan teladan yang baik bagi murid-muridnya. Namun, terlepas dari image yang sempurna itu, kenyataannya guru juga manusia biasa yang rentan melakukan kesalahan.Â
Guru seringkali harus berhadapan dengan tekanan dan tantangan yang kompleks di dalam ruang kelas. Salah satu contohnya adalah Bu Prani, seorang pendidik yang mengadopsi metode hukuman "refleksi" untuk murid-muridnya yang melanggar peraturan.
Pada awalnya, pendekatan ini disambut hangat oleh berbagai pihak, termasuk wali murid dan alumni yang melihatnya sebagai solusi efektif dalam menangani perilaku buruk di sekolah.Â
Namun, seiring berjalannya waktu, dampak negatif dari metode ini mulai terkuak ke permukaan. Publik dengan cepat merespons, mengecam tindakan Bu Prani, yang sebelumnya dipuji.
Namun demikian, penting untuk diingat bahwa guru juga manusia yang memiliki keterbatasan, guru tidak luput dari kesalahan. Sebagai agen perubahan di ruang kelas, guru kadang-kadang harus menghadapi situasi yang sulit.Â
Sikap kritis dari publik terhadap Bu Prani menunjukkan pentingnya penilaian yang objektif dalam mengelola pendidikan. Bagaimanapun, sebuah kesalahan tidak seharusnya menghapuskan semua dedikasi dan prestasi yang telah dibangun oleh seorang guru selama bertahun-tahun.
Kisah Bu Prani mengingatkan kita bahwa dalam dunia pendidikan, perjalanan menuju kesempurnaan adalah proses yang panjang dan penuh liku-liku.Â
Tidak ada seorang pun manusia maupun guru yang benar-benar sempurna. Dan setiap kesalahan adalah kesempatan bagi guru untuk belajar dan berkembang.Â
Refleksi guru untuk tidak selalu merasa paling benar
Ketika metode pengajaran yang dianggap efektif menjadi kontroversial, itu mencerminkan pentingnya refleksi dan penyesuaian dalam dunia pendidikan.Â
Hal ini tercermin dalam kisah Bu Prani, seorang guru yang mempraktikkan metode refleksi dengan hukuman "gali kubur" bagi murid yang bertengkar. Namun, ironisnya, metode ini malah menciptakan efek yang tidak diinginkan atau mungkin dianggap "tidak normal".
Bu Prani akhirnya menyadari konsekuensi dari tindakannya ketika Gora, salah satu muridnya, mengungkapkan dampak negatif dari hukuman tersebut.Â
Melalui percakapan itu, Bu Prani mulai menerima kekurangannya dan mengakui bahwa metodenya mungkin tidak sepenuhnya tepat.Â
Kisah ini menyoroti pentingnya kritik konstruktif dan kemampuan untuk menerima kesalahan sebagai bagian dari proses pembelajaran. Guru yang mampu mengakui kekurangannya dan bersedia untuk belajar dari pengalaman dapat menciptakan lingkungan belajar yang lebih baik bagi murid-murid mereka.Â
Selain itu, kesediaan untuk bertindak dengan integritas, bahkan jika itu berarti menghadapi konsekuensi yang sulit, merupakan tindakan yang mulia dan patut dihargai dalam dunia pendidikan.
Ini menggugah guru untuk lebih kritis terhadap metode pengajaran yang digunakan, serta untuk lebih terbuka terhadap umpan balik dan perubahan yang diperlukan. Hanya dengan sikap guru untuk tidak merasa paling benar, guru dapat menciptakan lingkungan pendidikan yang mempromosikan pertumbuhan dan kesejahteraan bagi semua yang terlibat di dalamnya.
Cermin pengakuan kesalahan seorang guru
Keputusan yang diambil oleh Bu Prani adalah suatu pencerminan yang mendalam bagi kita semua. Ia menghadapi dilema di era klarifikasi ala media sosial, apakah harus membuka diri dan menceritakan semua pengalaman hanya untuk mendapatkan kepercayaan publik, padahal mereka cenderung percaya pada narasi yang mereka inginkan semata.
Dalam era disruptif saat ini, tekanan untuk tampil sempurna dan tanpa cela bisa sangat kuat. Namun, kisah Bu Prani mengajarkan kita bahwa integritas dan kejujuran tetaplah penting, meskipun itu berarti menghadapi konsekuensi yang sulit.Â
Ia memilih untuk mengungkapkan kekurangannya, bukan untuk mendapatkan simpati atau pujian, tetapi karena ia menyadari bahwa itu adalah hal yang benar untuk dilakukan.
Tidak semua yang kita alami perlu dibongkar dan diceritakan kepada publik. Namun, ketika kita berada di persimpangan antara mengorbankan kejujuran kita atau mempertahankannya, kita harus memilih yang kedua.Â
Karena kejujuran adalah pondasi dari hubungan yang sehat dan saling percaya, baik dalam konteks personal maupun profesional.Termasuk dalam membangun ekosistem media sosial.
Kisah Bu Prani juga mengingatkan kita untuk tidak terlalu bergantung pada persepsi orang lain. Terlepas dari apa yang dipercayai atau diinginkan oleh publik, yang paling penting adalah bahwa kita tulus dan jujur dalam tindakan kita.Â
Kita mungkin tidak selalu mendapatkan pujian atau penghargaan, tetapi kita akan memperoleh kepuasan yang lebih besar dari dalam diri kita sendiri karena kita tahu bahwa kita telah bertindak sesuai dengan nilai-nilai.
Stop justifikasi, mari introspeksi diriÂ
Pendidikan adalah proses yang melibatkan interaksi kompleks antara guru dan murid, dimana kesalahan kadang-kadang tidak bisa dihindari. Namun, penting untuk diingat bahwa kesalahan adalah bagian yang tak terpisahkan dari proses pembelajaran itu sendiri.Â
Sebaliknya, reaksi yang lebih konstruktif lebih dibutuhkan daripada mencaci maki atau menyalahkan. Silahkan beri dukungan dan bimbingan kepada para guru yang mungkin tersesat dalam pendekatan mengajar.
Dalam memberikan dukungan, kita dapat membantu guru untuk melakukan proses refleksi diri, mengidentifikasi area dimana mereka dapat meningkatkan potensi, dan memberikan saran yang membangun.Â
Hal ini tidak hanya memungkinkan guru untuk tumbuh dan berkembang secara pribadi, tetapi juga memperkuat hubungan mereka dengan murid-murid mereka dalam lingkungan belajar yang positif dan inklusif.
Sebagai masyarakat (termasuk netizen), kita memiliki tanggung jawab untuk mendukung pendidik dalam upaya mereka untuk menjadi pendidik yang lebih baik.Â
Ini berarti memberikan dukungan moral, memberikan sumber daya yang diperlukan, dan menghormati upaya mereka untuk terus meningkatkan praktik mengajar.Â
Dengan demikian, kita menciptakan lingkungan dimana kesalahan dianggap sebagai kesempatan untuk belajar dan berkembang, bukan sebagai tanda kegagalan atau kelemahan.
Dengan memperbaiki kesalahan, guru terus mencari cara untuk meningkatkan praktik pengajaran. Para pendidik dapat menciptakan pengalaman belajar yang lebih bermakna dan efektif bagi murid-murid mereka.Â
Itulah esensi sejati dari pembelajaran: bukan hanya transfer pengetahuan, tetapi juga pertumbuhan pribadi dan profesionalisme yang berkelanjutan bagi semua yang terlibat dalam proses tersebut.
Kita harus bersama-sama memberikan dukungan kepedulian kepada para pendidik agar mereka dapat terus tumbuh dan berkembang, sehingga dapat memberikan pelayanan pendidikan yang lebih baik bagi generasi penerus kebaikan.
Semoga bermanfaat..
*****
Salam berbagi inspirasi.
== Akbar Pitopang ==
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI