Budaya perusahaan yang mendukung keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan adalah kunci untuk menciptakan lingkungan kerja yang produktif.Â
Banyak perusahaan kini menyadari pentingnya mendukung karyawan mereka dalam mencapai keseimbangan ini, lalu mengadopsi kebijakan yang fleksibel, cuti, gathering, dan dukungan lainnya untuk mencapai tujuan tersebut.
Salah satu kebijakan yang semakin populer adalah fleksibilitas waktu kerja terlebih semenjak adanya pandemi Covid-19 yang lalu. Dengan memberikan karyawan kebebasan untuk mengatur jam kerja mereka sendiri.
Opsi bekerja dari rumah, bekerja paruh waktu, atau mengatur jam kerja yang lebih fleksibel, maka perusahaan memungkinkan karyawan untuk lebih mudah menyeimbangkan antara tanggung jawab pekerjaan dan kebutuhan pribadi mereka.Â
Ini tidak hanya meningkatkan kepuasan karyawan, tetapi juga meningkatkan produktivitas karena karyawan merasa lebih berdaya, dihargai dan setara.
Selain itu, memberikan cuti yang cukup, termasuk cuti hamil, cuti istri melahirkan, cuti sakit, dan cuti libur, memungkinkan karyawan untuk mengambil waktu yang mereka butuhkan untuk menyegarkan kehidupan pribadi.
Dengan memberikan dukungan ini, perusahaan menunjukkan bahwa mereka menghargai kesejahteraan karyawan mereka dan memahami bahwa karyawan yang bahagia dan sehat adalah karyawan yang lebih produktif dan dapat diandalkan.
Namun, mendukung keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan tidak hanya tentang kebijakan perusahaan, tetapi juga tentang nilai-nilai yang diintegrasikan dalam budaya kerja sehari-hari.Â
Nilai-nilai keagamaan atau spiritual, seperti etika kerja, integritas, kejujuran, hak untuk menjalankan ibadah, dapat membantu menciptakan lingkungan kerja yang mendukung dan bebas "toksik".
Ketika karyawan merasa bahwa nilai-nilai itu dihargai dan tercermin dalam budaya perusahaan, maka mereka cenderung lebih bersemangat, berdedikasi, dan berkomitmen terhadap kesuksesan tanggung jawab pekerjaan.
Melepas beban dengan "my life"
Mengenali tanda-tanda stres dan burnout merupakan langkah penting dalam menjaga keseimbangan antara pekerjaan, kehidupan pribadi, dan ibadah. Stres kronis dan burnout dapat mengancam kesejahteraan fisik, mental, dan emosional seseorang.Â