Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Akun ini dikelola Akbar Fauzan, S.Pd.I

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Saran untuk Kemdikbud: 5 Hari Belajar, 1 Hari untuk Pelatihan Guru

20 Februari 2024   03:21 Diperbarui: 21 Februari 2024   08:57 752
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Guru zaman now yang mengikuti berbagai pelatihan dan pengembangan profesi berkelanjutan. (foto Akbar Pitopang)

Pendidikan merupakan pilar utama pembangunan suatu negara, dan peran guru dalam proses ini tidak dapat diabaikan. Namun, hingga saat ini, perdebatan seputar kebijakan dan aturan yang mengatur pengembangan diri guru masih menjadi topik hangat.

Perdebatan yang terus-menerus mengenai tuntutan kebijakan pemerintah bagi guru untuk mengikuti pelatihan-pelatihan dan kegiatan pengembangan diri berkelanjutan merupakan isu yang tak kunjung reda dalam kalangan praktisi pendidikan. 

Diskusi ini tak hanya terjadi di lingkungan sekolah misalnya, tetapi juga merambah ke media sosial, yang menciptakan gelombang opini yang beragam di berbagai kalangan. 

Perbincangan ini tidak hanya sekadar retorika kosong. Malah mencerminkan kompleksitas transformasi pendidikan yang tengah berlangsung di Indonesia saat ini.

Sebagai respons terhadap tuntutan akan peningkatan kualitas pendidikan, pemerintah telah mengeluarkan sejumlah kebijakan yang mencakup berbagai aspek, mulai dari penyusunan kurikulum baru hingga implementasi aplikasi menyangkut teknologi pendidikan. 

Pemerintah telah mengambil langkah-langkah konkret dalam upaya meningkatkan kompetensi guru, mulai dari merumuskan kebijakan hingga mengembangkan berbagai program, seperti kurikulum baru dan aplikasi pendidikan seperti Platform Merdeka Mengajar (PMM). 

Salah satu inisiatif yang menonjol adalah Platform Merdeka Mengajar (PMM), sebuah aplikasi yang dirancang untuk memfasilitasi pengembangan profesionalisme guru melalui beragam pelatihan dan kegiatan praktik baik. 

Namun, hal ini tidak luput dari sorotan pro-kontra. Meskipun di atas kertas tampaknya merupakan langkah positif, namun di lapangan, implementasi kebijakan tersebut tidak luput dari pilihan setuju dan tidak setuju.

Sebagian mendukung langkah-langkah ini sebagai upaya nyata untuk meningkatkan mutu pendidikan di tanah air, sementara yang lain mengkritiknya sebagai kebijakan yang terlalu membebani para pendidik.

Kesimpangsiuran pandangan ini menggambarkan kompleksitas tantangan dalam dunia pendidikan, dimana berbagai kepentingan dan perspektif saling bertabrakan. 

Di satu sisi, ada kebutuhan akan peningkatan kompetensi guru agar mampu menghadapi dinamika pendidikan yang terus berkembang. Namun, di sisi lain, perlu dipertimbangkan juga beban kerja dan waktu yang dimiliki oleh para guru, yang seringkali sudah cukup terbatas karena padatnya aktivitas jam mengajar.

Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang seimbang dan terukur dalam merumuskan kebijakan pendidikan yang berkaitan dengan pelatihan dan pengembangan diri bagi guru. 

Langkah-langkah ini harus memperhitungkan kebutuhan riil para pendidik, sambil tetap menjaga standar kualitas pendidikan yang diinginkan. 

Diskusi terbuka antara pemerintah, guru dan atau para tenaga pendidik, praktisi pendidikan, dan masyarakat pendidikan, menjadi kunci dalam merumuskan langkah-langkah yang tepat dan berkelanjutan dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

Dalam perdebatan yang kompleks ini, ada kerangka penting untuk mengakui bahwa tantangan dalam pengembangan kompetensi guru tidak hanya berkaitan dengan kebijakan pemerintah, tetapi juga dengan budaya dan sistem pendidikan di negeri ini. 

Perubahan yang diinginkan membutuhkan kolaborasi antara semua pemangku kepentingan. Coba berikan ruang bagi refleksi dan adaptasi. 

Yang merupakan langkah penting dalam memastikan bahwa upaya pengembangan diri guru tidak hanya menjadi sekedar formalitas yang menjadi syarat administratif, tetapi benar-benar menghasilkan dampak yang signifikan dalam meningkatkan mutu pendidikan.

Guru zaman now yang mengikuti berbagai pelatihan dan pengembangan profesi berkelanjutan. (foto Akbar Pitopang)
Guru zaman now yang mengikuti berbagai pelatihan dan pengembangan profesi berkelanjutan. (foto Akbar Pitopang)

Guru mengikuti pelatihan, yay or nay?

Peningkatan kompetensi guru melalui berbagai pelatihan yang diselenggarakan oleh pemerintah ataupun pihak swasta merupakan langkah yang masuk akal dalam menghadapi tantangan zaman dan tuntutan dunia pendidikan yang terus berkembang. 

Meskipun ada pertanyaan tentang efektivitas pelatihan ini dan sejauh mana implementasinya oleh para guru, namun tidak dapat dipungkiri bahwa upaya ini memberikan dorongan positif dalam meningkatkan kualitas pendidikan.

Dalam menghadapi masa yang terus berubah dan berkembang, di mana tuntutan dan ekspektasi terhadap pendidikan semakin meningkat, penting bagi para pendidik untuk tidak hanya mengandalkan konsep-konsep jadul di zona nyaman.

Pelatihan-pelatihan tersebut memberikan kesempatan bagi guru untuk mengikuti perkembangan terbaru dalam bidang pendidikan, memperbaharui pengetahuan dan keterampilan guru, serta memperluas wawasan tentang pendekatan pengajaran bagi anak didik.

Meskipun tidak langsung dapat dipastikan sejauh mana pelatihan tersebut akan diterapkan oleh guru dan seberapa besar dampaknya pada peserta didik, namun adanya upaya untuk terus meningkatkan kompetensi dan profesionalisme guru merupakan langkah positif.

Ada guru yang setuju, karena apa?

Di satu sisi, ada yang menganggap bahwa pelatihan dan pengembangan diri merupakan hal yang penting bagi peningkatan kualitas pendidikan.

Pentingnya pengembangan diri guru sebagai kunci kesuksesan dalam meningkatkan mutu pendidikan. Dan meyakini akan menghasilkan tenaga pendidik yang lebih kompeten dan berkomitmen, yang pada gilirannya akan memberikan dampak positif pada kualitas pembelajaran di kelas. 

Selain itu, guru yang mendukung juga menilai bahwa PMM dan kebijakan sejenisnya memberikan akses yang lebih luas bagi guru dimanapun berada maupun bagi komunitas belajar. Yang mana sebelumnya sulit untuk mengakses pelatihan dan sumber inspirasi tentang pendidikan.

Lalu, bagi yang kontra, apa sebab?

Nah, ada beberapa poin alasan dibalik adanya respon negatif, diantaranya adalah sebagai berikut:

  1. Merasa bahwa tuntutan ini menjadi beban tambahan bagi para guru yang sebenarnya telah sibuk dengan tugas-tugas pokoknya yakni mengajar dan mendidik generasi penerus.

  2. Para kritikus menganggap kebijakan ini sebagai bentuk tindakan paksaan yang tidak mempertimbangkan situasi nyata di lapangan yang dialami secara langsung oleh guru. 

  3. Mereka menyuarakan kekhawatiran tentang beban tambahan atau pengorbanan yang diberikan oleh guru, baik dari segi waktu maupun tenaga dan biaya. 

  4. Pemerintah masih kurang memperhitungkan tantangan yang harus guru hadapi. Antara mengikuti pelatihan/webinar, juga dalam melaksanakan tugas sehari-hari misalnya bagi guru sekaligus sebagai ibu rumah tangga. 

  5. Masih minimnya fasilitas dan infrastruktur pendidikan terutama di daerah terpencil sehingga sulit bagi guru untuk mengikuti pelatihan tanpa kendala misalnya dari segi kualitas internet yang masih buruk dan belum merata.

Hendaknya semua tanggung jawab yang harus dilaksanakan guru harus seimbang karena memiliki prioritas tersendiri. (foto Akbar Pitopang)
Hendaknya semua tanggung jawab yang harus dilaksanakan guru harus seimbang karena memiliki prioritas tersendiri. (foto Akbar Pitopang)

Win-win solution

Pelatihan untuk meningkatkan kompetensi guru memang memiliki potensi besar untuk memberikan dampak positif bagi peserta didik dan kualitas mutu pendidikan secara keseluruhan. Namun, perlu diakui bahwa ada beberapa risiko yang harus diperhatikan dalam implementasinya.

Salah satu risiko utama adalah adanya potensi guru mengabaikan peserta didik sebab guru yang terlalu terfokus pada pelatihan. Waktu dan interaksi antara guru dan murid bisa terganggu karena guru sibuk dengan kegiatan pelatihan dan tugas-tugas terkait. 

Hal ini dapat mengakibatkan menurunnya kualitas pembelajaran dan perhatian terhadap kebutuhan individual siswa.

Selain itu, ada juga risiko bagi keseimbangan kehidupan pribadi guru. Terutama misalnya bagi guru perempuan yang seringkali harus menanggung beban ganda antara karir dan mengurus rumah tangga. 

Partisipasi mengikuti pelatihan dapat mempengaruhi waktu dan perhatian yang seharusnya diberikan pada keluarga dan rumah tangga, sehingga menimbulkan konflik dan stres tambahan.

Meskipun demikian, penting untuk tidak menyalahkan pelatihan itu sendiri sebagai akar dari semua masalah. Sebaliknya, perlu adanya pendekatan yang bijak dalam mengelola pelatihan sehingga dapat memberikan manfaat maksimal tanpa mengorbankan keseimbangan dan kualitas kehidupan guru serta interaksi dengan peserta didik.

Dengan memperhatikan kebutuhan dan keseimbangan guru dalam mengikuti pelatihan, serta supaya guru memperoleh dukungan dan fasilitas yang memadai, maka saya memberikan ide/masukan bahwa hari efektif untuk belajar cukup 5 hari saja yakni dari Senin sampai Jumat. Sedangkan di hari Sabtu diliburkan agar guru bisa fokus mengikuti pelatihan dan mengerjakan tugas-tugas terkait. 

Menurut hemat saya, supaya guru bisa fokus terhadap prioritas masing-masing diantara kedua aspek ini. Jadi, 5 hari untuk guru fokus mengajar dan mendidik murid, dan 1 hari bagi guru untuk fokus pada upaya pengembangan kompetensi yang dituntut oleh Kemdikbud.

 

Supaya guru bisa tetap fokus mengajar dan mendidik generasi penerus bangsa. Supaya pendidikan makin maju. (foto Akbar Pitopang)
Supaya guru bisa tetap fokus mengajar dan mendidik generasi penerus bangsa. Supaya pendidikan makin maju. (foto Akbar Pitopang)

Kira-kira, manfaatnya seperti apa saja?

1. Menjadikan lima hari sebagai waktu penuh untuk fokus mengajar dan mendidik siswa, sementara satu hari dianggarkan untuk pengembangan kompetensi guru adalah langkah yang sangat bijaksana. Dengan mengalokasikan hari Sabtu sebagai hari libur bagi guru untuk mengikuti pelatihan dan menyelesaikan tugas-tugas terkait, kita dapat menciptakan ruang yang lebih besar bagi pertumbuhan profesionalisme guru.

2. Keputusan ini sebagai pengakuan terhadap pentingnya keseimbangan antara mengajar dengan upaya untuk terus mengembangkan keterampilan, pengetahuan, dan praktik pengajaran. Guru dapat lebih fokus dan terlibat sepenuhnya tanpa terbebani oleh tanggung jawab di luar kegiatan pelatihan.

3. Memberikan satu hari khusus untuk pengembangan kompetensi memiliki kesempatan yang lebih besar bagi guru untuk terus memperbaharui diri dengan pengetahuan dan keterampilan terkini, yang pada gilirannya akan membawa dampak positif pada pengalaman belajar siswa. Serta memperkuat komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan secara berkelanjutan.

4. Ketika sudah ada keseimbangan antara mengajar dan mengikuti pelatihan, maka kesehataan mental dan beban tekanan emosional dapat diatasi oleh guru dengan baik. Sehingga meningkatkan kualitas kebahagian dan keikhlasan yang dirasakan guru.

Jika misalnya nanti Kemdikbud menerima masukan ini, tentu saja implementasinya memerlukan koordinasi antara pemerintah, sekolah, dan stakeholder, serta dengan perencanaan yang matang. 

Jika dilakukan dengan baik, langkah ini dapat menjadi tonggak penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan dan profesionalisme guru di Indonesia.

Seterusnya, kita dapat memastikan bahwa upaya meningkatkan kompetensi guru tidak hanya membawa dampak positif bagi pendidikan, tetapi juga bagi kehidupan para pendidik dan peserta didik.

*****
Salam berbagi dan menginspirasi.
== Akbar Pitopang ==

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun