Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Dikelola oleh Akbar Fauzan, S.Pd.I, Guru Milenial Lulusan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta | Mengulik Sisi Lain Dunia Pendidikan Indonesia | Ketua Bank Sampah Sekolah, Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri Diterbitkan Bentang Pustaka

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Komedi Gaji Guru dalam Nasib "Kelompok Susah Kaya"

24 Februari 2024   07:19 Diperbarui: 9 Maret 2024   10:54 829
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kantin sekolah. (foto Akbar Pitopang)

Dalam realitas pendidikan di Indonesia, kesejahteraan para guru masih menjadi titik lemah yang memerlukan perhatian serius. Meskipun beberapa langkah positif telah diambil, seperti misalnya pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), namun gap antara upaya dan hasil masih terasa kontras. 

Guru-guru, sebagai pilar utama dalam pembangunan karakter dan pengetahuan generasi masa depan, masih meraba-raba dalam ketidakpastian finansial yang menghimpit.

Guru seringkali terjebak dalam "lingkaran setan", dimana untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari saja menjadi tantangan yang nyata. Banyak di antara guru yang terpaksa bergantung pada pinjaman online (pinjol), tanpa menyadari beban bunga yang menumpuk di kemudian hari. 

Bahkan, beberapa guru ada yang terperangkap dalam jeratan hutang atau cicilan yang mengancam stabilitas keuangan mereka secara keseluruhan.

Memiliki pekerjaan sampingan menjadi pilihan yang tidak bisa dihindari bagi sebagian besar guru. Guru terpaksa mencari penghasilan tambahan di luar jam mengajar, hanya untuk mengisi kendala keuangan yang terus melebar. 

Ironisnya, hal ini tidak hanya menguras energi fisik, tetapi juga dapat merenggut waktu dan fokus yang seharusnya diberikan untuk pengembangan profesi dan kualitas pengajaran.

Kondisi ini tidak hanya menimpa guru-guru di desa-desa terpencil, tetapi juga merambah ke kota-kota besar. Meski ditengah pesatnya perkembangan teknologi dan informasi, banyak guru yang susah secara finansial.

Nah, maka tak heran jika ada yang membanding-bandingkan dengan kondisi guru atau tenaga pendidik di negara lain misalnya. Perbandingan dengan kondisi guru di negara tetangga seperti Singapura atau Thailand sangatlah relevan. 

Misalnya, di Singapura atau Thailand, status guru cukup dihormati dan guru mendapatkan gaji yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan Indonesia. [sumber]

Disana, para guru mendapatkan perhatian yang lebih besar dari pemerintah dalam hal kesejahteraan dan pengembangan keprofesian. Pemerintahnya juga menyediakan berbagai tunjangan dan fasilitas lainnya untuk meningkatkan kesejahteraan para guru, serta berbagai program pengembangan profesionalitas yang berkelanjutan. 

Perbandingan ini menunjukkan bahwa pemerintah dan masyarakat di negara-negara tetangga telah mengakui peran penting para guru dalam pembangunan bangsa dan telah memberikan perhatian yang cukup untuk meningkatkan kesejahteraan guru. 

Hal ini menjadi sebuah tantangan bagi Indonesia untuk terus meningkatkan upaya dalam memberikan perhatian dan penghargaan yang setara terhadap para pendidik. Agar guru dapat bekerja dengan penuh dedikasi dan semangat tanpa harus terbebani oleh masalah finansial.

Kantin sekolah. (foto Akbar Pitopang)
Kantin sekolah. (foto Akbar Pitopang)

Ada lagi nih.. Sekarang coba kita bandingkan antara gaji guru dengan penghasilan penjaga atau penjual makanan di kantin sekolah.

Perbandingan antara gaji guru di Indonesia dengan pendapatan penjaga kantin di sekolah memang menjadi gambaran yang menggugah. 

Sangat disayangkan melihat bahwa pendapatan penjaga kantin bahkan bisa jauh melampaui gaji yang diterima oleh para guru, baik itu guru honorer maupun guru ASN.

Sementara para guru harus berjuang dengan gaji yang jauh dibawah standar kesejahteraan, penjaga kantin atau penjual makanan di sekolah bisa menghasilkan pendapatan yang cukup signifikan, bahkan mencapai angka yang mengejutkan seperti 1.500.000 per hari.

Kenapa bisa dibilang penghasilan penjaga kantin lebih besar dibanding gaji guru honorer bahkan gaji guru ASN sekalipun? Coba simak cara perhitungannya.

Misalnya ada sekolah yang memiliki 12 rombel dengan jumlah siswa minimal 300 orang. masing-masing siswa mungkin akan menghabiskan uang jajannya sebesar 5000 rupiah. maka hasilnya adalah 1.500.000.

Itu baru kemungkinan terkecilnya saja. Bagaimana jika di sekolah lain ada yang sampai 18 rombel dan misalnya jumlah siswanya di atas 500 orang.

Dan bisa saja siswa jajan di kantin lebih besar jumlah nominalnya. Kadang kebanyakan orangtua zaman now ngasih uang jajan ke anak bisa sampai 10 ribu bahkan lebih setiap harinya.

Yang 1.500.000 tadi dikali jumlah hari efektif yakni 24 hari maka hasilnya 36.000.000. Itu penghasilan kotor setiap bulannya dari penjaga kantin sekolah.

Jika misalnya dikurangi setengahnya untuk biaya operasional dan lain-lain, maka penghasilan yang diterima penjaga kantin adalah antara 18-20 juta per bulan.

Itu artinya 6 kali lipat lebih besar dibanding gaji guru PNS golongan 3A dengan gaji sekitar 3 jutaan.

Ilustrasi penghasilan penjual makanan di kantin sekolah. (foto Akbar Pitopang)
Ilustrasi penghasilan penjual makanan di kantin sekolah. (foto Akbar Pitopang)

Wow! Maka tak heran kadang penjaga sekolah malah punya kendaran mewah misalnya mobil. Sedangkan di sisi lain guru cuma punya motor butut untuk beraktivitas setiap harinya. He he.

Itulah contoh fakta lucu tentang gaji guru. Penjelasan yang saya berikan menggambarkan dengan jelas tentang penghasilan penjaga kantin di sekolah bisa jauh lebih besar dibandingkan dengan gaji guru honorer bahkan gaji guru ASN sekalipun. 

Melalui perhitungan sederhana, terlihat bahwa pendapatan dari penjualan makanan di kantin sekolah dapat mencapai jumlah yang signifikan, apalagi jika jumlah siswa dan tingkat pengeluaran per siswa cukup tinggi.

Meskipun ada biaya operasional dan pengeluaran lain yang harus dipertimbangkan, namun pendapatan bersih yang diterima oleh penjaga kantin masih bisa mencapai angka yang jauh lebih besar dibandingkan dengan gaji guru.

Perbandingan ini menyoroti ketidakseimbangan dalam penghargaan terhadap profesi pendidik. Sementara para guru dibebankan tanggung jawab besar atas pembentukan karakter dan pengetahuan generasi muda, guru malah seringkali harus bertarung dengan kondisi gaji yang minim dan kesejahteraan yang terbatas. 

Fenomena ini menjadi gambaran nyata tentang perlunya reformasi dalam sistem penghargaan terhadap profesi pendidik. Guru-guru, sebagai ujung tombak pembangunan bangsa, seharusnya mendapatkan penghargaan yang setimpal dengan peran dan kontribusinya dalam mendidik generasi penerus. 

Hanya dengan cara ini kita dapat memastikan bahwa pendidikan di Indonesia akan terus berkembang dan memberikan dampak positif bagi masa depan bangsa.

Siswa membeli jajan di kantin sekolah. (foto Akbar Pitopang)
Siswa membeli jajan di kantin sekolah. (foto Akbar Pitopang)

Sekali lagi, ini menjadi ironi tersendiri dalam dunia pendidikan di Indonesia. Dimana mereka adalah sosok yang berjuang mengedukasi generasi masa depan justru mendapatkan imbalan yang minim. 

Sementara pekerjaan lain di sekitar lingkungan sekolah bisa menghasilkan pendapatan yang jauh lebih besar. Selain penjaga kantin, ada juga satpam yang gajinya juga lumayan.

Hal ini menunjukkan bahwa prioritas dan penghargaan terhadap profesi pendidikan masih jauh dari yang seharusnya. Sementara tidak dapat disangkal bahwa peran guru dalam membentuk karakter dan pengetahuan generasi muda adalah kunci utama dalam pembangunan bangsa.

Maka, upaya untuk meningkatkan kesejahteraan guru tidak bisa lagi dipandang sebelah mata. Perbandingan ini semakin menguatkan argumen bahwa kesejahteraan para guru hendaknya menjadi prioritas bagi pemerintah dan masyarakat. 

Diperlukan langkah konkret dari pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat untuk meningkatkan gaji, tunjangan, serta fasilitas lainnya bagi para pendidik, secara keseluruhan untuk memberikan penghargaan yang layak dan dukungan yang berkelanjutan bagi para pendidik. 

Sehingga guru dapat bekerja dengan fokus dan dengan dedikasi penuh tanpa harus terbebani oleh masalah finansial yang menjerat. 

Hanya dengan memperbaiki kondisi kesejahteraan guru, kita dapat mengharapkan pendidikan yang berkualitas dan berkelanjutan untuk masa depan bangsa.

*****
Salam berbagi dan menginspirasi.
== Akbar Pitopang ==

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun