Sekolah dianggap sebagai rumah kedua bagi peserta didik, tempat tidak hanya untuk memperoleh ilmu pengetahuan, tetapi juga untuk menanamkan nilai-nilai yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.Â
Jauh lebih penting daripada sekadar mengejar prestasi akademis, sekolah bertujuan untuk membentuk karakter dan memberikan pembelajaran yang holistik.Â
Meskipun demikian, ketika dihadapkan pada murid yang menghadapi tantangan, baik dari segi kognitif maupun karakter, pendekatan yang tepat bukanlah cepat-cepat mengeluarkannya dari sekolah.
Tujuan utama proses belajar bukan hanya untuk memperoleh pengetahuan, tetapi untuk mengalami perubahan karakter. Keberhasilan belajar terlihat ketika peserta didik mampu membedakan antara hal baik dan buruk, dari ketidaktahuan menjadi pemahaman, dan mampu mengubah perilaku mereka.Â
Meski demikian, tidak semua peserta didik dapat mencapai hasil yang diharapkan dari proses belajar. Poin utama yang harus dipahami adalah bahwa pendidikan adalah suatu proses yang melibatkan perubahan.Â
Pentingnya bimbingan dan pembinaan yang baik sejak awal untuk mencegah masalah karakter pada peserta didik. Namun, jika terus terjadi masalah, sekolah seharusnya tidak langsung mengeluarkan murid tersebut, melainkan memberikan upaya pembinaan yang lebih intensif.
Indonesia, dengan berbagai jenjang pendidikan dari dasar hingga tinggi, tidak terlepas dari kenyataan bahwa ada peserta didik dengan karakter bermasalah.Â
Fokus pada masalah karakte, bukanlah suatu stigma negatif. Bagaimanapun, ini sebuah realita yang dapat ditemui di berbagai sekolah termasuk di tempat saya bertugas. Dan hal ini membutuhkan pemahaman dan kebijaksanaan dari pihak sekolah.
Dalam menjaga reputasi nama baik sekolah, pendidik perlu menyikapi fenomena peserta didik yang bermasalah dengan bijaksana.Â
Penanganan yang efektif seperti pembinaan karakter dan pendekatan holistik dalam proses pembelajaran adalah kunci.