Kesejahteraan guru di negeri tercinta kita, Indonesia, masih menjadi isu yang terus mengemuka. Kenyataannya, kehidupan finansial para guru belum bisa dikatakan layak bagi guru berstatus ASN, apalagi bagi guru honorer.
Sebagai warga negara yang jujur, kita tidak bisa mengabaikan fakta bahwa tantangan finansial merupakan masalah utama yang dihadapi guru.Â
Meskipun masyarakat seringkali melihat guru ASN sebagai penerima manfaat besar, kenyataannya tidak selalu demikian. Bayangan bahwa menjadi guru ASN akan membawa kekayaan yang melimpah bisa jadi tidak sepenuhnya akurat.
Jika kita membandingkannya dengan PNS di instansi lain berdasarkan perbedaan tunjangan yang diterima menjadi jelas bahwa anggapan umum seperti "wah enak jadi PNS" perlu diluruskan. Terutama jika PNS tersebut adalah seorang guru.Â
Guru ASN dihadapkan pada realitas bahwa gaji mereka hanya mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari. Di sisi lain, guru honorer yang sebagian besar masih berjuang tanpa status kepegawaian turut menghadapi tantangan finansial yang lebih besar.Â
Bayangkan lah para guru yang dengan sepenuh hati mendidik generasi penerus, namun hidup dalam keterbatasan finansial. Tapi, guru tetap penuh syukur dan sejatinya tidak ingin mengeluh.
Permasalahan ini bukanlah bentuk pesimisme, melainkan refleksi dari realitas yang ada. Perlu adanya perhatian serius dari pemerintah, masyarakat, dan stakeholder terkait untuk meningkatkan keberpihakan para guru.Â
Kita sebagai masyarakat, dapat memainkan peran penting dalam mendukung perubahan ini dengan terus meningkatkan kesadaran akan kondisi guru dan mendukung upaya-upaya perbaikan.
Ya, tentu saja guru adalah tulang punggung pembangunan karakter bangsa. Karenanya, memberikan kesejahteraan yang layak bukanlah tiada gunanya, tetapi sebagai bentuk investasi jangka panjang untuk masa depan bangsa.
Fenomena guru terlilit hutang adalah realitas yang perlu diakui
Kehidupan seorang guru ASN di Indonesia tidak selalu indah seperti yang terlihat. Banyak guru ASN yang terjebak dalam masalah finansial pada ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar, terutama hunian tempat tinggal milik pribadi.
Seiring dengan tuntutan hidup yang semakin meningkat, gaji atau penghasilan seorang guru seringkali hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari yang harganya terus melambung tinggi.Â
Sayangnya, kebutuhan dasar seperti papan (rumah atau kediaman tempat tinggal) menjadi tantangan besar untuk direalisasikan.Â
Sebagai solusi, banyak guru ASN yang memilih "jalan ninja" dengan mengambil pinjaman kredit dari pihak bank atau lembaga keuangan.
Pilihan meminjam dana berarti menanggung beban hutang yang mungkin berlangsung hingga pensiun.Â
Ini merupakan tantangan bagi guru yang meskipun penuh dedikasi dalam mendidik, tapi juga harus menyelesaikan masalah keuangan mereka sendiri.
Dalam hal ini perlunya perhatian lebih dari pemerintah dan lembaga terkait terhadap kesejahteraan guru menjadi semakin penting.Â
Mungkin lewat peningkatan gaji, memberikan tunjangan perumahan, atau menciptakan program bantuan khusus untuk guru, bisa menjadi langkah-langkah konkret yang membantu guru memenuhi kebutuhan dasar.Â
Tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan rumah, ada kebutuhan lainnya seperti biaya pendidikan, atau pemenuhan urusan mendadak, yang ternyata juga memerlukan dana yang besar tak tetap tidak bisa di-handle hanya dengan gaji bulanan.
Ini mencerminkan kesulitan dan keterbatasan finansial memaksa guru untuk mencari solusi di luar gaji rutin mereka.
Dilema "top up hutang" yang tak kunjung usai
Kisah guru PNS yang masih memiliki hutang di bank meski sudah memasuki masa pensiun, adalah cerita yang kerap terjadi di kalangan pendidik.Â
Melalui pengalaman pribadi sebagai seorang guru, saya pun menyadari bahwa keterbatasan finansial di kalangan guru bukan lah sekedar mitos.
Saat saya tanyakan kepada guru senior tentang alasan hutang yang masih menggunung, jawabannya bukanlah sesuatu yang sederhana.Â
Meskipun sudah menjadi PNS dan memiliki gaji yang relatif stabil, rupanya kehidupan seorang guru tidak lepas dari tekanan finansial yang terus datang menghampiri.
Salah satu alasan utama adalah kebutuhan yang terus berkembang seiring waktu. Sebagai contoh, ketika guru mengambil kredit untuk memiliki rumah, kebutuhan lain yang mendesak turut muncul, seperti biaya pendidikan anak yang memasuki perguruan tinggi.Â
Kondisi ini menciptakan siklus dimana guru terus membutuhkan dana tambahan dari bank, sehingga hutang yang ada sulit untuk lunas tepat waktu sesuai akad awal.
Lewat proses pelunasan kredit lama yang diikuti dengan penambahan plafon dan perpanjangan tenor menjadi strategi umum yang dilakukan guru untuk memenuhi kebutuhan yang tak terduga tersebut.Â
Meskipun bekerja keras dan memiliki pekerjaan tetap sebagai PNS, guru tetap merasa sulit untuk mengatasi beban finansial.Â
Faktor-faktor seperti urusan pendidikan anak, biaya kesehatan yang tak tercover BPJS, dan kebutuhan lain yang tak terduga menciptakan tantangan yang sulit diatasi hanya dengan gaji bulanan yang terbatas.
Mengurai masalah finansial dan hutang guruÂ
Dengan semakin terkuaknya tantangan finansial yang harus dihadapi para guru, menjadi jelas bahwa langkah-langkah perubahan dan dukungan lebih lanjut sangat diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan.Â
Memang sudah sepatutunya bagi pemerintah dan lembaga terkait untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem gaji dan tunjangan guru.
Perubahan kebijakan yang lebih manusiawi dan transformatif dapat membantu guru mengatasi beban finansial yang terus meningkat.Â
Ini bisa mencakup peninjauan ulang besaran gaji, pemberian tunjangan yang lebih adil, atau bahkan program bantuan khusus untuk membantu guru memenuhi kebutuhan hidup dan mengelola beban hutang.
Pentingnya mengubah mindset masyarakat terhadap peran guru juga perlu ditekankan. Terutama tentang pengakuan bahwa guru juga memiliki tantangan finansial.Â
Sebagai bagian dari masyarakat, kita perlu ikut memaklumi dan mendukung langkah-langkah kebijakan pemerintah mengenai kenaikan gaji atau tunjangan sebagai investasi untuk meningkatkan kesejahteraan guru dan, pada akhirnya, kualitas pendidikan.
Mungkin, bagi mereka yang mengabdikan diri pada profesi guru, ungkapan "tak perlu kaya raya, yang penting setara" bisa menjadi panduan dan titik balik untuk terus ikhlas dan berdedikasi.Â
Transformasi kesejahteraan guru sejatinya tidak hanya terukur dari aspek finansial, tetapi juga dari penghargaan, dukungan, dan pengakuan atas peran mereka dalam membentuk masa depan bangsa.
Melalui sinergi antara perubahan kebijakan, dukungan masyarakat, dan perubahan mindset, kita dapat menciptakan lingkungan yang mendukung guru untuk lebih fokus pada tugas utama mereka.
Tatkala mendidik generasi penerus sepenuh hati dengan seluruh daya upaya tanpa harus terlalu khawatir tentang beban hutang yang tak kunjung usai, itulah sebuah kemuliaan yang pantas diterima guru.
Guru, oh guru... Mohon untuk selalu sabar dan tabah ya... Meskipun penghasilannya kecil, semoga senantiasa merasa cukup dan bernaung pada rasa syukur... Aamiin..
*****
Salam berbagi dan menginspirasi.
== Akbar Pitopang ==
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI