Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Dikelola oleh Akbar Fauzan, S.Pd.I, Guru Milenial Lulusan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta | Mengulik Sisi Lain Dunia Pendidikan Indonesia | Ketua Bank Sampah Sekolah, Teknisi Asesmen Nasional ANBK, Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri Diterbitkan Bentang Pustaka

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Memprioritaskan Pendidikan dan Ketahanan Pangan Dimulai dari Pekarangan Rumah

26 Oktober 2023   17:26 Diperbarui: 27 Oktober 2023   18:22 503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Pekarangan atau halaman rumah produktif. | sumber: halamanQu.id

Adanya tantangan dan ancaman krisis pangan, baik di masa kini maupun di masa depan, mendorong kita untuk kreatif dalam mencari solusi dan mengatasinya. 

Indonesia, sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam dan memiliki diversifikasi sumber pangan lokal yang mudah untuk dibudidayakan, memiliki potensi besar untuk mengatasi ancaman krisis pangan. 

Melalui Topik Pilihan di Kompasiana yang mengajak kita untuk berbagi pengalaman tentang bagaimana mengeksplorasi dan atau mendayagunakan pekarangan rumah dan lahan di sekitar kita untuk menjadi bagian dari solusi tersebut.

Ilustrasi. Pekarangan atau halaman rumah produktif. | sumber: halamanQu.id
Ilustrasi. Pekarangan atau halaman rumah produktif. | sumber: halamanQu.id

Salah satu hal yang menarik adalah mengenai peran generasi tua atau orangtua kita dalam upaya mengatasi krisis pangan dari rumah. 

Orangtua sejak dahulu kala telah menjadi pionir dalam mengelola lahan-lahan kecil di sekitar rumah untuk bercocok tanam atau berkebun. 

Selama bertahun-tahun, upaya ini tidak hanya membantu menciptakan kemandirian pangan, tetapi juga mendukung kemandirian finansial dan upaya menjaga kesehatan keluarga yang berasal dari sumber pangan yang bergizi. 

Upaya mengatasi krisis pangan dari rumah sebenarnya dapat menjadi jalan menuju keberlanjutan. Dengan memanfaatkan lahan yang tersedia di sekitar rumah, kita dapat memproduksi sumber makanan dengan cara yang lebih sustainable.

Dalam era dimana krisis pangan yang secara diam-diam semakin menjadi ancaman, mengatasi tantangan ini dari rumah adalah langkah yang bijak. 

Ini bukan hanya tentang mencari cara untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga, tetapi juga tentang memberdayakan diri dan keluarga guna meningkatkan kualitas hidup lewat upaya pemenuhan hak-hak dasar seperti pendidikan.

Dalam konteks pendidikan, upaya mengatasi krisis pangan dari rumah bisa dilakukan dengan strategi yang dapat meningkatkan aspek finansial yang memadai untuk pembiayaan pendidikan.

Juga, ada pendidikan karakter lewat pelajaran berharga dari orangtua kepada anaknya tentang bagaimana alam bekerja, siklus pertumbuhan tanaman, dan prinsip-prinsip mengelola lahan pekarangan rumah.

Ilustrasi bercocok tanam, berkebun di pekarangan rumah. (Shutterstock via Kompas.com)
Ilustrasi bercocok tanam, berkebun di pekarangan rumah. (Shutterstock via Kompas.com)

Kreativitas ketahanan pangan dari pekarangan rumah

Pada kesempatan ini saya akan berbagi bagaimana perjuangan orangtua dapat menyekolahkan anaknya dari hasil bercocok tanam di pekarangan rumah. Dengan situasi ekonomi keluarga yang kala itu dalam keadaan yang cukup memprihatinkan.

Dalam masa-masa kesulitan finansial, harapan datang dari perjuangan orangtua yang mampu melanjutkan jenjang pendidikan anak-anaknya dari hasil bercocok tanam di pekarangan rumah. 

Ketika saya masih anak kecil, situasi finansial keluarga kami memang benar-benar sedang berada "dibawah". Ayah saya adalah seorang petani tapi tidak memiliki lahan sendiri. Namun, dengan tekad yang kuat, orangtua menemukan solusi cerdas dalam mengatasi tantangan ini. 

Orangtua memutuskan untuk turut mengoptimalkan lahan di sekitar rumah sebagai ladang pertanian untuk sumber pangan selain padi di sawah. 

Tanaman pangan alternatif seperti jagung, ubi jalar, singkong, dan kacang tanah pun ditanam dengan penuh harapan. 

Melalui upaya orangtua merawat tanaman-tanaman ini sepenuh hati, sehingga hasil panennya tak hanya untuk kebutuhan konsumsi keluarga sendiri, tetapi seringkali disisihkan untuk dijual.

Dengan kreativitas maka lahan pekarangan rumah dapat menjadi sumber daya mengatasi krisis pangan, juga krisis keuangan. 

Dalam keadaan sulit seperti itu, orangtua kerap mempraktikkan pola pertahanan keuangan lewat cara "gali lubang, tutup lubang" untuk memenuhi kebutuhan finansial. Akan tetapi dari hasil panen tanaman pangan di pekarangan rumah, uang itu bisa menjadi suntikan dana di saat-saat yang menegangkan kadang tak terduga.

Betapa pentingnya mendayagunakan sumber daya yang tersedia dari lahan terbatas di pekarangan rumah. 

Upaya mengatasi krisis pangan dari rumah juga dapat menggugah semangat kolaborasi dalam keluarga, dimana setiap anggota memberikan kontribusi terbaik dari diri mereka masing-masing untuk kebutuhan bersama. 

Di sisi lain, ini adalah sebuah cerita tentang perjuangan, tekad, dan kreativitas yang dapat mengubah kesulitan hidup, terutama mengatasi krisis pangan yang menjadi ancaman bagi keluarga-keluarga masa kini maupun di masa mendatang.

Semangat atasi krisis pangan dari rumah perlu digiatkan oleh sesama anggota masyarakat seperti para kader PKK yang mendorong terwujudnya keluarga Indonesia tanpa kemiskinan dan tanpa kelaparan untuk kehidupan sehat dan sejahtera.

Serta mendorong terwujudnya pendidikan berkualitas demi semakin berkurangnya kesenjangan mendorong perubahan-perubahan berdasarkan hak asasi manusia dan kesetaraan pembangunan sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup.

Sejumlah perempuan menanam bibit tanaman saat memperingati Hari Ibu 2021 di Ngrowo Bening, Madiun, JawaTimur. (ANTARA FOTO/SISWOWIDODO via Kompas.com)
Sejumlah perempuan menanam bibit tanaman saat memperingati Hari Ibu 2021 di Ngrowo Bening, Madiun, JawaTimur. (ANTARA FOTO/SISWOWIDODO via Kompas.com)

Mengatasi kriris pangan, menyelamatkan pendidikan generasi

Tentu saja, perjuangan orangtua tidak berhenti di situ. Hasil dari penjualan tanaman-tanaman pangan ini membantu membiayai pendidikan anak. 

Bercocok tanam dari pekarangan rumah selain untuk atasi krisis pangan, juga menjadi cara produktif untuk investasi pentingnya pendidikan bagi generasi.

Kisah perjuangan orangtua dalam mengatasi biaya pendidikan dari hasil produksi tanaman pangan di pekarangan rumah, saya rasa dapat memberikan pelajaran berharga tentang solusi pembiayaan pendidikan.

Hasil panen dari komoditi pangan yang ditanam di pekarangan rumah memberikan kontribusi yang tak ternilai dalam menolong membiayai sekolah anak. Meskipun seringkali masih kurang, tapi setidaknya sudah terasa sangat membantu mengurangi beban.

Prinsip "sedikit demi sedikit, lama-lama jadi bukit" sangat relevan dalam kisah ini. Itu salah satu kunci keberhasilan dalam mengatasi biaya pendidikan.

Dari pengalaman orangtua adalah bukti nyata tentang bagaimana kebiasaan bercocok tanam di pekarangan rumah dapat menjadi solusi kreatif dalam mengatasi krisis pangan serta krisis biaya sekolah anak. 

Ternyata tak disangka-sangka, hanya dari lahan pekarangan rumah dapat bermanfaat untuk solusi pemenuhan kebutuhan pangan keluarga, hingga membantu mengatasi krisis keuangan untuk biaya pendidikan anak.

Semoga kisah ini dapat diambil hikmahnya. Semangat berbagi pengalaman dan pengetahuan tentang upaya mengatasi krisis pangan dari rumah dapat membuka pintu untuk pertukaran ide. 

Terima kasih kepada Kompasiana, Kompasianer Repa Kustipia, beserta seluruh komunitas Kompasianer yang saling menginspirasi dan memberikan saran berharga tentang cara menghadapi tantangan krisis pangan dari pekarangan rumah.

Lewat berbagi cerita seperti ini, kita bisa mengembangkan jaringan yang kuat untuk mendukung perjuangan bersama melawan krisis pangan. 

Dari pekarangan rumah untuk dunia for a better life..

*****
Salam berbagi dan menginspirasi.
== Akbar Pitopang ==

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun