Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Best Teacher 2022 dan Best In Specific Interest Nominee 2023 | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Menggagas Etika Digital lewat Persahabatan Guru dan Murid di Era Media Sosial

30 Juli 2023   14:46 Diperbarui: 28 September 2023   23:28 1235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak bersama orangtua membicarakan tentang media sosial. (Tirachardz/ Freepik via Kompas.com)

Bolehkah guru menerima permintaan pertemanan murid di jejaring media sosial? Gapapa toh? Nah, bagaimana sebaiknya guru menyikapi

Pertanyaan tersebut muncul di benak saya tatkala mendapati banyaknya permintaan pertemanan di medsos yang ramai dikirimkan oleh murid-murid saya yang notabene merupakan siswa SD. Gimana nih...

Di era digital yang semakin maju, akses mudah terhadap internet dan media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan anak-anak pun kini mampu mengaksesnya dengan mudah, terutama melalui smartphone yang disediakan oleh orangtua. 

Meskipun tujuan awalnya adalah untuk mendukung proses pembelajaran, sayangnya sering kali fasilitas ini dimanfaatkan untuk hal-hal yang bersifat hiburan, seperti bermedia sosial. 

Fenomena ini semakin mencolok di zaman yang semakin canggih, di mana generasi Alpha, yang lahir, tumbuh, dan berkembang seiring dengan kemajuan teknologi, telah menjadi pengguna aktif media sosial sejak usia dini.

Tidak dapat dipungkiri bahwa generasi Alpha, yang terdiri dari anak-anak yang lahir sejak tahun 2010 hingga sekarang, tumbuh dalam era yang dikelilingi oleh teknologi digital. [sumber Kompas.com]

Mereka tumbuh dengan akses mudah terhadap perangkat pintar seperti smartphone dan tablet. Akibatnya, banyak anak yang pada usia yang sangat muda sudah memiliki akun media sosial dan menjadi akrab dengan berbagi berbagai macam konten digital. Fenomena ini menunjukkan pergeseran paradigma dalam interaksi sosial dan penggunaan teknologi pada usia dini.

Kehadiran media sosial pada usia dini membawa tantangan tersendiri bagi orangtua. Mereka dihadapkan pada dilema antara membatasi akses anak terhadap media sosial demi melindungi mereka dari konten yang tidak sesuai usia, dan sekaligus memberikan kebebasan dan kepercayaan kepada anak untuk mengembangkan keterampilan digital mereka. 

Orangtua perlu menyadari bahwa penggunaan media sosial oleh anak-anak harus diawasi dengan ketat untuk melindungi mereka dari potensi bahaya seperti konten yang tidak pantas, intimidasi, atau ketidakseimbangan waktu antara kegiatan online dan offline.

Pembinaan sikap bijak dalam penggunaan media sosial oleh anak-anak merupakan hal yang sangat penting. Orangtua harus berperan aktif dalam memberikan pengawasan, pendidikan, dan pembatasan yang tepat terhadap aktivitas media sosial anak-anak mereka. Mereka perlu memberikan pemahaman yang jelas tentang privasi, etika, dan tanggung jawab yang melekat pada penggunaan media sosial. 

Selain itu, orangtua juga dapat menjadi contoh yang baik dengan mengontrol penggunaan pribadi mereka terhadap media sosial dan menjaga komunikasi terbuka dengan anak-anak untuk membangun kesadaran dan pemahaman bersama.

Dalam menghadapi tantangan kehadiran media sosial, orangtua juga perlu menyadari manfaat teknologi untuk generasi Alpha. Dengan akses yang tepat dan pengawasan yang baik, teknologi dapat menjadi sumber daya yang berharga untuk pendidikan, eksplorasi, dan kreativitas anak-anak. 

Orangtua dapat memilih platform pendidikan yang aman dan bermanfaat, serta memfasilitasi aktivitas digital yang memperkaya pengetahuan dan keterampilan anak-anak. Dengan pendekatan yang seimbang, teknologi dapat digunakan sebagai alat pembelajaran yang positif bagi generasi Alpha.

Permintaan pertemanan di media sosial yang dikirimkan murid kepada guru. (foto Akbar Pitopang)
Permintaan pertemanan di media sosial yang dikirimkan murid kepada guru. (foto Akbar Pitopang)

== Saat murid mengirim permintaan pertemanan di media sosial guru ==

Fenomena menarik terjadi di era digital saat ini. Tanpa disadari, murid-murid juga akan menemukan akun media sosial yang gurunya miliki. Permintaan pertemanan mulai berdatangan. Dan akhirnya guru dihadapkan pada pertanyaan penting.

Wajarkah menerima permintaan pertemanan dari murid-murid di media sosial?

Tentu saja, situasi ini dapat menimbulkan dilema moral dan etika. Di satu sisi, guru ingin menjaga profesionalitas sebagai guru dan menjaga batasan yang jelas antara peran guru di sekolah dan kehidupan pribadi. Namun, disisi lain, menerima permintaan pertemanan bisa membangun hubungan yang lebih dekat dengan murid-murid di luar lingkungan sekolah.

Sebelum membuat keputusan, penting bagi guru untuk mempertimbangkan beberapa faktor. 

Pertama, cermati aturan/kebijakan sekolah terkait interaksi guru dan murid di media sosial. 

Beberapa sekolah mungkin memiliki aturan yang mengatur hal ini untuk melindungi privasi dan keamanan murid. Pastikan Anda mematuhi kebijakan tersebut agar tidak melanggar aturan yang berlaku.

Kedua, pertimbangkan tujuan dan efek menerima permintaan pertemanan dari murid. 

Apakah guru ingin membangun hubungan yang lebih dekat dengan murid-murid di luar kelas? 

Apakah guru merasa mampu mempertahankan profesionalitas dan menjaga privasi pribadi? 

Ingatlah bahwa ketika guru menerima permintaan pertemanan, murid-murid Anda akan memiliki akses lebih dalam ke kehidupan pribadi Anda.

Ketiga, pertimbangkan juga dampak sosial dan emosional bagi murid. 

Apakah menerima permintaan pertemanan akan memengaruhi dinamika kelas atau menciptakan situasi hubungan yang kontra? 

Guru perlu memastikan bahwa tindakannya tidak mempengaruhi keseimbangan interaksi antara guru dan murid atau menyebabkan pertentangan atau hubungan yang kontra.

Dalam mengambil keputusan, penting untuk berkomunikasi dengan murid-murid secara jujur dan terbuka. Jelaskan kepada mereka mengenai kebijakan sekolah dan batasan yang guru tetapkan. Berikan pemahaman bahwa hubungan guru dan murid sebaiknya tetap di lingkungan sekolah dan didasarkan pada profesionalitas.

Akhirnya, keputusan apakah guru akan menerima permintaan pertemanan dari murid-murid di media sosial adalah keputusan yang sangat pribadi. Pertimbangkan dengan seksama kebutuhan dan batasannya, serta dampak yang mungkin timbul dari keputusan tersebut. 

Pastikan untuk menghormati diri sendiri, melindungi privasi, dan menjaga profesionalitas dalam menjalankan tugas sebagai seorang guru.

== Bagian proses pengawasan murid (controlling jarak jauh) ==

Berteman dengan murid di media sosial dapat membawa manfaat yang tak terduga dalam mengemban peran sebagai seorang guru. Salah satunya adalah fungsi kontrol yang dapat membantu orangtua mengawasi tindak-tanduk anak di dunia maya. 

Dalam era digital yang semakin maju, anak-anak sering kali lebih aktif dan terlibat di berbagai platform media sosial. Dalam situasi seperti ini, kehadiran seorang guru sebagai teman di media sosial bisa menjadi jembatan penting antara pendidikan di sekolah dan peran pengawasan di rumah.

Sebagai seorang guru perlu membangun hubungan kepercayaan dengan murid-murid. Dengan menjadi teman mereka di media sosial, guru dapat memanfaatkan keterbukaan komunikasi ini untuk memberikan bimbingan dan kontrol yang diperlukan. 

Dalam lingkungan yang aman dan terpercaya, guru dapat memantau kegiatan murid dan mengingatkan mereka tentang perilaku yang patut dijaga di dunia maya. 

Dengan memiliki akses ke konten yang mereka bagikan dan interaksi yang terjadi, guru dapat lebih mudah mendeteksi tindakan yang tidak pantas atau potensi bahaya yang mungkin mereka hadapi di media sosial.

Tidak hanya membantu mengawasi tindak-tanduk anak di media sosial, menjadi teman di media sosial juga membuka peluang untuk memberikan pembelajaran yang relevan secara digital. guru dapat berbagi artikel, video, atau informasi yang bermanfaat yang dapat meningkatkan pemahaman mereka tentang etika bermedia sosial, keamanan digital, atau pentingnya privasi online. 

Dengan memanfaatkan platform media sosial, guru dapat memberikan pendidikan yang holistik kepada murid, yang meliputi pemahaman tentang teknologi dan kesadaran akan konsekuensi dari tindakan online mereka.

Ilustrasi anak bersama orangtua membicarakan tentang media sosial. (Tirachardz/ Freepik via Kompas.com)
Ilustrasi anak bersama orangtua membicarakan tentang media sosial. (Tirachardz/ Freepik via Kompas.com)

== Masukan bagi orangtua untuk proses parenting ==

Dalam era media sosial yang semakin berkembang, ada fenomena menarik di mana guru menerima permintaan pertemanan atau izin follow dari murid-murid mereka, sementara banyak anak justru enggan berteman atau terhubung dengan akun media sosial milik orangtuanya. 

Bahkan, ada anak-anak yang secara sengaja menyembunyikan konten yang mereka bagikan dari akun orangtua mereka. Hal ini menyebabkan orangtua seringkali tidak mengetahui apa yang sebenarnya dilakukan anak-anak mereka di timeline media sosial.

Namun, ketika guru menerima permintaan pertemanan dari murid-murid di media sosial, mereka dapat memiliki wawasan lebih awal tentang apa yang dilakukan oleh siswa di dunia maya. Guru dapat menjadi pengamat yang peka terhadap tindakan dan konten yang dibagikan oleh siswa di media sosial. 

Sebagai figur pendidikan, guru memiliki tanggung jawab untuk melaporkan hal-hal yang tidak wajar atau penyalahgunaan media sosial yang dapat berdampak negatif pada siswa kepada orangtuanya.

Dengan menerima permintaan pertemanan, guru memiliki kesempatan untuk membantu orangtua atau wali murid dalam pengawasan terhadap anak-anak mereka di media sosial. 

Guru dapat berperan sebagai mitra yang mendukung dalam melindungi anak-anak dari risiko dan bahaya yang mungkin timbul di dunia maya. Ketika ada informasi atau perilaku yang mencurigakan, guru dapat melaporkannya kepada orangtua atau wali murid untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang apa yang sedang terjadi dengan anak-anak mereka di media sosial.

Selain itu, guru juga dapat memberikan saran dan edukasi kepada orangtua tentang bagaimana menghadapi tantangan media sosial yang dihadapi oleh anak-anak mereka. 

Dengan pemahaman yang mendalam tentang platform media sosial dan tren yang sedang berlangsung, guru dapat berbagi strategi yang efektif untuk mengajarkan anak-anak tentang etika bermedia sosial, keamanan online, dan perlindungan privasi. 

Dengan adanya keterlibatan guru dalam pengawasan media sosial, orangtua dapat merasa lebih aman dan mendapatkan dukungan yang diperlukan dalam menjaga anak-anak mereka di dunia digital.

== Pentingnya literasi digital bagi murid untuk membangun etika digital==

Dalam era media sosial yang semakin meluas, guru dan murid sering kali membangun jejaring pertemanan di platform tersebut. Fenomena ini membuka peluang bagi guru untuk lebih memahami dan memetakan jenis konten yang dibagikan oleh siswa. 

Namun, terkadang terungkap bahwa beberapa siswa telah menyebarkan konten digital yang tidak semestinya. Dalam situasi seperti ini, peran guru menjadi sangat penting. 

Guru dapat menggunakan kesempatan ini untuk memberikan pemahaman yang mendalam tentang literasi digital atau literasi media kepada siswa. 

Melalui pendekatan ini, tujuannya adalah agar siswa dapat lebih bertanggung jawab dalam menyebarkan konten di media sosial dan belajar untuk secara aktif memfilter konten yang pantas dan layak dikonsumsi oleh pengguna dengan kategori usia mereka.

Sebagai seorang pendidik, guru memiliki tanggung jawab untuk membekali siswa dengan pengetahuan dan pemahaman tentang etika bermedia sosial. 

Guru dapat memberikan pelajaran tentang bagaimana menggunakan media sosial secara bijak, menghargai privasi dan integritas diri, serta bertanggung jawab atas setiap konten yang mereka bagikan. 

Dengan membangun pemahaman literasi digital yang kuat, siswa akan memiliki pengetahuan yang lebih baik tentang dampak dari setiap tindakan online yang mereka lakukan.

Selain itu, guru juga dapat memanfaatkan kegiatan diskusi, tugas, atau proyek yang berfokus pada literasi media. Dalam konteks ini, siswa diajak untuk menganalisis konten yang ada di media sosial, memahami sumber informasi yang dapat dipercaya, dan menyaring konten yang sesuai dengan kategori usia mereka. 

Guru juga dapat membagikan sumber literasi, data informasi, tips, dan panduan yang relevan tentang keamanan online, perlindungan privasi, dan penggunaan media sosial secara positif.

Melalui pendekatan ini, guru bukan hanya sekadar pendidik di dalam kelas, tetapi juga berperan sebagai pengarah dan pendamping siswa di dunia digital. 

Dengan memberikan pemahaman literasi digital yang kokoh, guru membantu siswa dalam membangun kesadaran yang lebih tinggi tentang pentingnya bertanggung jawab dalam penggunaan media sosial dan menghindari penyebaran konten yang tidak pantas.

== Relasi persahabatan murid dan guru di era media sosial ==

Dalam era digital yang semakin maju, media sosial telah menjadi sarana komunikasi yang penting dalam kehidupan sehari-hari. Tidak hanya digunakan untuk berinteraksi dengan teman sebaya, media sosial juga mampu menjembatani hubungan antara guru dan murid di luar lingkungan sekolah. 

Bahkan setelah lulus, interaksi di media sosial dapat menjadi cara efektif untuk memelihara kedekatan antara guru dan murid. Hal ini sangat berarti mengingat kebanyakan murid cenderung menghindari interaksi dengan guru-gurunya setelah mereka lulus.

Interaksi di media sosial antara guru dan murid memberikan peluang untuk membangun hubungan yang langgeng. Melalui platform ini, guru dapat tetap berkomunikasi dengan murid-muridnya, memberikan dukungan, dan berbagi pengalaman hidup. 

Dalam konteks ini, media sosial dapat menjadi saluran yang lebih informal dan santai, yang memungkinkan guru dan murid untuk berinteraksi tanpa batasan hierarki yang ada di dalam kelas. Interaksi ini memungkinkan terciptanya kedekatan yang lebih personal dan membantu mempertahankan ikatan antara guru dan murid.

Interaksi di media sosial juga memberikan kesempatan bagi guru untuk terus memberikan dukungan dan bimbingan kepada murid-muridnya. Guru dapat memberikan umpan balik terhadap prestasi akademik mereka, atau memberikan panduan tentang pengembangan diri, bahkan memberikan nasihat atau arahan untuk karier. 

Dalam situasi di mana murid cenderung menghindari guru-gurunya setelah lulus, interaksi di media sosial ini menjadi cara yang efektif untuk tetap berperan dalam perjalanan hidup murid dan membantu mereka mengatasi tantangan yang dihadapi.

Meskipun interaksi di media sosial antara guru dan murid memiliki manfaat yang signifikan, penting untuk menjaga etika dan memahami batasan yang ada. Hal privasi dan keamanan murid juga harus dijaga dengan memastikan informasi pribadi tidak disalahgunakan. 

Adopsi penggunaan media sosial sebagai alat komunikasi harus dilakukan dengan bijaksana dan bertanggung jawab.

*****
Salam berbagi dan menginspirasi.
== Akbar Pitopang ==

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun