Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Best Teacher 2022 dan Best In Specific Interest Nominee 2023 | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Ada "Surga yang Dirindukan" di Kampung Halaman

25 April 2023   02:25 Diperbarui: 25 April 2023   02:50 1421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ada "Surga yang Dirindukan" di Kampung Halaman.(Foto Akbar Pitopang) 

Lebaran identik dengan tradisi pulang ke kampung halaman yang populer disebut dengan istilah mudik. Pada momen perayaan hari besar umat Muslim ini, kegiatan pulang kampung pun dilakukan setiap tahunnya. 

Selama lebaran, banyak umat Muslim merayakannya dengan berkumpul bersama keluarga dan kerabat untuk bersilaturahmi, memohon maaf, serta saling memberi THR maupun berbagi makanan. 

Selain itu, lebaran juga dianggap sebagai waktu yang tepat untuk kembali ke kampung halaman dan bertemu dengan keluarga, kerabat dan teman-teman lama.

Mudik ke kampung halaman selama lebaran telah menjadi tradisi yang berlangsung bertahun-tahun di Indonesia. 

Banyak orang yang merantau misalnya bekerja di kota besar merindukan momen untuk pulang ke kampung halaman supaya bisa berlebaran bersama dengan keluarga. 

Mudik ke kampung halaman juga menjadi kesempatan untuk memperkuat hubungan sosial dan budaya antara perantau dengan pedesaan.

Begitu pula adanya keterikatan emosional dengan tempat kelahiran yang sulit untuk digantikan. Banyak orang yang merindukan kampung halaman mereka karena ada beberapa hal yang tidak dapat ditemukan di tempat lain.

Seperti misalnya keindahan alam, makanan khas daerah yang lezat, keaslian budaya dan tradisi lokal yang unik dan menarik, lingkungan yang lebih tenang dan nyaman, keramahan dan kebaikan hati penduduk lokal, maupun kesederhanaan hidup yang lebih mudah ditemukan di pedesaan daripada di perantauan.

***

Saya adalah seorang perantau. Hidup dan menetap di perantauan artinya hidup jauh dari orang tua, keluarga dan kampung halaman tercinta.

Saya setuju terhadap beberapa poin yang membuat orang-orang atau perantau begitu merindukan kampung halaman. Mungkin beberapa poinnya juga membuat saya merindukan kampung halaman.

Saya pun juga merindukan momen untuk pulang ke kampung halaman terlebih di musim libur lebaran seperti saat ini.

Akan tetapi, diluar dari beberapa alasan yang diutarakan diatas, sebenarnya ada satu alasan utama mengapa saya merindukan kampung halaman yang perlu diwujudkan dengan mudik atau pulang kampung.

Satu alasan utama yang dirindukan dari kampung halaman yakni kerinduan untuk bertemu dan atau berkumpul bersama orang tua dalam suasana Hari Raya Idul Fitri yang penuh hikmah.

Pada momen Idul Fitri tahun lalu, saya memiliki kesempatan yang sangat berharga untuk bertemu dengan ayahanda saya. Namun, ketika saya tiba di rumah, saya terkejut melihat kondisi fisik ayahanda yang sangat menurun. Beliau terlihat sangat lemah dan rapuh, sehingga saya merasa sedih dan prihatin.

Meskipun demikian, saya tetap berusaha untuk menyemangati ayahanda dan berbicara dengan beliau selama mungkin. Kami juga berhasil menyempatkan diri untuk berfoto bersama, sehingga saya memiliki kenang-kenangan yang berharga bersama ayahanda.

Namun, pada hari raya Idul Adha yang datang beberapa bulan kemudian, saya mendapat kabar yang sangat menyedihkan. Ayahanda saya telah berpulang ke hadirat Allah SWT. Saya merasa hancur dan sangat menyesal karena tidak bisa bersama dengan ayahanda lebih lama lagi.

Saya merenung tentang momen Idul Fitri tahun lalu dan merasa bersyukur atas kesempatan yang saya miliki untuk bertemu dan berbicara dengan ayahanda. Saya juga merasa terhibur dengan kenang-kenangan kami bersama yang terabadikan dalam foto. Namun, kesedihan saya tetap besar karena saya tahu bahwa saya tidak akan pernah bisa bertemu dengan ayahanda lagi di dunia ini.

Pulang kampung demi bisa bertemu dengan ibunda. (Foto Akbar Pitopang)
Pulang kampung demi bisa bertemu dengan ibunda. (Foto Akbar Pitopang)

Karena itulah maka saya tidak akan melewatkan kesempatan untuk pulang kampung agar bisa melepas rindu dengan orang tua saya yang kini hanya ada ibunda saja. 

Ketika saya memutuskan untuk pulang kampung pada momen Idul Fitri tahun ini, yang saya rindukan hanyalah untuk bertemu dengan ‘mandeh kanduang’.

Pada Hari Raya Idul Fitri tahun ini saya beruntung sekali bisa pulang kampung. Sehingga rasa rindu ingin bertemu sang ibu menjadi terobati.

Mengetahui kabar ibunda dan mengamati kondisinya secara langsung merupakan sebuah kebahagian yang tiada tara. Hari Ahad yang lalu, ibunda sempat mengalami kondisi sakit saat melaksanakan shalat subuh di masjid. hal itu membuat kami anak-anaknya merasa sangat khawatir. 

Alhamdulillah kini kondisi ibunda sudah lebih baik dan berangsur pulih kembali.

Ketika saya tiba di kampung halaman, saya tetap merasa prihatin dan khawatir dengan kondisi ibunda yang terpengaruh oleh faktor usia. Meskipun di mata saya menilai ibunda masih cukup bugar dan terlihat masih muda. Itulah alasan mengapa saya sering lupa ketika ditanya usia ibunda saat ini. Karena bagi saya beliau masih terlihat seperti masih berusia 40-an.

Saya memastikan ibunda bisa selalu bahagia dan memberikan perhatian yang cukup untuk beliau. 

Kami berbicara selama berjam-jam dan saya senantiasa untuk menyemangati ibunda saya agar tetap semangat dan kuat menghadapi kondisi sulit yang sedang ibunda alami saat itu.

Ibunda yang tiba-tiba jatuh sakit pada Ahad 23/4/2023. (Foto Akbar Pitopang)
Ibunda yang tiba-tiba jatuh sakit pada Ahad 23/4/2023. (Foto Akbar Pitopang)

Pada hari Ahad kemarin, ibunda saya mengalami kejadian yang membuat kami anak-anaknya menjadi sangat khawatir. 

Berawal saat ibunda melaksanakan shalat subuh di masjid, beliau tiba-tiba jatuh ke lantai karena merasakan sakit yang di bagian perut. Jelas saya kondisi seperti itu membuat kami sangat sedih dan khawatir dengan kondisi ibunda.

Alhamdulillah, pada hari itu juga kondisi ibunda mulai membaik dan kesehatan beliau kini terus berangsur pulih kembali. 

Saya merasa bersyukur karena masih bisa bertemu dengan ibunda meskipun hanya untuk beberapa hari saja selama masa liburan lebaran ini sebelum nanti kembali lagi ke perantauan.

Beruntunglah bila seorang anak bisa pulang kampung di momen lebaran untuk melihat kondisi orang tuanya —yang lebih merindukan momen pertemuan dengan sang anak.

Sudah banyak kisah memilukan dari pengalaman tetangga yang juga merantau namun sulit sekali untuk bisa menyempatkan pulang kampung. 

Padahal kondisi orang tua sudah semakin menurun karena faktor usia. Bahkan tak sedikit yang akhirnya baru bisa pulang ketika mayat orang tuanya sudah terbujur kaku berpulang ke rahmatullah.

Bahwa kesempatan waktu berjumpa dengan orang tua adalah sangat berharga dan mestinya dapat diprioritaskan oleh mereka yang merantau.

Jangan menyesal karena menunda-nunda keinginannya untuk pulang kampung dan harus menerima kenyataan yang sangat menyakitkan, yakni perpisahan untuk selamanya.

                                                      *****
                           Salam berbagi dan menginspirasi.
                                      == Akbar Pitopang ==
[Samber 2023 Hari 25: Yang Dirindukan dari Kampung Halaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun