Maka dari itu, kita tidak bisa semerta-merta mengakui diri telah mencapai kesucian dan ketaqwaan hanya karena telah menuntaskan tugas berpuasa secara full di bulan Ramadhan.
Karena jika tidak dibarengi dengan sikap konsistensi menjaga diri dari noda-noda dosa ---meski sekecil apapun itu, bahkan sebesar atom--- maka diri masih kotor belum bisa disebut telah suci di hari nan fitrah.
Stop "berani kotor itu baik" demi iman dan kesucian diri
Izinkan saya meminjam tagline dari Rinso yang sudah melekat dalam ingatan kita bila mendengarnya. Saya hanya meminjam tagline tersebut sedangkan maknanya akan berbeda bila dikaitkan dengan tema atau topik yang sedang saya bahas.
Oke, baiklah.Â
Hari yang fitrah merupakan momen untuk kembali ke jati diri dan memperbaiki diri secara batiniah.Â
Hal ini dapat diartikan sebagai proses introspeksi dan refleksi diri untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan yang dimiliki serta meningkatkan keluhuran hati nurani.
Sejatinya, arti kesucian dan hari yang fitrah dapat menjadi pengingat bagi kita untuk senantiasa berusaha memurnikan hati dan menjaga kebersihan diri baik secara fisik maupun rohani.Â
Dengan demikian, dari hasil dan proses kesucian itu kita dapat mencapai kebahagiaan dan kedamaian dalam hidup ini.
Saya beranggapan bahwa "berani kotor itu baik" tidak sejalan dengan nilai-nilai keislaman dan dapat merusak keluhuran iman dan kesucian diri.Â
Dalam ajaran Islam, bersih dan suci baik secara fisik maupun rohani sangat dijunjung tinggi dan dianggap sebagai bagian dari ibadah.