Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Akun ini dikelola Akbar Fauzan, S.Pd.I

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Pentingnya Mengedukasi Anak Menggunakan Privilese dengan Bijak Sejak Dini

11 Maret 2023   12:51 Diperbarui: 11 Maret 2023   15:20 1085
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Anak-anak dengan Privilese. (Sumber: Shutterstock via kompas.com)

Privilese hadir dalam dua jalur, melalui diri sendiri yang merasa diberkahi dengan berbagai keistimewaan, serta adanya perlakuan istimewa yang diberikan oleh orang lain.

Bahwa hak istimewa atau privilese bisa memiliki makna yang berbeda-beda bagi setiap orang tergantung pada latar belakang dan situasi hidup masing-masing. Beberapa contoh hak istimewa yang bisa membuat aktivitas sehari-hari terasa mudah namun bagi beberapa orang lain mungkin tidak demikian halnya.

Seperti akses ke pendidikan yang berkualitas, kondisi finansial yang stabil, lingkungan yang aman dan nyaman, kesehatan yang baik dan akses ke perawatan medis yang memadai, hingga akses ke sumber daya informasi dan teknologi yang lebih mudah untuk diperoleh.

Akan tetapi, sebaliknya orang lain mungkin harus berjuang lebih keras berkali lipat untuk mendapatkan hak-hak yang sama. 

Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk menyadari hak istimewa atau privilese yang kita miliki dan bagaimana kita bisa memanfaatkannya untuk membantu orang lain yang kurang beruntung.

Saya dapat menyampaikan bahwa orang yang lahir dengan privilese atau keuntungan dari keadaan sosial atau ekonomi tertentu cenderung memiliki akses lebih besar terhadap peluang hidup untuk meraih keberhasilan bila dimanfaatkan secara baik.

Disamping itu semua, privilese ternyata tidak melulu soal kelas sosial dan kekayaan. Karena terkadang keuntungan ini tidak sepenuhnya bergantung pada faktor eksternal seperti keluarga atau lingkungan. 

Privilese dalam kasta sosial, misalnya adalah sebuah keuntungan yang didapat seseorang lantaran lahir dalam kelas sosial/identitas tertentu. 

Privilese dimaknai pula sebagai hak istimewa atau keuntungan yang dimiliki oleh seorang individu. Beberapa individu juga memiliki karakteristik pribadi seperti kecerdasan, keahlian, ketekunan, atau rasa percaya diri yang memungkinkan mereka untuk meraih sukses meskipun tidak memiliki keuntungan dari faktor sosial atau ekonomi.

Dalam konteks sosial, penting untuk diingat bahwa hakikat keberadaan privilese dapat membuat individu merasa tidak menghargai atau kurang peka terhadap masalah dan tantangan yang dihadapi oleh orang yang kurang beruntung. 

Oleh karena itu, penting bagi orang yang memiliki privilese untuk tidak hanya mengakui keuntungan mereka, tetapi juga berusaha memahami perspektif dan pengalaman orang yang kurang beruntung, dan bekerja untuk membantu menciptakan kesetaraan dan keadilan dalam masyarakat.

Saya menganggap bahwa privilese yang diterima oleh orang lain seperti siklus kehidupan yang dapat diibaratkan seperti roda yang berputar.

Bahwa suatu saat mungkin keadaan akan berubah sehingga kita tidak akan selamanya memperoleh privilese. oleh karena itu, penting bagi kita untuk memanfaatkan privilese yang diterima saat ini agar orang lain tetap bisa respect kepada kita di kemudian hari meskipun tanpa faktor privilese lagi.

Peran orangtua mengontrol anak menggunakan privilese 

Konsep tentang privilese memang sangat perlu diajarkan kepada anak sejak dini. bahwa segala keistimewaan yang akses yang mudah yang didapatkan dari fasilitas yang diberikan oleh orangtua mesti dimanfaatkan dengan baik dan bijak.

Memang susah-susah gampang mengenalkan anak tentang konsep privilese dalam kehidupan ini dan bagaimana caranya agar anak tidak tergelincir ke dalam kepribadian yang merasa terlalu istimewa ---dalam arti sempit: superior--- dibanding orang lain di sekitarnya.

Peran controlling dari orang memang sangat dibutuhkan. Orangtua tidak boleh menganggap sepele bahwa privilese memang untuk dinikmati namun juga harus disyukuri dengan sebaik-baiknya.

Bila tidak, maka privilese itu hanya akan menjadi bumerang yang akan menyerang dan merugikan diri sendiri maupun keluarga secara keseluruhan.

Kasus Mario Dandy memang telah menunjukkan betapa pentingnya memahami konsep privilese dalam masyarakat, serta pentingnya mengajarkan anak-anak tentang hal ini. 

Kasus Mario Dandy benar-benar memberikan pelajaran yang berharga bagi seluruh orangtua agar tingkah laku anak yang dibesarkan dengan unsur privilese tetap harus memperoleh kontrol atau pengawasan.

Sebagaimana yang pernah kita bahas, "Hikmah Kasus Mario Dandy: Anak Lost Control, Bumerang bagi Orangtua".

Tidak selamanya anak memperoleh privilese bijak tidak bijak dan bertanggung jawab. (KOMPAS.com/DZAKY NURCAHYO)
Tidak selamanya anak memperoleh privilese bijak tidak bijak dan bertanggung jawab. (KOMPAS.com/DZAKY NURCAHYO)

Sungguh, anak tidak akan selamanya memperoleh privilese

Kepada anak, orangtua bisa mengedukasi bahwa tidak semua orang memiliki cara hidup yang diakses dengan mudah seperti yang ia alami saat ini. 

Harus disadari bahwa memang perlu ada penanaman nilai empati, pengendalian diri, dan kesadaran untuk menggunakan keistimewaannya secara positif.

Penanaman nilai-nilai tersebut sangat penting dalam mengajarkan anak untuk membangun sudut pandang tentang privilese. 

Mengajarkan anak tentang empati akan membantu mereka memahami cara pandang orang lain dan memahami bahwa orang lain dapat memiliki pengalaman hidup yang berbeda dari yang anak alami. 

Pengendalian diri juga merupakan pondasi penting yang harus ditanamkan pada anak-anak untuk belajar mengendalikan perilaku mereka dan menggunakan keistimewaan mereka dengan bijak.

Misalnya, jika anak-anak memiliki akses ke pendidikan yang lebih baik, mereka dapat memanfaatkannya untuk membantu orang lain yang kurang beruntung daripada hanya memanfaatkannya untuk keuntungan pribadi.

Kesadaran untuk menggunakan keistimewaan secara positif juga merupakan keterampilan yang penting. Anak-anak harus belajar bahwa keistimewaan yang mereka miliki dapat digunakan untuk membantu orang lain dan memberikan dampak positif dalam masyarakat. 

Ini akan membantu anak-anak memahami bahwa mereka memiliki tanggung jawab sosial dan memberikan motivasi untuk bertindak dengan cara yang baik.

Dengan memahami bahwa tidak semua orang memiliki cara hidup yang sama, anak-anak dapat belajar untuk lebih menghargai dan memperhatikan orang lain.

Dengan begitu, anak-anak akan lebih cenderung merespons dengan simpati dan membantu orang lain ketika dibutuhkan.

Dengan mengajarkan nilai-nilai seperti empati, pengendalian diri, dan kesadaran untuk menggunakan keistimewaan secara positif, anak-anak dapat menjadi anggota masyarakat yang lebih baik dan berkontribusi untuk membangun masyarakat yang lebih adil dan inklusif.

Mengenalkan anak tentang konsep privilese secara sederhana

Saya secara pribadi yang kini telah dikaruniai anak juga tak luput untuk mengenalkan anak tentang privilese yang diterimanya saat ini di-compare dengan perbedaan yang diterima oleh orang lain dengan cara-cara yang sederhana dulu.

Mengajarkan konsep privilese kepada anak adalah langkah penting dalam membantu mereka memahami keberuntungan yang dimiliki dan bagaimana hal itu mempengaruhi kehidupan mereka dan orang lain di sekitarnya. 

Pertama, kenalkan anak pada konsep privilese secara sederhana. 

Selaku orangtua, kita dapat menjelaskan bahwa privilese adalah keuntungan yang seseorang dapatkan karena faktor seperti keluarga dengan latar belakang sosial-ekonomi, serta dari faktor lingkungan atau perlakuan dari masyarakat sekitar.

Ajarkan pula anak-anak tentang konsep pentingnya keadilan dan kesetaraan dalam masyarakat. Ajarkan mereka untuk tidak membedakan orang berdasarkan faktor seperti ras, agama, jenis kelamin, atau faktor keberuntungan semisal kaya-miskin.

Kedua, kemukakan contoh-contoh konkret yang dimengerti oleh anak untuk memahami konsep privilese dengan lebih baik. 

Misalnya, akses ke peralatan yang lebih baik, akses ke suatu tempat tujuan yang jauh lebih baik, maupun memperoleh makanan dan minuman dengan mudah untuk keberlangsungan hidup.

Saya acapkali mengajak anak berinteraksi tatkala menjumpai saudara-saudara kita yang lain yang masih berjuang mencari peruntungan hidup. Contohnya, ketika kami melihat pemulung di jalanan lalu saya mengatakan kepada anak bahwa orang tersebut hidupnya tidak seberuntung si anak. Kemudian saya menekankan pada anak untuk tidak membuang-buang makanan karena banyak orang lain di luar sana yang belum bisa makan.

Ilustrasi mengajak anak melakukan kegiatan santunan anak yatim. (Dok Prestige School via Kompas.com)
Ilustrasi mengajak anak melakukan kegiatan santunan anak yatim. (Dok Prestige School via Kompas.com)

Ketiga, membiasakan anak melakukan refleksi terhadap fenomena sosial di sekitarnya. 

Sangat mulia sekali bila anak selalu diingatkan untuk bersyukur atas keberuntungan yang mereka miliki. 

Ajaran agama Islam sudah mengatakan bahwa, "sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Allah akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras", pada Surah Ibrahim ayat 7.

Apa yang dialami oleh Rafael Alun dan anaknya, Mario Dandy mungkin sebagai bentuk buntut dari tidak pandai bersyukur dan malah menunjukkan perilaku yang keliru seperti KKN, pamer atau flexing, bersikap angkuh dan arogan kepada teman, dan seterusnya.

Keempat, mengajarkan anak untuk mau membantu orang lain. 

Setelah anak selalu diingatkan untuk selalu bersyukur atas keberuntungannya maka seterusnya anak didorong untuk menggunakan privilese mereka untuk membantu orang lain.

Seperti misalnya dengan mengajarkan anak bahwa mereka dapat memberikan dukungan atau sumbangan kepada orang lain yang kurang beruntung, atau dapat membantu orang lain dalam bentuk atau cara-cara lain.

Apalagi Indonesia masih berstatus negara berkembang sehingga ketimpangan sosial masih sangat kontras terlihat. 

Sebagai salah satu negara yang rawan bencana maka ketika saudara-saudara kita yang lain sedang tertimpa musibah maka anak dapat didorong untuk membantu dengan cara berdonasi baik materil maupun moril misalnya.

Dalam mengajarkan anak-anak untuk menggunakan keberuntungan mereka dengan bijak, penting untuk menekankan bahwa setiap orang mempunyai tanggung jawab untuk menggunakan keuntungan mereka untuk membantu orang lain dan menciptakan kesetaraan dalam masyarakat. 

Anak-anak juga harus diajarkan bahwa menggunakan privilese dengan bijak berarti tidak memanfaatkan keuntungan mereka untuk merugikan orang lain, melainkan memanfaatkan keuntungan mereka untuk membantu orang lain.

*****

Salam berbagi dan menginspirasi.

== Akbar Pitopang ==

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun