Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Akun ini dikelola Akbar Fauzan, S.Pd.I

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Bukan Guru Penggerak, Apa yang Harus Dilakukan?

25 Januari 2023   08:57 Diperbarui: 26 Januari 2023   08:16 1930
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ada guru yang belum bisa mengikuti PGP karena belum memenuhi persyaratan minimal mengajar 5 tahun. (tangkapan layar/simpkb)

Sementara itu, juga ada guru yang ogah-ogahan untuk mengikuti Program Guru Penggerak dengan berbagai alasan.

Penghambat yang sebenarnya adalah berasal dari dalam diri guru yang masih berpikiran sempit tersebut. sehingga guru itu hanya mengikuti PGP hanya "nyari-nyari kerjaan saja" dan menganggap program itu gak guna.

Guru yang masih terkekang dengan pemikiran yang sempit ini --- walaupun sudah memenuhi persyaratan tapi tetap berat hati untuk mengikuti PGP --- akan menilai bahwa Calon Guru Penggerak (CGP) hanya sibuk berkutat di depan komputer dan mengutak-atik berbagai aplikasi ajar saja. Lantaran mereka merasa direpotkan saat pada suatu kesempatan guru CGP harus bolos mengajar saat hendak ikut pendidikan.

Guru yang masih close minded yang selanjutnya saya sebut sebagai oknum guru ini menganggap PGP akan membentuk kastanisasi guru elite di lingkungan pendidikan. Anggapan elitisme Guru Penggerak semacam itu hanya karena adanya kecemburuan sosial dari oknum guru karena tidak memiliki kemampuan yang memadai yang sebenarnya bisa saja dibenahi jika guru itu mau belajar.

Oknum guru belum mampu mengakui bahwa Guru Penggerak adalah kelompok strategis Indonesia yang memiliki kualifikasi sebagai pemimpin pembelajaran dan pendorong transformasi pendidikan nasional.

Oknum guru juga keliru dalam memandang Guru Penggerak yang merasa diistimewakan untuk menjadi Kepala Sekolah atau Pengawas Sekolah. Itu hanya bonus bila memang memenuhi segala kualifikasi. 

Bagaimanapun seorang guru juga perlu meniti jenjang karir apabila ia mampu dan sanggup. Lebih baik untuk dapat menjadi Kepala Sekolah atau Pengawas Sekolah mensyaratkan pernah mengikuti PGP demi menghindari adanya "jalur mandiri" sebagai cara instan untuk mendapatkan jabatan pemimpin satuan pendidikan itu.

Bila oknum guru ini menemukan celah pembenahan diri maka guru itu akan menerima adanya PGP sebagai penggerak dan pengajar praktik pembelajaran bagi rekan guru dan komunitas belajar guru. Seharusnya melalui diskusi dan kolaborasi pembelajaran antar guru maka dapat bersama-sama mendorong diwujudkannya kepemimpinan murid dalam pembelajaran.

Guru memang tidak diwajibkan untuk mengikuti PGP, tapi rasanya sangat rugi sekali jika kesempatan tersebut dilewatkan begitu saja. Para guru yang terbentur persyaratan mengajar 5 tahun saja sudah banyak yang mengantri dan ingin segera dapat mengikuti program yang bermanfaat ini.

Ada guru yang belum bisa mengikuti PGP karena belum memenuhi persyaratan minimal mengajar 5 tahun. (tangkapan layar/simpkb)
Ada guru yang belum bisa mengikuti PGP karena belum memenuhi persyaratan minimal mengajar 5 tahun. (tangkapan layar/simpkb)

"Broad Minded" bagi yang Bukan Calon Guru Penggerak 

Selain dua tipe cara berpikir guru menyikapi adanya PGP, selebihnya ada guru yang berada dalam situasi non blok. Situasi yang saya maksud adalah ketika ada guru yang belum memenuhi persyaratan untuk mengikuti PGP sehingga guru tersebut tentu belum bisa menjadi Calon Guru Penggerak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun