Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Dikelola oleh Akbar Fauzan, S.Pd.I, Guru Milenial Lulusan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta | Mengulik Sisi Lain Dunia Pendidikan Indonesia | Ketua Bank Sampah Sekolah, Teknisi Asesmen Nasional ANBK, Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri Diterbitkan Bentang Pustaka

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Urgensi Penerapan Kurikulum Kebencanaan dalam Ranah Pendidikan di Indonesia

27 November 2022   16:34 Diperbarui: 29 November 2022   06:48 1218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Informasi titik kumpul saat kondisi darurat atau terjadi bencana di salah satu SD di Pekanbaru (foto Akbar Pitopang)

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa kita tinggal di negara yang rawan bencana. Musibah bencana alam akan terus terjadi melanda negeri ini. 

Hal itu bukan tanpa alasan lantaran secara geografis, Indonesia memang berada di lempengan bumi sehingga seringkali terjadi gempa, salah satunya bencana alam yang sudah kerap terjadi.

Belum lama ini saudara kita di Cianjur, Jawa Barat, menjadi korban kedahsyatan dan kengerian dari bencana gempa bumi. Segenap bangsa Indonesia turut prihatin dan berduka cita yang sedalam-dalamnya.

Bencana gempa bumi menimbulkan kerugian yang besar baik dari segi korban jiwa, kerusakan infrastruktur, berhentinya aktivitas dasar warga, dan seterusnya.

Oleh sebab itu, kita tidak bisa menganggap sepele potensi bencana yang akan selalu terjadi di seluruh pelosok negeri ini.

Apakah ada wilayah di Indonesia yang benar-benar terbebas dari bencana? Walaupun daerahnya tidak ada gunung misalnya, tetap ada potensi bencana lain seperti banjir, longsor dan sebagainya.

Sungguh pentingnya "mindset" tentang kesiapsiagaan hadapi bencana memang sudah harus ditanamkan sejak dini terhadap seluruh generasi.

Bahkan, hendaknya pola pikir kesiapsiagaan hadapi bencana ini sudah sepatutnya untuk dikenalkan pada peserta didik di sekolah.

Karena sejatinya ini akan menjadi sangat penting dan membawa dampak yang sangat luar biasa nantinya tatkala siswa atau generasi bangsa ini memperoleh bekal setelah dikenalkan pengetahuan tentang kesiapsiagaan hadapi bencana ini secara berkelanjutan.

Foto udara dampak kerusakan gempa bumi dan longsoran di Kampung Sarampad, Desa Sarampad, Kab. Cianjur, Selasa (22/11/2022) | Dok. BNPB via Kompas.com
Foto udara dampak kerusakan gempa bumi dan longsoran di Kampung Sarampad, Desa Sarampad, Kab. Cianjur, Selasa (22/11/2022) | Dok. BNPB via Kompas.com

Lantaran Indonesia merupakan kawasan empuk sasaran bencana alam mulai dari banjir, longsor, tsunami, dan lainnya sehingga memerlukan pencegahan dini secara sistematis dimulai dari sektor pendidikan.

Saatnya Kurikulum Mereka disusupi Kurikulum Kebencanaan yang teramat urgen dan esensial

Perhatian pemerintah tentang pentingnya kurikulum tentang kebencanaan ini kami nilai memang masih kurang. 

Walau di beberapa daerah sudah mulai diterapkan dalam kurikulum operasional sekolah. Namun demikian kami menilai penerapannya masih belum maksimal dan konsisten.

Sejauh ini, di sekolah kami sudah ada papan informasi bertuliskan "titik kumpul". Itu artinya mindset tentang kebencanaan ini sudah masuk ke ranah pendidikan.

Hanya saja sesuai pengamatan penulis selama ini menyimpulkan bahwa tindak lanjutnya masih sangat kurang bahkan masih minim sekali.

Informasi titik kumpul saat kondisi darurat atau terjadi bencana di salah satu SD di Pekanbaru (foto Akbar Pitopang)
Informasi titik kumpul saat kondisi darurat atau terjadi bencana di salah satu SD di Pekanbaru (foto Akbar Pitopang)

Indonesia perlu mencontoh keseriusan Jepang dalam menerapkan kurikulum kebencanaan dalam kurikulum operasional pada setiap satuan pendidikannya. Kurikulum ini mulai diterapkan kepada peserta didik sejak berada di jenjang yang paling dasar.

Dengan adanya kurikulum kebencanaan ini maka segala mitigasi dan upaya kesiapsiagaan menghadapi bencana akan dipersiapkan dengan matang dan terencana. 

Berbagai fasilitas pendukung seperti misalnya bangunan yang tahan bencana, jalur evakuasi, titik kumpul ketika terjadi bencana, proses penanggulangan pasca bencana, dan seterusnya.

Dengan adanya kurikulum ini maka diharapkan mampu menumbuhkan rasa kepedulian terhadap kondisi wilayah Indonesia yang rawan bencana pada diri peserta didik.

Dengan begitu peserta didik akan bersikap secara sadar untuk menyelamatkan dirinya secara personal.

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa saat terjadinya bencana dipastikan semua orang akan merasa panik.

Tapi ketika ia telah memiliki bekal kesiapsiagaan hadapi bencana maka ia dapat melewatinya secara bijak tanpa merugikan atau bergantung terhadap pertolongan dari orang lain.

Jika dalam diri setiap orang sudah tertanam mindset tentang kesiapsiagaan menghadapi bencana maka ia akan mampu berkontribusi untuk mengurangi kerugian yang disebabkan oleh bencana itu sendiri.

Harapannya adalah di masa-masa yang akan datang segala sesuatu yang dapat merugikan diri dan orang lain baik yang disebabkan oleh faktor alam maupun human error diusahakan untuk dicegah dan ditanggulangi dengan baik dan penuh tanggung jawab.

Sebagai gambaran, mengenai tsunami Jepang beberapa waktu lalu yang menerjang pemukiman padat penduduk tapi korbannya tidak terlalu besar.

Anak-anak sekolah dasar berlindung di bawah meja mereka saat latihan gempa di sebuah sekolah di Tokyo. (AFP PHOTO/YOSHIKAZU TSUNO via Kompas.com)
Anak-anak sekolah dasar berlindung di bawah meja mereka saat latihan gempa di sebuah sekolah di Tokyo. (AFP PHOTO/YOSHIKAZU TSUNO via Kompas.com)

Hal tersebut dikarenakan Jepang selalu belajar dari bencana terdahulu kemudian selalu diulang dalam kurikulum pendidikan sekolah termasuk pembelajaran bagi orang tua.

Sama seperti Indonesia, sejak dulu Jepang mengalami banyak sekali bencana alam jadi mereka terus belajar dan mempersiapkan diri mulai dari anak-anak sampai orang tua.

Di Jepang, masyarakat selalu disadarkan akan ancaman bencana melalui pendidikan dan selalu diulang-ulang di sekolah sehingga masyarakat akhirnya benar-benar merasa sadar.

Kesadaran akan potensi terjadinya bencana karena kondisi yang sangat rawan di seluruh pelosok Indonesia ini harus dilakukan oleh para pemangku kepentingan misalnya oleh Kepala Daerah.

Musibah bencana alam yang baru-baru ini terjadi dan sangat menyita perhatiaan kita adalah gempa di Cianjur yang menelan ratusan korban jiwa dan menimbulkan kerusakan yang sangat fatal.

Dilansir dari viva.co.id, pada 2018 yang lalu Gubernur Jawa Barat akan menerapkan kurikulum mitigasi bencana Jepang ke sekolah di Jawa Barat, mulai jenjang SD, SMP dan SMA atau sederajat.

Hanya saja pengimplementasian kurikulum kebencanaan ini jelas masih sangat kurang. Walaupun sudah diinisiasi beliau sejak 2018 yang lalu namun hasilnya masih belum maksimal.

Cara siswa menghadapi suasana panik saat terjadi gempa masih perlu ditingkatkan lagi. Berdasarkan rekaman video yang telah beredar di media sosial tentang suasana terjadinya gempa di ruangan kelas di sebuah kampus memperlihatkan sikap mahasiswa yang berhamburan seketika saat terjadinya gempa. 

Bukannya berlindung di bawah meja, para mahasiswa ini malah berlari ke satu titik pintu keluar akibatnya ada yang terlihat terkena reruntuhan plafon ruangan kelas tersebut.

Itu artinya kurikulum kebencanaan yang dimaksud oleh beliau masih belum berjalan maksimal dan butuh perbaikan serta evaluasi lebih lanjut.

Para pengamat pendidikan memberikan rekomendasi kepada pemerintah bahwa kurikulum kebencanaan ini wajib diterapkan di sekolah secara serius.

Bahkan kurikulum mitigasi bencana ini sebaiknya dimulai bahkan sejak jenjang pendidikan TK.

Terkait dengan hal tersebut, Kompas.com menghubungi Pengamat Pendidikan Ina Liem. Saat dihubungi, Ina menilai bahwa mitigasi bencana memang perlu untuk dimasukkan ke dalam kurikulum. 

Selain karena Indonesia adalah daerah rawan bencana, di masa mendatang sepertinya juga makin rawan karena ulah manusia.

Dengan adanya merdeka belajar ala Kurikulum Merdeka yang diterapkan saat ini, melalui problem-based learning maka sekolah bisa menggunakan konten lokal dengan melihat potensi bencana di daerah masing-masing. 

Selain itu, sebagai tambahan pengetahuan tentang penanggulangan bencana lokal maka sekolah juga bisa menggunakan local wisdom yang ada. 

Karena sejak zaman dulu nenek moyang setempat sebetulnya sudah punya cara-cara sendiri untuk mengantisipasi bencana. Pengetahuan tersebut bisa diturunkan ke generasi berikutnya supaya tidak hilang.

Hal yang perlu dikembangkan selanjutnya adalah mengajak siswa berpikir kreatif dan kritis tentang bagaimana meminimalisir bencana terjadi di kemudian hari. 

Dampaknya bisa saja siswa akan menciptakan inovasi yang bisa dikombinasikan dengan teknologi zaman sekarang.

infografik kejadian bencana sepanjang tahun 2021 (BNPB)
infografik kejadian bencana sepanjang tahun 2021 (BNPB)

Tumbukanlah jiwa kerelawanan dalam setiap diri generasi bangsa

Dengan adanya penerapan kurikulum kebencanaan ini lingkungan sekolah maka diharapkan hal itu menimbulkan terjadinya aksi-aksi nyata dari para siswa kedepannya tentang bagaimana memberikan dukungan saat dan pasca bencana. 

Dampak besar dari diterapkannya kurikulum kebencanaan ini, peserta didik bisa menjadi impact player sejak di bangku sekolah.

Di mana jiwa kerelawanan dan rasa kemanusiaan akan terbangun di lingkungan sekolah sejak dini.

Jika memang kurikulum kebencanaan ini dapat diakomodir dengan baik oleh Kurikulum Merdeka, maka substansi yang dicita-citakan yakni terwujudnya Pelajar Profil Pancasila dapat diwujudkan melalui sikap kerelawanan yang berbasis kebhinekaan global dan mandiri.

Ketika terjadinya bencana, selain setiap personal berupaya terlebih dahulu menyelamatkan dirinya, setelah itu mereka juga akan menunjukkan rasa kepedulian dengan membantu orang lain yang sedang berjuang menyelamatkan diri dari ancaman bencana.

Sebagai sebuah negara yang sudah lama mengenal semangat gotong royong, maka menurut hemat penulis, kurikulum kebencanaan ini sangat perlu untuk dimaksimalkan karena basis dukungan moril maupun materil nantinya akan mudah untuk dikelola dengan baik.

Sila ketiga yakni Persatuan Indonesia dapat diwujudkan dengan menunjukkan sikap kerelawanan dan jiwa kemanusiaan terhadap saudara sebangsa yang menghadiri bencana di berbagai daerah.

Kondisi warga korban gempa Cianjur, Jawa Barat, yang masih bertahan di tenda pengungsian di daerah Nagrak, Cianjur. (KOMPAS.COM/FIRMAN TAUFIQURRAHMAN)
Kondisi warga korban gempa Cianjur, Jawa Barat, yang masih bertahan di tenda pengungsian di daerah Nagrak, Cianjur. (KOMPAS.COM/FIRMAN TAUFIQURRAHMAN)

Kepedulian memberikan bantuan donasi yang dihimpun dengan semangat gotong-royong

Disaat terjadinya bencana, dukungan nyata melalui bantuan yang bersifat materil jelas sangat dibutuhkan. Setelah sebelumnya dukungan moril yang diwujudkan dalam aksi keperawanan.

Dengan adanya penerapan kurikulum kebencanaan, generasi bangsa akan sadar dan peduli untuk saling membantu meringankan beban saudara sebangsa yang terkena musibah.

Dukungan moril maupun materil pasti akan mengalir begitu saja sebagai upaya untuk saling menguatkan. 

Seluruh lapisan masyarakat akan menjadi support system yang handal nantinya dalam menghadapi bencana.

Bantuan atau donasi yang terkumpul harus dapat dikelola dengan penuh tanggung jawab serta didistribusikan dengan tepat sasaran.

Adaya kurikulum kebencanaan, siswa juga bisa diajak untuk berpikir kritis dengan pengimplementasian karakter yang menjunjung tinggi nilai moral dan kemanusiaan tentang bagaimana agar dana-dana pengumpulan donasi bencana tak diselewengkan.

Dengan begitu maka kita berharap sekali bahwa tak bermunculan pihak-pihak yang memanfaatkan kesempatan dalam kebencanaan seperti yang selama ini kerap terjadi.

*****

Salam berbagi dan menginspirasi.

Akbar Pitopang.

[Mohon dukungannya untuk vote Akbar Pitopang untuk BEST TEACHER di Kompasiana Award 2022. Klik di sini untuk vote. Terima kasih.]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun